Bahkan, Guru Besar dan pakar hukum Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana SH LLM PhD mengatakan, pemimpin Koalisi Liberal-Nasional (aliansi sayap kanan) ini seperti menganggap Pemerintah Indonesia layaknya "tentara bayaran."
"Melalui rencana program penanganan penyelundupan manusianya, Abbott seperti menganggap pemerintah dan rakyat Indonesia layaknya tentara bayaran yang rela melakukan pekerjaan kotor demi uang," tegas Profesor Hikmahanto, seperti dalam rilis yang diterima Redaksi Tribunnews.com, Minggu (8/9/2013).
Dalam kampanyenya, Tony Abbott memang menjanjikan bakal menggelontorkan dana 420 Juta Dolar Australia untuk penanganan penyelundupan manusia.
Tapi, kata Hikmahanto, kalau didedah, program itu melecehkan kedaulatan Indonesia. Sebab dalam kampanyenya, Tony menjelaskan pemerintah Australia akan menggunakan uang itu untuk membeli kapal-kapal nelayan, memberi insentif uang kepada masyarakat, dan kepala desa yang memberi informasi.
Bahkan, sambungnya, Abbott ingin menggunakan dana itu untuk menempatkan polisi Australia di Indonesia.
"Abbott membuat program tersebut, seolah Indonesia bagian dari negara Australia yang tidak memiliki kedaulatan," tutur Hikmahanto.
Seharusnya, kata dia, Tony Abbott harus mengajak pemerintah Indonesia terlibat dalam pelaksanaan program penanganan penyelundupan manusia tersebut.
Karenanya, sambung Hikmahanto, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera memberikan respons terhadap rencana program Abbott tersebut.
"Bila ini (program Tony Abbott) terjadi dan tak direspons, sungguh disayangkan karena Presiden SBY di masa-masa akhir pemerintahannya akan mendapat label negatif," tandasnya.
Tribun