"Saya terus menjalin komunikasi dengan Sekjen PBB dan sejumlah kepala negara untuk mencari solusi mengakhiri konflik Suriah ini," kata Presiden SBY di dalam pesawat kepresidenan dari penerbangan St Petersburg menuju Dubai dan Jakarta, Sabtu.
Dalam pertemuan pemimpin dunia di G-20 Petersburg, Rusia, Presiden menyampaikan opsi penyelesaian konflik Suriah, di luar opsi yang kini berkembang, yakni opsi militer dan opsi diplomasi. Menurut Presiden, harus ada opsi alternatif, yakni gencatan senjata antara pemerintah Suriah dan oposisi.
Di Petersburg, kepada Sekjen PBB, Ban Ki Moon yang didampingi utusan khusus PBB untuk Suriah dan Liga Arab, Lakdhar Brahimi, Presiden menyarankan DK PBB segera memutuskan gencatan senjata dan memberi mandat pasukan perdamaian. Setelah gencatan senjata dilaksanakan atas mandat PBB, dilanjutkan pengalokasian bantuan kemanusian, dan penyelesaian politik yang transparan oleh rakyat Suriah.
Presiden mengatakan, kemampuan Indonesia untuk menyelesaikan konflik Suriah ini terbatas. Indonesia bukan negara super power, bukan pula negara yang memiliki hak veto, juga bukan anggota DK PBB. Namun, sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menghindari tragedi kemanusiaan di Suriah.
"Saya terus bekerja, melakukan dialog, komunikasi dengan sejumlah pemimpin negara berpengaruh. Namun perlu juga dipahami bahwa posisi Indonesia tidak cukup kuat untuk penyelesaian konflik ini, namun kita tidak berdiam diri saja," ujar Presiden.
Sehari sebelum kembali dari Rusia, Presiden SBY bertemu Sekjen PBB Bang Ki Moon di St Patersburg, Rusia. Presiden menegaskan penyelesaian konflik Suriah tidak tepat melalui kekuatan militer. "Tidak tepat aksi militer untuk tujuan menghukum atau mencegah senjata kimia di Suriah tanpa kesepakatan PBB. Kekuatan militer bukan solusi yang baik, kita tidak menghendaki solusi itu," ujar Presiden dalam jumpa pers usai KTT G-20 di St Petersburg.
Konflik Suriah menjadi perhatian besar pertemuan pemimimpin puncak G-20 di Petersburg. Apalagi, semua pemimpin negara yang memiliki hak veto PBB hadir dalam pertemuan tersebut, yakni Presiden AS, Presiden Rusia, Presiden China, PM Inggris, dan Presiden Prancis. Lima negara pemilik hak veto tersebut mempunyai pandangan berbeda dalam penyelesaian soal Suriah ini, ada yang setuju kekuatan militer, ada yang menolak.
Rusia salah satu penentang penggunaan kekuatan militer. Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan, serangan terhadap Suriah tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB, sama artinya melakukan agresi militer. Putin juga menyebutkan, pemimpin Suriah Bashar al Assad tidak mungkin menginzinkan pasukannya menggunakan senjata kimia.
Para analis menduga, Presiden Barack Obama berupaya meyakinkan negara-negara G-20 untuk menyetujui rencana AS menyerang Suriah dengan alasan senjata kimia. Namun, upaya ini disambut dingin. Para pemimpin dunia yang hadir di KTT ini cenderung menyerahkan soal ini ke Dewan Keamanan PBB dan mendorong penyelesaian politik daripada kekuatan senjata.
Presiden Dewan Eropa, Herman Van Rompuy di St.Petersburg menyatakan, solusi memnyelesaikan persoalan Suriah bukan dengan kekuatan militer. "Jangan ada solusi militer, hanya penyelesaian politik yang dapat menghentikan konflik di Suriah," katanya.
Seruan serupa juga disampaikan Presiden Komisi Eropa, Jose Barroso. "Uni Eropa berkeyakinan bahwa harus ada upaya keterlibatan melalui solusi politik bagi konflik tersebut," kata Barosso.
jurnas