Pages

Sunday, 4 August 2013

Jenderal Doktor ke Pucuk TNI, Siapa Moeldoko?

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Moeldoko, 
  Masa jabatan Panglima TNI Laksamana Agus K Suhartono berakhir Agustus ini. Dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengajukan nama penganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dia adalah Jenderal Moeldoko, yang baru diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 20 Mei 2013.
Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, Kamis 1 Agustus 2013 menegaskan bahwa nama Jenderal Moeldoko sudah melewati serangkaian proses internal TNI dan juga sejumlah pertimbangan dari pemerintah. “Dan akhirnya nama Pak Moeldoko yang diajukan,” ujar Julian.
Salah satu pertimbangan itu tentu saja adalah Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004. Pasal 13 undang-undang itu menyebutkan bahwa Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap angkatan, yang sedang atau pernah menjabat kepala staf. Dan untuk saat ini memang giliran angkatan darat.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, Selasa 30 Juli 2013, menyampaikan bahwa mereka sudah menerima surat pengajuan nama Moeldoko itu. Surat dari presiden itu diterima 23 Juli 2013. Pengajuan itu akan dibahas dalam paripurna dan akan diteruskan ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Di Senayan, Jenderal Moeldoko akan melewati serangkaian proses. "Nanti akan dilanjutkan oleh Komisi I DPR untuk melakukan fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan)," kata Priyo. Uji kepatutan dan kelayakan akan digelar 20 Agustus ini.
Dan Priyo menyambut baik pengajuan nama Moeldoko itu. Sebab Moeldoko, katanya, merupakan salah satu jenderal yang netral. Menjelang dan proses Pemilu 2014, memang diperlukan seorang  Panglima TNI yang sanggup berdiri di tengah-tengah demi kepentingan bangsa. Tidak memiliki keterkaitan dengan kepentingan politik praktis.
Sambutan baik juga datang dari Wakil Ketua Komisi I Bidang Pertahanan, Tubagus Hasanuddin. Politisi PDI Perjuangan itu menilai, Moeldoko sudah memenuhi syarat sebagai calon Panglima TNI, memimpin kekuatan yang menjaga kesatuan dan keragaman Indonesia itu.
Meski baru menjabat sebagai KSAD Mei lalu,  menggantikan Jenderal TNI (Purnawirawan) Pramono Edhie Wibowo yang kini ikut konvensi Capres Partai Demokrat, pengajuan Moeldoko sebagai Panglima TNI itu sudah sesuai dengan Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. Prestasi dan karir militernya juga sudah sangat panjang.
Moeldoko lahir di Kediri, 8 Juli 1957. Sudah menempati sejumlah posisi strategis di militer. Dia lulus dengan predikat terbaik dari Akademi Militer pada 1981. Setelah lulus dari akademi itu, menduduki jabatan strategis, Wadan Yonif 202/Tajimalela.
Dari sana dia terus melejit. Dipercaya sebagai Komandan Yonif Infanteri 201/Jaya Yudha, lalu menjadi Dandim 0501 BS Jakarta Pusat, dan dipercaya menjadi Sespri Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, dan Pabandya-3Ops PB-/Sospad.
Tangga karir militernya berjalan cepat. Sepanjang tahun 2010 peraih bintang Adhi Makayasa ini menduduki tiga posisi penting. Tiga kali rotasi. Diangkat menjadi Panglima Divisi 1/Kostrad, lalu Panglima Kodam XII/Tanjungpura, dan kemudian menjadi Panglima Kodam III/Siliwangi.
Saat memimpin pasukan Siliwangi, Moeldoko sempat dikaitkan dengan apa yang disebut-sebut sebagai “Operasi Sajadah”, operasi yang disinyalir “pengislaman” pengikut Ahmadyah. Tapi soal ini sudah dibantah keras. “Pangdam Siliwangi sudah lapor kepada Panglima TNI, tidak ada operasi itu,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Iskandar Sitompul, Maret 2011.
Menteri Koordinator Bidang Polkam Djoko Suyanto juga membantah adanya 'Operasi Sajadah' itu. TNI, katanya, termasuk Panglima Kodam tidak pernah melarang seseorang  menganut kepercayaan tertentu. "Pemerintah tidak berhak membungkam atau melarang kepercayaan seseorang," kata Djoko Suyanto di Kantor Presiden, 15 Maret 2011.
Dari Siliwangi itu, Moeldoko dipercaya mengemban jabatan wakil gubernur Lemhanas. Berselang dua tahun, Februari 2013, ia ditunjuk sebagai wakil KSAD. Empat  bulan kemudian, 22 Mei 2013, ia terpilih menggantikan Pramono Edhie sebagai KSAD yang ke-30.
Selain tekun menimba ilmu kemiliteran, Moeldoko meneruskan pendidikan di perguruan tinggi. Dia meraih gelar Doktor (S-3) jurusan Administrasi Negara dari Universitas Indonesia.
Ditemui dalam pembukaan bazar murah di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta, Kamis 1 Agustus 2013, Jenderal Moeldoko mengaku siap menjabat Panglima TNI. "Siaplah. Prajurit dengan segala kondisi apapun, siap," katanya tegas. Tapi saat ini, dia menambahkan, fokus utamanya adalah menjalankan tugas sebagai KSAD.
Moeldoko sempat menyampaikan rencananya untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit dengan mengupayakan kenaikan remunerasi yang diterima para prajurit. "Minimal 15 persenlah. Semakin cepat, ya semakin bagus," katanya.
Pesan untuk Moeldoko
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso meminta agar setelah resmi menjabat Panglima TNI, langkah pertama yang harus dilakukan Moeldoko adalah pengurangan jumlah prajurit TNI, agar tidak membengkak. Saat ini, kata Priyo, jumlah tentara kita sudah hampir 500 ribu.
"Pengurangannya jangan dipangkas atau pensiun dini, tetapi pada sistem perekrutan saja," ujar Priyo. Dengan begitu TNI lebih efektif dan efisien dan kesejahteraan mereka baik. Moeldoko juga diminta untuk segera mengganti Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dengan yang lebih modern. Peralatan perang TNI saat ini sudah jauh tertinggal dari negara lain.
Anggota Komisi I, Susaningtyas Kertopati, menekankan bahwa meskipun berasal dari Angkatan Darat, Jenderal Moeldoko harus bisa memahami dan menyempurnakan Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) ketika menjadi Panglima TNI nanti.
Pemenuhan alat sistem pertahanan, katanya, haruslah teranggarkan dengan baik dan dengan tata cara yang dapat diterima pihak manapun. Hal ini penting agar TNI AL dan AU mampu menghadapi potensi ancaman keamanan dari laut dan udara.
Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin, menuturkan ada lima poin penting yang harus diselesaikan Panglima TNI yang baru. Pertama, meningkatkan disiplin TNI yang dianggap makin merosot dengan adanya kasus penyerangan Lapas Cebongan dan perkelahian antaranggota TNI dengan Polri. Kedua, meningkatkan profesionalisme prajurit. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Keempat, meneruskan reorganisasi TNI melalui program Minimum Essensial Force. Kelima, menjaga netralitas TNI dan menyelesaikan perangkat-perangkat lunak TNI sesuai dengan undang-undang.  "Antara lain menuntaskan soal bisnis TNI, peradilan umum untuk militer, hukum disiplin militer, doktrin-doktrin TNI yang sesuai dengan teknologi dan hak asasi manusia, dan pembinaan karir,” katanya.