Pages

Friday, 19 September 2014

Pertempuran Incheon, Sebuah Mahakarya Strategi Perang


Official U.S. Navy Photograph/Wikipedia Pulau Wolmi-do dihujani tembakan pada 13 September 1950, dua hari sebelum pendaratan amfibi di Incheon digelar. Gambar ini diambil dari geladak kapal perang AS USS Lyman K. Swenson yang salah satu meriam 40 milimeter-nya terlihat di latar depan.
 
— Kota Incheon, yang menjadi tuan rumah Asian Games 2014, kini dikenal sebagai kota terbesar ketiga Korea Selatan setelah Seoul dan Busan. Tak hanya itu, kota pelabuhan yang dibangun pada 1883 itu kini menjadi salah satu motor perekonomian Negeri Ginseng itu.

Kota berpenduduk 2,9 juta jiwa itu terus berkembang dan berkat jaraknya yang tak terlalu jauh dari ibu kota Seoul, Incheon kini membentuk wilayah metropolitan terbesar kedua di dunia ditilik dari jumlah penduduknya.

Kemajuan pesat Incheon ini seakan menghapus kehancuran kota itu saat menjadi salah satu ajang pertempuran paling hebat dalam Perang Korea (1950-1953), yang dikenal sebagai Pertempuran Incheon.

Pertempuran Incheon yang terjadi pada 15-19 September 1950 merupakan sebuah pendaratan amfibi untuk merebut kembali ibu kota Seoul yang diduduki pasukan komunis Korea Utara.

Pendaratan amfibi yang menggunakan nama sandi "Operasi Chromite" itu melibatkan 75.000 tentara dan 261 kapal perang. Pasukan koalisi PBB yang dipimpin Jenderal Douglas MacArthur berhasil merebut ibu kota Seoul dalam waktu dua pekan.

Latar belakang


Official U.S. Navy Photograph/Wikipedia Dalam peta ini terlihat rencana pergerakan pasukan PBB yang dipimpin Jendera Douglas MacArthur dalam Operasi Chromite untuk merebut kota pelabuhan Incheon.
Pertempuran Incheon ini diawali serangan kilat pasukan Korea Utara pada musim panas 1950 yang dengan keunggulan jumlah personel dan peralatan tempur berhasil mendesak dan mengepung militer Korea Selatan dan PBB ke sudut tenggara semenanjung Korea yang disebut "Pusan Perimeter".

Saat pasukan Korea Utara (NKPA) terus bergerak maju dan berusaha menghabisi pasukan Korea Selatan dan PBB di Pusan, Panglima Tertinggi pasukan PBB Jenderal Douglas MacArthur mengusulkan sebuah rencana pendaratan amfibi yang terbilang nekat.

Menurut perhitungan MacArthur, saat sebagian besar pasukan NKPA terkonsentrasi di sekitar Pusan, pasukan PBB akan didaratkan di wilayah yang dekat dengan Seoul dengan harapan bisa memotong jalur pasokan logistik NKPA yang nantinya akan membuat pasukan NKPA terjepit.

Meski pada awalnya banyak pihak meragukan keberhasilan rencana MacArthur itu, jenderal AS itu tetap kukuh pada pendiriannya. Maka dari itu, dimulailah "Operasi Chromite".

MacArthur kemudian memilih Incheon sebagai lokasi pendaratan yang meski terlindungi sebuah selat sempit, gelombang laut yang kuat, dan ombak yang tinggi, kota ini terbilang lemah pertahanannya.

Setelah mendapatkan lampu hijau dari Washington, MacArthur kemudian memilih marinir AS yang akan menjadi ujung tombak operasi nekat dan berbahaya ini.

Hari H di Incheon

Official U.S. Navy Photograph/Wikipedia Sebuah tank T-34 buatan Uni Soviet milik Tentara Rakyat Korea Utara (NKPA) dihancurkan pasukan marinir AS saat bergerak maju dari Incheon menuju Seoul pada September 1950.
Setelah cukup mengumpulkan data intelijen, pada 15 September 1950 pagi, pendaratan amfibi dimulai setelah sebelumnya kapal-kapal perang AS menghujani posisi-posisi pertahanan NKPA di Pulau Wolmi-do di depan pelabuhan Incheon.

Selanjutnya, pada sekitar pukul 6.30 waktu setempat, armada invasi yang dipimpin veteran pendaratan Normandia dan Teluk Leyte Laksamana Arthur Dewey Struble mendekati pantai mendaratkan batalyon ke-3 pasukan marinir ke-5 di pantai Pulau Wolmi-do.

Didukung sejumlah tank, marinir AS sukses merebut Pulau Wolmi-do pada tengah hari dengan hanya kehilangan 14 orang anggotanya. Pasukan inilah yang kemudian mempertahankan "pintu masuk" ke Incheon itu sambil menunggu bala bantuan.

Akibat gelombang laut yang kuat, pasukan pendaratan kedua baru bisa beraksi pada pukul 17.30. Beruntung pasukan baru itu dengan mudah bisa menguasai tembok laut yang terletak di sebelah utara Wolmi-do.

Setelah menguasai "pintu masuk" yang strategis itu, pasukan marinir AS kemudian merangsek menuju ke pusat kota dan memaksa pasukan NKPA di kota itu menyerah.

Pusat komando NKPA sama sekali tidak mengira pendaratan di Incheon ini karena sebelum serangan berlangsung AS menyebar informasi palsu bahwa pendaratan akan digelar di Kusan sehingga Incheon hanya dijaga sedikit pasukan.

Dampak dan hasil

Keberhasilan pendaratan Incheon ini membuat jalan pasukan PBB untuk merebut Seoul terbuka lebar. Pada 25 September 1950, pasukan PBB berhasil merebut Seoul setelah melewati perang dari rumah ke rumah yang sangat brutal.

Selain itu, keberhasilan pendaratan Incheon memicu keberhasilan pasukan angkatan darat AS ke-8 menerobos Pusan Perimeter dan memaksa NKPA melakukan gerak mundur yang panjang ke utara.

Keberhasilan pasukan PBB ini berlangsung hingga November 1950 ketika akhirnya pasukan China datang membantu NKPA yang mendesak pasukan PBB kembali ke wilayah selatan.

Dalam pendaratan Incheon sendiri, sebanyak 566 personel pasukan PBB tewas dan 2.713 orang lainnya terluka, sementara dari pihak NKPA sebanyak 35.000 personel tewas, terluka, atau tertangkap.

Banyak kalangan menganggap Pertempuran Incheon ini adalah salah satu pertempuran paling menentukan dalam Perang Korea. Sementara itu, banyak sejarawan menilai keberhasilan pendaratan Incheon ini merupakan salah satu mahakarya strategi perang sepanjang sejarah modern.

Kompas