PT. DI memberikan opsi Typhoon, karena PT. DI melihat bahwa produsen Typhoon bersedia berbagi teknologi. Jika pemerintah Indonesia menuruti opsi dari PT. DI dan akhirnya memilih Typhoon, Pemerintah Indonesia harus meminta jaminan dari PT. DI bahwa ditahun 201*, PT. DI sudah bisa membuat pesawat tempur sendiri. tentunya dengan kualitas tidak jauh dari spesifikasi Typhoon.
Jika ternyata di tahun yang sudah ditentukan PT. DI gagal, tentunya harus ada yang bertanggung jawab atas kegagalan itu dan recomendasi dari PT. DI untuk pembelian Typhoon perlu di selidiki oleh BIN dan KPK.
Secara serampangan, pilihan para pilot TNI AU itu juga perlu diperhatikan, mereka cenderung memilih SU-35. Sebagai orang yang memang dilatih dan dididik menjadi pilot tempur dengan segala resikonya, para pilot TNI AU itu lebih mengerti dan lebih memahami medan pertempuran udara yang mungkin kelak mereka hadapi. Para pilot TNI AU tentunya ingin memenangkan setiap insiden pertempuran udara karena kalau mereka kalah berarti nyawa mereka sendiri sebagai taruhannya.
Sangat wajar para pilot cenderung memilih SU-35 karena Australia membeli F-35 dalam jumlah yang efective ( kisaran 75 – 100 ) dan Singapura juga membeli F-35 ( kisaran 45 – 75 ) selain itu mereka juga mempunya F-18 dan F-15. Jika tetangga membeli F-35, tentunya akan terbuka peluang mereka juga akan membeli F-22.
Jika Indonesia membeli SU-35 dan dikemudian hari ternyata tetangga mempunyai F-22, Indonesia “tinggal melanjutkan” membeli SU-T50 Pakfa. itu juga berlaku untuk negara-negara eropa anggota NATO, jika ternyata pesawat NATO semacam Typhoon dan Rafale banyak yang rontok atau ketinggalan teknologinya, mereka tinggal telpon ke Amerika agar mengirim F-35 atau F-22. itu mudah karena NATO adalah sekutu amerika.
Karena konsorsium eropa “sudah menawarkan” ToT pesawat tempur Typhoon walau agak “aneh” karena tiba-tiba royal berbagi teknologi, mungkin Typhoon perlu dibeli dalam jumlah minimal seperti yang disyaratkan produsennya agar PT. DI mampu berkembang dan memproduksi pesawat tempur sendiri sekaligus untuk opsi cadangan IFX korea selatan.
Jika Typhoon sudah menawarkan ToT, untuk pesawat tempur SU-35, sepertinya pemerintah Indonesia harus berusaha dan memaksa Russia untuk berbagi teknologinya, mungkin dengan membeli dalam jumlah lebih banyak, bekerja sama dalam banyak hal, peluang itu ada karena Russia juga memerlukan partner dalam segala bidang setelah hubungan Russia dengan NATO dan USA bermasalah.
Dengan membeli SU-35 dalam jumlah sekitar 4 sampai 6 skadron, Indonesia akan memperoleh keuntungan ganda.
Keuntungan Pertama adalah : Dengan Skill pilot Indonesia yang terkenal handal, dengan Su-35, maka Indonesia akan mempunya skadron pemukul kelas berat yang mampu membuat tetangga meriang, panas dingin, muntah-muntah dan kadang kencing di celana.
Keuntungan Kedua adalah :
Untuk keutungan ke-2 tolong dipikirkan sendiri karena sudah waktunya saya sarapan dan minum susu dulu. (by Mbah Moel).
jkgr