Harusnya Australia memahami hukum laut internasional UNCLOS tahun 1982
(REUTERS/Australian Defence Force)
Hal itu diungkap Untung kepada VIVAnews saat dihubungi
pada Selasa malam, 22 April 2014. Menurut dia, Australia kala itu
mengungkapkan adanya perbedaan teknis dalam hal penetapan garis
pangkal.
"Australia itu kan negara benua (kontinen) sementara RI merupakan
negara kepulauan, sehingga hal itu berdampak pada perbedaan penarikan
garis pangkal pantai. Indonesia menarik garis pangkal dari pulau-pulau
terluar, sedangkan Australia menarik garis pangkal dari pantai mereka,"
papar Untung.
Hal itulah yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi. Namun,
menurut Untung perbedaan persepsi itu seharusnya tidak perlu terjadi,
karena Negeri Kanguru turut meratifikasi hukum laut internasional UNCLOS
tahun 1982.
"Harusnya mereka memahami ya isi UNCLOS 82 itu," kata Untung.
Berangkat dari pengalaman itu, TNI AL lantas menempatkan kapal operasi di titik-titik yang kerawanannya tinggi.
Namun, menurut sumber VIVAnews di TNI AL, penyebab
perairan Indonesia kerap dapat diterobos oleh kapal AL Australia,
lantaran secara rasio jumlah armada yang mereka miliki tidak sebanding
dengan luas pantai yang menjadi titik lokasi paling rawan. Sumber itu
mengatakan TNI AL hanya memiliki 160 kapal untuk berada di garis
terdepan pantai yang memiliki panjang 81 ribu kilometer.
"Padahal idealnya, TNI AL memiliki 500 armada untuk menjaga perairan di seluruh kepulauan Indonesia," ujar sumber tadi.
Dari 500 armada itu, sebanyak 25 persen seharusnya terdiri dari
kapal fregat dan 75 persen armada pendukung untuk fungsi patroli.
Ditanya soal pemecatan seorang kapten AL Australia akibat
penerobosan itu, Untung mengatakan Negeri Kanguru berarti memiliki
komitmen yang baik dari segi politik.
"Diplomasi mereka pun terhitung bagus untuk mengatasi pelanggaran batas perairan ini," ujar dia.
Dalam peta navigasi kapal yang dilihat harian Guardian Australia,
Ocean Protector masuk hingga 9 kilometer dari laut teritori Indonesia
dan bisa terlihat 27 kilometer dari tepi pantai Pelabuhan Ratu.
Kendati tidak disebut secara spesifik, namun Menteri Imigrasi
Australia, Scott Morrison, pada Januari kemarin telah mengaku dan
meminta maaf karena personilnya telah melanggar batas perairan
Indonesia.
"Saya harus menekankan bahwa hal itu terjadi secara tidak sengaja
dan tanpa sepengetahuan mereka atau bentuk sanksi dari Pemerintah
Australia," ujar Morrison saat itu.
Juru bicara bagian Pabean dan Perlindungan Perbatasan Australia
(ACBPS), menyampaikan kepada Guardian bahwa tidak ada bukti bahwa kapal
Ocean Protector tahu dengan baik batas kepulauan yang dimiliki
Indonesia. Mereka baru mengetahui bahwa perhitungan kru AL soal titik
batas Indonesia keliru setelah dilakukan peninjauan ulang. (adi)
viva.co.id