Pages

Tuesday, 8 July 2014

Operasi Batal di Bulan Mati dan Presiden yang Marah

Jakarta - Pada April 2011 lalu pasukan gabungan TNI dari Denjaka, Sat 81 Gultor, Pasukan Katak, Tontainpur Kostrad bergerak menuju Laut Arab. Tujuannnya satu, membebaskan MV Kudus dan belasan ABK yang ditawan bajak laut Somalia.

Dalam buku berjudul 'Satgas Merah Putih: Memburu Perompak Somalia' yang diterbitkan Markas Komando Korps Marinir, terungkap sejumlah kisah di balik pembebasan itu.

Seperti dikutip detikcom, Jumat (4/7/2014) operasi pembebasan itu tersamar dalam Satgas Muhibah Duta Samudera 2011. Pasukan TNI dengan peralatan tempur mulai dari helikopter, amphibi sampai sea rider ikut diterjunkan.

Ada ratusan personel TNI yang dilibatkan termasuk dari BIN dan intelijen TNI. Operasi militer ini penting disamarkan demi keamanan para ABK.

Pasukan TNI bergerak secara bergelombang dengan kapal dan pesawat. Pasukan yang turun dari pesawat bergabung di Srilanka dengan kapal. Semua dilakukan diam-diam jauh dari pemberitaan.

Posisi pesawat MV Kudus juga sudah diketahui bersandar di El Dhanan, tak jauh dari markas para perompak Somalia itu di kawasan Laut Arab.

"Dansatgas Muhibah dan Dansatgas Gultor merencanakan operasi yang akan dilakukan pada 15 April 2011," tulis di buku itu.

Penetapan tanggal itu dipilih setelah dilakukan perencanaan dan pemetaan. Tanggal itu bulan mati dan laut dalam keadaan tenang. Apalagi pada 10 April Panglima TNI Agus Suhartono sudah menelepon agar bergerak ke lokasi dan melakukan pembebasan.

"Awak KRI melakukan latihan penembakan meriam 20 mm dan 76 mm dengan sasaran terapung," tulis buku itu.

Namun apa yang terjadi belakangan, operasi dibatalkan. Pada 11 April pukul 15.30 LT, Panglima TNI menelepon dan meminta agar pasukan stand by karena negosiasi masih dilakukan. Pasukan tak diizinkan mengambil alih MV Kudus dan membebaskan sandera.

"Sambil menunggu negosiasi, Panglima TNI memerintahkan agar Satgas melakukan pengawalan KM Labobar dari Jakarta ke Jeddah guna menjemput TKI," tulis buku itu.

"Tidak ada yang tahu secara pasti kenapa rencana penyerbuan dan penyelamatan itu dibatalkan, dan atas dasar pertimbangan apa dalam mengambil keputusan. Pertanyaan itulah yang membingungkan Satgasgultor TNI (tim pembebas sandera-red) yang dipimpin Kolonel Marinir Suhartono bahkan membuatnya gemas dalam penantian," tulis buku yang terdiri atas 10 bab ini.

Dalam buku yang ditulis Emir Saufat itu juga mengungkapkan kemarahan Presiden SBY kala tahu operasi tak kunjung dilaksanakan, bahkan pasukan mengawal kapal TKI.

Pada rapat 16 April 2011 di Istana Cipanas yang dipimpin langsung Presiden SBY dihadiri antara lain Menko Polhukam Djoko Suyanto, Pangkostrad Letjen TNI Pramono Edhie Wibowo, Danjen Kopassus Mayjen TNI Lodewijk F Paulus, dan Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) M Alfan Baharudin, dalam buku itu diungkapkan kemarahan presiden.

"Ngapain lo ngawal Labobar," tulis di buku itu menirukan seruan presiden. Semua peserta terhenyak dan terdiam dengan reaksi presiden itu. Sebelum akhirnya ditenangkan dengan komentar Menhan Purnomo.

"Mestinya kalau sudah di depan mata ya sikat aja," tulis buku itu menirukan ucapan Menhan.

Emosi Presiden mencair ketika Dankormar Mayjen (Mar) Alfian membeberkan rencana penyerbuan dan penyelamatan sandera beserta awak kapal. Presiden juga dalam buku itu menyebutkan lebih suka dengan memilih opsi militer.

"Saya pribadi tidak suka dengan tuntutan perompak, demi merah putih saya memilih opsi militer. Bila perlu tambahkan satu Batalyon Marinir, KRI, dan laksanakan pendaratan untuk mencegah bantuan dari darat," tutur Presiden SBY seperti ditulis di buku itu.

Detik