Setiap
pesawat tempur tentu punya kisah dan latar belakang sendiri sehinnga
mengapa bisa memperkuat AU sebuah negara.Tak terkecuali jet tempur
ringan Hawk 109/209 yang memperkuat TNI AU sejak 1996. Tak pernah ada
keterangan resmi dari pemerintah, mengapa memilih Hawk 109/209 untuk
memperkuat armada penempur taktis TNI AU. Namun
jika disimak dari masa atau perioda kedatangannya, yakni pesawat
dasawarsa 1990-an, pesawat-pesawat itu sepertinya dibeli untuk
mengantisipasi dua masalah krusial yang tengah dihadapi TNI AU.
Masalah pertama, menurunnya jumlah dan kesiapan pesawat tempur TNI AU
dan kedua, munculnya sejumlah potensi gangguan keamanan akibat beberapa
perkembangan di Tanah Air.Salah satunya yang diwaspadai adanya
pemberlakukan 3 alur laut yang memungkinkan semua pihak, baik yang
beritikad baik maupun tidak, lebih mudah masuk ke Indonesia.
Hawk 109/209 adalah solusi dari kebutuhan akan jet tempur latih yang
simple dan praktis dan pesawat tempur taktis yang jumlahnya terus
menurun akibat faktor usia. TNI AU tinggal memiliki beberapa Hawk Mk.53
dari 2 unit yang dibeli pada 1978, 1981 dan 1982.
Ketika jumlahnya makin memadai, pesawat latih lanjut yang dikenal
mudah dikemudikan ini ditempatkan di skadron pendidikan 103.Skadik 103
disiapkan khusus untuk mendidik calon penerbang tempur lulusan Sekbang
TNI AU serta mereka menuntaskan pendidikan latih mula dengan AS 202
Barvo dan latih dasar dengan T-34C Turbo Mentor.
Hawk Mk.53 juga dipasang kanon 30-mm Aden Mk 4 sehingga juga bisa
dikerahkan sebagai pesawat tempur taktis.Itu sebab, TNI AU juga
menempatkan pesawat-pesawat ini di skadron udara 15.Jenis pesawat ini
dijadikan kekuatan tempur operasional karena kelak komposisi dan
jumlahpesawat tempur yang ada tidak proporsional lagi dengan luas
wilayah yang harus dilindungi.
Di penghujung 1990-an, TNI AU hanya memiliki OV-10F Bronco, A-4
Skyhawk dan F-5E/F Tiger II dalam jumlah yang sudah tidak memadai serta
F-16 Fighting Falcon dalam jumlah yang relatif masih memadai.
Di penghujung dasawarsa tahun 1990-an itu Departemen Pertahanan
sesungguhnya sudah membahas rencana pembelian pesawat tempur untuk
memodernisasi kekuatan udara. Hawk 109/209, turunan Hawk Mk.53, amat
santer disebut.Pesawat itu sudah mendapat “green lamp” Menristik dan
Dirit IPTN (kini Dirgantara Indonesia), Prof.Dr.BJ.Habibie, satu-satunya
pembantu Presiden yang mempunyai kekuatan untuk menentukan pembelian
pesawat tempur di Indonesia.
Mk.53 yang dipercanggih
Kelak, pada kenyataannya, RI hanya membeli 40 unit.Dari jumlah itu, 8
unit berasal dari versi latih, yakni Hawk 109.Selebihnya 32 unit dari
versi tunggal, Hawk 209. Pesawat-pesawat itu datang bertahap antara
tahun 1996 sampai tahun 1999. 20 unit (4 Hawk 109 dan 16 Hawk 209)
ditempatkan di Skadron 12 Lanud Pekanbaru, Riau, Sumatera.Sementara 20
lainnya ditempatkan di Skadron Udara 1 lanud Supadio, Pontianak,
Kalimantan Barat.
Pengalaman yang impresi yang mendalam atas Hawk Mk.53 bagaimanapun
akan ikut menentukan respon pasar, Itu sebabnya BAE tak mau mengubah
banyak tampang pesawat tempur latih ini, hingga sepintas masih ada
kemiripan diantara keduanya..
Hawk 109/209 dilengkapi dengan Radar Warning Receiver pada sirip
tegaknya dan radar AN/APG-66 pada hidungnya serupa dengan yang bab dalam
hal digunakan F-16 A/B.Sebab edalam hal persenjataan, Hawk 109/209
menjadi lebih mematikan karena mampu menggotong dua rudal
AIM-9-L/P-4-Sidewinder di bawah sayap dan dua rudal lagi di ujung
sayapnya.
sejarah perang