Sunday, 4 August 2013
Tantangan Menggelar Operasi Tempur Terbuka
Saya tidak mengucapkan kehendak saya saja, tetapi tiap-tiap perkataan yang saya ucapkan ini didukung sepenuhnya oleh segenap rakyat Indonesia. Dan jikalau saya memberikan komando, sebenarnya bukan komando dari Soekarno kepada Rakyat Indonesia sebenarnya bukan komando dari Presiden Republik Indonesia kepada rakyat Indonesia, sebenarnya bukannya komando dari Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, bukan komando dari pada Panglima Besar Pembebasan Irian Barat kepada rakyat Indonesia. Tidak! Tapi sebenarnya adalah komando dari rakyat Indonesia kepada rakyat Indonesia sendiri. Tidaklah benar jika saya katakanabahwa inilah kehendakmu sendiri. Saudara-saudara rakyat Indonesia?”
“Maka oleh karena itu, hei segenap rakyat Indonesia, mari sebagai tadi saya katakana gagalkan ini usaha fihak Belanda untuk mendirikan “negara Papua”, kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Siap sedia di dalam waktu yang singkat pada komando untuk mengadakan rnobilisasi umum daripada rakyat Indonesia untuk membebaskan sama sekali Irian Barat itu daripada cengkeraman imperialism Belanda!” Itulah salah satu kutipan dari buku “25 Tahun Trikora” yang digelorakan oleh Presiden Sukarno sewaktu mengumandangkan Trikora di lapangan Alun-alun Utara, Yogyakarta, 19 Desember 1961 yang dihadiri lebih dari satu juta orang. Sejumiah di antaranya adalah perwira muda yang baru luIus dari Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang dan dilantik oleh Presiden. Perintah itu kendati bermakna komando dari rakyat untuk rakyat, jelas merupakan perintah langsung bagi Angkatan Bersenjataa RI untuk mengambil tindakan secepatnya guna menyiapkan kekuatan tempur untuk membebaskan Irian Barat.
Dengan melihat fakta dilapangan bahwa untuk memasuki daratan Irian Barat hanya bias ditempuh lewat laut dan udara, kekuatan Angkatan Udara RI serta Angkatan Laut RI (TNI AL) harus bekerja keras. Apalagi pada saat itu, khusus kekuatan tempur ALRI yang tersedia hanya bias memenuhi 30% dari kebutuhan, meskipun unsur angkutan lautnya mencapai sekitar 60%. Sedangkan kekuatan udara hanya terdiri dari empat buah pembom jenis TU-16, 6 IL-28, 6 B-25/B-26. 12 MIG -17, 6 P-51 Mustang, 5 C-130 Hercules, dan 20 C-47 Dakota.
Penggalangan Kekuatan
Untukniemenuhi kebutuhan persenjataan“ karena pemerintah sudah mefnililci perhitungan bahwa pada suatu saat Irian Barat harus dibebaskan secara fisik (militer), sebelum Trikora dikumandangkan langkah untuk menyediakan senjata dan pasukan tempur sudah dilaksanakan.
Persiapan itu adalah sistem pertahanan keamanan nasional berupa Perlawanan Rakyat Semesta dengan Angkatan Bersenjata sebagai intinya dan telah dilengkapi alutsista yang dapat mengimbangi militer Belanda. Suatu penandatangan pembeli- an senjata atas dasar kredit jangka panjang dengan Uni Soviet (Rusia) telah dilaksanakan pada akhir tahun 1960. Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keamanan Nasional Ienderal Abdul Haris Nasution. Pembelian senjata tersebut bahkan merupakan pembelian terbesar yang dapat dipergunakan untuk penambahan kebutuhan kekuatan untuk laut, darat, dan udara.
Dalam kondisi kepepet karenayharus memenuhi persenjataan yang nilainya sangat besar, konon ketika Presiden Sukarno ditanya bagaimana cara mernbayarnya nanti , hanya dijawab enteng, “Kemplang saja!” Sambil mengusahakan persenjataan yang kemudian dibeli dari Soviet dan Inggris, struktur komaiido tempur Trikora pun dibentuk ke dalam Komandoa‘ Mandala. Mayor Ienderal Suharto yang keinudian menjabat sebagai Panglima Komando Mandala pun memiliki pendapat sendiri ketika hanya diberi waktu selama enam bulan untuk mempersiapkan sebuah rencana operasi militer.
“Markas Komando didirikan di Makassar (Ujung Pandang). Saya tahu, ini ujian yang paling besar. Ditentukan, paling lambat tanggal 17 Agustus 1962 bendera Merah Putih sudah harus berkibar di Irian Barat. Ini berarti, saya cuma diberi waktu tujuh bulan. Tetapi saya taat saja, saya tunduk kepada perintah”. Alasan Mayjen Suharto sangat masuk akal karena Komando Mandala yang dipimpinnya merupakan komando gabungan yang mempunyai tugas pokok mempersiapkan serta melaksanakan operasi-operasi militer untuk mengembalikan Irian Barat kedalam kekuasaan Republik Indonesia.
Wilayah opersai Komando Mandala mencakup kawasan yang terbentang luas dari Bujur 115 derajat sampai Bujur 141 derajat Timur dan Lintang 5 derajat Utara hingga 10 derajat Selatan. Luas kawasan Mandala tersebut mencakup areal 2.400 km kali 1.900 km atau sekitar 5.510.000 km persegi. Kawasan seluas itu, yang harus direbut melalui operasi militer, yang mau tak mau secara besar-besaran, ternyata lebih dari (9.975.000 km’) setengah luas Wilayah Indonesia. Wilayah yang dikuasai Komando Mandala selama ini biasa disebut denganistilah wilayah Indonesia bagian Timur. Mencakup kawasan laut, darat, dan udara dari empat Komando Daerah Militer (Kodam), dua Komando Daerah Maritim (Kodamar) serta dua Komando Regional Udara (Korud).
Dengan mempelajari luasnya wilayah yang harus dikusasi oleh militer Indonesia, maka bias disimpulkan bahwa tuj uh puluh persen dari kekuatan Nasional akan dikerahkan untuk Operasi dan usaha perang Pembebasan Irian Barat. Upaya untuk menggalang kekuatan dari segala bidang memang harus segera dilakukan.
Apalagi perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah konfrontasi di semua bidang terhadap Belanda dkk. Konfrontasi di bidang militer dilakukan sesuai dengan perkembangan diplomasi sekaligus memperhitungkan dinamikan politik, ekonomi, dan sosio psikologis masyarakat RI.
Sambil terus menggalang kekuatan dari berbagai sumber, baik militer dan maupun sipil, kapal perang ALRI dan sipil, APRI telah melancarkan operasi infiltrasi lewat udara dan laut. Infiltrasi lewat laut bahkan berlangsung penuh semangat dan melibatkan kapal-kapal kecil seperti MTB dan kapal selam. Infiltrasi dengan kapal kecil tidak selaluberjalan mulus, dalam sejumlah misi penyusupan kapal-kapal perang ALRI bahkan diserang oleh pesawat tempur dankapal perang Belanda.
Salah satu penyergapan oleh kapal-kapal perang dan pesawat tempur Belanda bahkan mengaki batkan tenggelamnya RI Macan Tutul serta gugurnya perwira senior, Komodor Yos Sudarso. Namun gugurnya Komodor Yos Sudarso dan puluhan pelaut lainnyé tidak membuat seman gat tempur pasnkan Komando Mandala surut justru makin berlitobar-kobar. Kapal-kapal pefang ALRI pun melanjutkan lagi penyusupan dan pengintaian Kegiatan untuk menyusupkan ke wilayah Irian Barat meningkat seiring dengan Operasi ]ayawi yang akan digelar pada bulan 1962.
Meskipun kemudian Operasi Jayawijaya dibatalkan karena Belanda memilih menyeselesaikan masalah Irian Barat secara damai. Beberapa hari menjelang Operasi Iayawijaya digelar, pada 14 Agustus 1942, seluruh 10 kompi telah berhasil cliinfiltrasikan ke daratan Irian Barat, baik lewat udara maupun laut. Dengan demikian, daerah defacto RI telah tercipta di tempat dan unsur-unsur kekuasaan Pemerintah RI juga telah diletakkan sesuai rencana operasi Komando Mandala. Dalam peran ini Komando ALLA telah aktif sekali melakukan pengintaian pengintaian dan menemukan kelemahan-kelemahan system pertahanan laut Belanda.
sejarah perang