Selain itu, terdapat sonar, dan magnetometer untuk membedakan antara logam atau gundukan biasa.
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, Ridwan Djamaluddin mengakui; berkat peralatan mutakhir, sebenarnya pada hari pertama Baruna Jaya I telah menemukan objek dengan tinggi 3 meter di bawah laut tersebut, hanya karena tim menemukan jasad, maka hal itu menjadi prioritas mereka. Untuk memperlancar misi pencarian dan evakuasi, kapal menurunkan Remotely Operated Vehicle (ROV). Dengan ROV tersebut, Baruna Jaya akan mencari dan membantu evakuasi pesawat AirAsia QZ 8501.
Sistem ROV terdiri atas vehicle (atau sering disebut ROV itu sendiri), yang terhubung oleh kabel umbilical ke ruangan kontrol dan operator di atas permukaan air (bisa di kapal, rig atau barge). ROV dilengkapi dengan peralatan atau sensor tertentu seperti kamera video, transponder, kompas, odometer, bathy (data kedalaman) dan lain-lain tergantung dari keperluan dan tujuan surveinya.
Berdasarkan ukuran, berat dan kekuatannya ROV dapat dibagi menjadi lima yaitu Micro-ROV, Mini-ROV, light Workclass, Heavy Workclass, dan Trenching/burial.
Saat perang, ROV seringkali diturunkan sebagai pemusnah ranjau yang mampu mendeteksi objek di dasar laut.Angkatan Laut Amerika Serikat adalah yang pertama mengutilisasi ROV dalam bidang militer. Mereka mengembangkan ROV khusus untuk mengangkat ranjau-ranjau di dasar laut dan menggunakannya pada peristiwa hilangnya bom atom di Spanyol pada kecelakaan pesawat di tahun 1966.
Sebelum tragedi AirAsia QZ 8501, ROV juga digunakan untuk mengangkat black box Adam Air di perairan Majene Sulbar dari kedalaman laut 2.000 meter. Selain kapal Baruna Jaya milik BPPT, kapal perang TNI AL juga ada yang dilengkapi ROV, seperti pada duo kapal pemburu ranjau, KRI Pulau Rengat 711 dan KRI Pulau Rupat 712. Bahkan, kabarnya dua kapal hidro oseanografi terbaru TNI AL buatan Perancis, OCEA OSV190 SC WB juga akan dibekali ROV.(Indomiliter)