Pages

Wednesday, 9 April 2014

`Satelit Indonesia Ini Bikin Singapura dan Malaysia Gentar`

TNI bertekad mandiri, dengan mengembangkan alat utama sistem pertahanan (alutsista) buatan anak negeri.
 
 
 Jakarta TNI bertekad mandiri, dengan mengembangkan alat utama sistem pertahanan (alutsista) buatan anak negeri.  Agar militer Indonesia tak perlu bergantung dengan negara lain. Salah satunya adalah nano satelit. Teknologi ini tak main-main.

Rektor Universitas Surya, Professor Yohanes Surya mengatakan dengan diciptakannya nano satelit dapat membuat negara tetangga gentar dengan kekuatan militer Indonesia. Sebab, nano satelit dapat memantau tanpa diketahui pihak lawan.

"Singapura dan Malaysia pada ketakutan. Lagi digarap yang ada gambar, sekarang baru teks saja. Ini baru tahap awal," ujar Surya kepada Liputan6.com, di Mabes AD, Jakarta, Senin (7/4/2014).

Menurut Surya, dalam pengembangan teknologi tersebut 5 tahun ke depan, nano satelit akan memiliki ukuran seperti kutu. Saat ini, nano satelit berukuran 10 x 20 cm dengan berat 1 kilogram.

"Kalau sekarang bisa tahan sampai ketinggian 500 km bahkan sampai 1 ribu km jika dipakai peluncur. Nanti bisa lebih jauh, bila bahan dasarnya karbon, bisa 20 kali kekuatannya," terang Surya.

Penggagas 'Semesta Mendukung' itu mengatakan pula nano satelit bisa menjadi cikal bakal sistem operasi sendiri untuk menghindari sadapan. Selain itu, Surya menuturkan TNI AD bakal mampu menciptakan sistem komunikasi melalui telepon genggam buatan sendiri.

"Ada sistem secure, HP bisa bikin sendiri di mana security kuat sekali.  Itu berguna untuk komunikasi dan pemantauan, kalau beli satelit nggak bakal bisa seperti itu," imbuhnya.

Agar teknologi militer Indonesia menjadi salah satu yang diperhitungkan di dunia, ia meminta agar penerus dari Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman untuk melanjutkan program kerja sama ini. Budiman yang akan masuk masa pensiun pada September mendatang, menjanjikan program kerja sama ini akan dilanjutkan, bahkan oleh penerusnya.

Ada 15 teknologi yang dikembangkan. Total anggaran mencapai Rp 31 miliar. Biaya itu dinilai Budiman jauh lebih menghematkan negara daripada membeli dari asing. (Yus Ariyanto)

Liputan6