Negeri
Indonesia yang terdiri dari ribuan kepulauan memang menghadirkan
tantangan tersendiri soal pertahanan dan keamanan. Dengan alur perairan
yang sempit, membawa pasukan dan dukungan ofensif ke pedalaman merupakan
hal yang sulit. Kapal besar tidak masuk, jalan darat pun tidak ada. Apa
solusinya?
Pendekatan yang dilakukan
oleh PT Lundin Industry Invest sebagai spesialis pembuat kapal berbahan
komposit terhitung ekstrim dan tak tanggung-tanggung: membuat kapal
cepat yang mengusung kanon tank, ini merupakan gebrakan teknologi
pertama di dunia yang mampu menggentarkan lawan. Di dunia ini hanya
Rusia dengan Tral class dan Korea Utara dengan Sariwon Class yang melakukannya. Keduanya digolongkan sebagai korvet.
Dihadirkan dalam konferensi AVA (Armored Vehicle Asia) 2015 di Jakarta, PT Lundin menghadirkan maket konsep yang disebut X18 tank boat. Kapal yang mampu mengangkut 20 personel dan diawaki 4 orang ini menggunakan konsep desain catamaran
dengan lunas kembar dan paralel untuk membelah ombak dan memberikan
kestabilan yang pasti. Material yang digunakan adalah komposit, yang
didasarkan pada pengalaman Lundin membangun KRI Klewang, kapal tempur
TNI AL pertama yang menganut prinsip kasat radar alias stealth.
Yang paling istimewa dari
kapal yang memiliki panjang sekitar 18 meter ini adalah senjata utama
yang digunakan. Sistem kubah CMI CT-CV 105mm yang sejatinya merupakan
kubah untuk tank medium dipasang saja di atas superstruktur X18,
langsung di belakang anjungan. Kubah CT-CV memang istimewa, memiliki
sudut dongak sampai 45o sehingga dapat digunakan untuk
memberikan bantuan tembakan pada pasukan kawan yang tengah melakukan
pendaratan. Untuk pertempuran melawan kapal yang lebih besar juga
mumpuni, mengingat CT-CV 105 sudah memiliki sistem komputer balistik dan
stabilisasi untuk memberikan solusi dan koreksi atas sudut penembakan.
Yang jadi pertanyaan,
apakah mungkin konsep ini diwujudkan? Dari sudut lokasi, pemasangan di
atap kapal yang notabene menjauhkan beban dari titik berat (CoG) kapal
berpotensi menimbulkan ketidakstabilan, apalagi pada saat dilakukan
penembakan pada sudut 90o. Belum lagi bobot kubah dan meriam,
yang dapat mencapai 7-8 ton. Solusi memangkas bobot dapat dilakukan
dengan mengganti kubah dari bahan baja menjadi alumunium, tetapi tentu
tidak banyak pula penghematannya. Soal kedua, masalah stabilisasi.
Mengandalkan sistem stabilisasi untuk permukaan tanah dengan dua sumbu
tentunya tak sebanding dengan ganasnya ombak di perairan Indonesia,
sehingga efektifitas meriam 105mm di laut lepas cukup diragukan.
Kemungkinan terbesar meriam ini baru akurat saat Tank Boat berada di
perairan litoral atau bahkan sangat dekat dengan pantai, plus alur
sungai. Selebihnya, Tank Boat mungkin perlu senjata sekunder seperti
kanon 25/30/35mm untuk mengusir lawan yang menghadang dari permukaan
laut.
Biarpun baru merupakan
maket dan gambar di atas kertas, PT Lundin sendiri berencana menggandeng
PT Pindad, Bofors Defense sebagai integrator sistem kendali penembakan,
dan CMI sebagai pembuat kubah CT-CV 105 sebagai pemasok kubah. (ARC)