KUALA LUMPUR-(IDB) : Lebih dari 30 tahun terakhir, stabilitas Asia Tenggara berhasil dijaga.
Benturan kepentingan yang terjadi antar negara anggota ASEAN belum
pernah sampai meletus menjadi perang terbuka dalam skala besar. Namun
itu bukan jaminan bahwa di masa-masa mendatang kawasan ini akan tetap
aman dan damai seperti sekarang.
Demikian diingatkan Presiden SBY ketika menerima gelar Doctor of Philosophy (PhD) in Leadership of Peace dari Universiti Utara Malaysia, Rabu (19/12/2012). Gelar akademik kehormatan itu diberikan sebagai penghargaan terhadap kontribusi aktif Presiden SBY dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara.
"Sungguh pun kita (ASEAN -red) telah memiliki arsitektur kerjasama dan instrumen yang bisa mencegah terjadinya konflik terbuka dan benturan kekuatan di kawasan ini, tetapi tidak pernah ada garansi bahwa konflik dan benturan kekuatan itu tidak terjadi," kata SBY.
Tetap terbukanya terjadi konflik terbuka merupakan konsekuensi logis dari perbedaan antar negara-negara yang ada di kawasan ini. Mulai dari segi ideologi, sistem politik, kebijakan ekonomi, kepentingan, serta kebijakan dan strategi nasionalnya masing-masing negara anggota ASEAN.
"Di samping itu, jangan lupa, bahwa di antara negara-negara di kawasan ini masih ada yang memiliki akar konflik, seperti sengketa perbatasan, rivalitas dan kompetisi politik, benturan kepentingan ekonomi dan energi, dan lain-lain. Juga ada negara yang di masa lalu pernah terlibat dalam konflik bahkan peperangan dengan negara lain di kawasan ini," papar SBY.
Maka sangat penting bagi para pemimpin ASEAN merumuskan adanya manajemen konflik yang dapat dijalankan bersama bila konflik terbuka benar-benar terjadi. Apakah upaya untuk pencegahan dan penyelesaiannya cukup dengan menyerahkan kepada negara-negara yang sedang bersengketa atau melibatkan ASEAN sebagai satu organisasi di kawasan secara konstruktif.
"Saya berpendapat, organisasi kerjasama kawasan, seperti ASEAN, bagaimanapun harus peduli, ikut mencari solusi dan ikut mencegah terjadinya konflik terbuka, apalagi disertai penggunaan kekuatan militer. Ini tidak berarti ASEAN melakukan intervensi urusan dalam negeri atau mengambil alih urusan negara anggotanya. Sekali lagi konsepnya adalah ASEAN ingin menjadi bagian dari solusi," tegas SBY.
Gelar doktor honoris causa dianugerahkan kepada Presiden SBY oleh Chancellor Universiti Utara Malaysia, Yang Mulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong Malaysia Tuanku Al Haj Abdul Halim bertempat di Dewan Seri Maharaja, Istana Negara Kuala Lumpur. Gelar ini sebagai tanda penghargaan atas kontribusi Presiden SBY terhadap upaya menjaga perdamaian di Asia Tenggara dan Pasifik.
"ASEAN di bawah keketuaan Indonesia dinilai berhasil meredakan ketegangan di kawasan sehingga tercapai kesepahaman dalam mencari solusi," kata Jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, sambil menambahkan saat ini Presiden SBY dan rombongan dalam perjalanan ke New Delhi, India.
Demikian diingatkan Presiden SBY ketika menerima gelar Doctor of Philosophy (PhD) in Leadership of Peace dari Universiti Utara Malaysia, Rabu (19/12/2012). Gelar akademik kehormatan itu diberikan sebagai penghargaan terhadap kontribusi aktif Presiden SBY dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara.
"Sungguh pun kita (ASEAN -red) telah memiliki arsitektur kerjasama dan instrumen yang bisa mencegah terjadinya konflik terbuka dan benturan kekuatan di kawasan ini, tetapi tidak pernah ada garansi bahwa konflik dan benturan kekuatan itu tidak terjadi," kata SBY.
Tetap terbukanya terjadi konflik terbuka merupakan konsekuensi logis dari perbedaan antar negara-negara yang ada di kawasan ini. Mulai dari segi ideologi, sistem politik, kebijakan ekonomi, kepentingan, serta kebijakan dan strategi nasionalnya masing-masing negara anggota ASEAN.
"Di samping itu, jangan lupa, bahwa di antara negara-negara di kawasan ini masih ada yang memiliki akar konflik, seperti sengketa perbatasan, rivalitas dan kompetisi politik, benturan kepentingan ekonomi dan energi, dan lain-lain. Juga ada negara yang di masa lalu pernah terlibat dalam konflik bahkan peperangan dengan negara lain di kawasan ini," papar SBY.
Maka sangat penting bagi para pemimpin ASEAN merumuskan adanya manajemen konflik yang dapat dijalankan bersama bila konflik terbuka benar-benar terjadi. Apakah upaya untuk pencegahan dan penyelesaiannya cukup dengan menyerahkan kepada negara-negara yang sedang bersengketa atau melibatkan ASEAN sebagai satu organisasi di kawasan secara konstruktif.
"Saya berpendapat, organisasi kerjasama kawasan, seperti ASEAN, bagaimanapun harus peduli, ikut mencari solusi dan ikut mencegah terjadinya konflik terbuka, apalagi disertai penggunaan kekuatan militer. Ini tidak berarti ASEAN melakukan intervensi urusan dalam negeri atau mengambil alih urusan negara anggotanya. Sekali lagi konsepnya adalah ASEAN ingin menjadi bagian dari solusi," tegas SBY.
Gelar doktor honoris causa dianugerahkan kepada Presiden SBY oleh Chancellor Universiti Utara Malaysia, Yang Mulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong Malaysia Tuanku Al Haj Abdul Halim bertempat di Dewan Seri Maharaja, Istana Negara Kuala Lumpur. Gelar ini sebagai tanda penghargaan atas kontribusi Presiden SBY terhadap upaya menjaga perdamaian di Asia Tenggara dan Pasifik.
"ASEAN di bawah keketuaan Indonesia dinilai berhasil meredakan ketegangan di kawasan sehingga tercapai kesepahaman dalam mencari solusi," kata Jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, sambil menambahkan saat ini Presiden SBY dan rombongan dalam perjalanan ke New Delhi, India.
Sumber : Detik