Ibarat pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, menjelang tengah malam 16 Mei 2000, sekitar pukul 22.45 WIB, jadi akhir tragis dari kiprah salah satu kapal perang milik TNI AL. KRI Pulang Raweto 702, kapal penyapu ranjau dari Satran (Satuan Kapal Ranjau) Komando Armada Timur (Koarmatim) bertabrakan dengan MV Iris di Alur Pelayaran Barat Surabaya.
Akibat insiden tersebut, KRI Ratewo yang berbobot standar 500 ton tertabrak MV Iris pada buritan (bagian belakang) lambung kanan, sehingga jebol dan kemasukan air. Akibatnya, KRI Ratewo 702 tenggelam satu jam kemudian. Dari total 62 awak kapal, dikabarkan ada satu ABK yang tewas dalam kejadian naas tersebut. Lepas dari insiden itu, ada perasaan ingin tahu seputaran KRI Ratewo 702, pasalnya dirunut dari sejarahnya, kapal penyapu ranjau ini merupakan peninggalan era operasi Trikora di tahun 60-an, saat Indonesia gencar ingin mengganyang Belanda di Bumi Papua.
Tentu menjadi sebuah pengabdian yang panjang dari runtutan waktu pengabdiaan. Dari klasifikasi, KRI Ratewo 702 masuk dalam T43 Class. Dibuat untuk kebutuhan AL Uni Soviet pada era Perang Dingin di tahun 50-an hingga 60-an. Pihak Soviet memberi label penggarapan kapal ini sebagai Project 254. Rancangan awal kapal ini diajukan pasca Perang Dunia II rampung, yakni di tahun 1946. Kemudian desain di setujui pada 1948. Sebagai layaknya kapal penyapu ranjau, T43 Class dibuat dengan lambung yang terbuat dari material yang mampu mereduksi efek magnet, elektrik, dan akustik.
Total T43 Class telah di produksi sebanyak 178 unit. Nampaknya kapal penyapu ranjau ini lumayan populer di kalangan Negara-Negara sekutu Soviet, terbukti T43 Class juga di bangun secara lisensi di Polandia dan Cina. TNI AL (d/h ALRI) menerima enam unit T43 Class pada tahun 1962. Hingga akhirnya lewat ‘seleksi alam’ tinggal dua unit yang dioperasikan TNI AL, yakni KRI Pulau Rani 701 dan KRI Pulau Ratewo 702. Karena KRI Pulau Ratewo sudah karam, maka tinggal KRI Pulai Rani 701 yang kini masih beroperasi. Mengingat usianya yang sudah tergolong ‘lanjut,’ agak disangsikan kemampuan efektivitas deteksi sapu ranjau yang dimiliki KRI Pulau Rani 701.
TNI AL punya pengalaman men-downgrade kapal penyapu ranjau, contohnya pada Kondor Class, kapal sapu ranjau buatan Jerman Timur. Meski usianya jauh lebih muda dari T43 Class, oleh karena ada beberapa peralatan deteksi ranjau yang sudah tak berfungsi, seperti pada KRI Pulau Rondo 725 yang berganti identitas jadi KRI Kelabang 826, dan KRI Pulau Raibu 728 yang berganti nama jadi KRI Kala Hitam 828. Dari kapal penyapu ranjau, kedua kapal kini menjadi kapal patroli reguler. TNI AL memberi identitas nomer lambung 7xx dan nama Pulau untuk melabeli armada penyapu ranjau. Hingga kini, jenis kapal penyapu ranjau yang paling canggih milik TNI AL adalah Tripartite Class (KRI Pulau Rengat 711 dan KRI Pulau Rupat 712).
Kembali ke T43 Class, kapal penyapu ranjau ini mengandalkan teknologi Sweeps MT-1 dan MTSh untuk deteksi ranjau. Sementara ada bekal 4 pucuk kanon 37 mm (2×2) dan dua pucuk SMB (senapan mesin berat) 12,7 mm. Selain tugasnya menyapu ranjau, kapal ini pun dapat ditugasi melaksanakan operasi anti kapal selam, ditandai dengan adanya 1 depth charge thrower yang mampu melepaskan 32 ranjau dan bom laut.
Spesifikasi T43 Class
- Displacement: 500 tons standard, 569 tons full load
- Length: 58 meter
- Beam: 8,5 meter
- Draught: 2,15 meter
- Draft: 2,30 meter
- Propulsion: diesel engines 2200 hp
- Speed: 14 knots
- Range: 7.037.6 km at 10 knots