Pages

Wednesday, 10 April 2013

AURI, 'anak tiri' karena lembaran hitam 65

 




Tahun 1962 adalah awal kejayaan TNI AU. Kemesraan dengan Blok Timur dan konfrontasi di Irian Barat membuat Indonesia terus memperkuat angkatan perangnya. Hampir seluruh peralatan perang tercanggih di masa itu dimiliki TNI, tak terkecuali AURI, nama TNI AU saat itu.

Namun, semua kejayaan itu berubah setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965. AURI yang saat itu dipimpin oleh Men/Pangau Marsekal Madya Omar Dhani dituduh Soeharto terlibat dalam kudeta yang dipimpin oleh Letkol Untung.

Dalam 'Fakta dan Rekayasa G 30S' (Pambudi, 2011), Omar Dhani dituduh terlibat G 30S karena ia berada di berada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah pada 1 Oktober 1965. Saat itu, sebagian kompleks Halim yang berada dibawah wewenang Omar memang dipinjamkan sebagai tempat pelatihan Pemuda Rakjat, organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Alasan lain Omar dituduh terlibat G 30S adalah karena ia mengeluarkan Perintah Harian pada 1 Oktober 195, yang isinya bernada mendukung gerakan itu. Sebab lainnya adalah karena Omar juga menganjurkan Presiden Soekarno terbang ke Madiun saat Jakarta bergolak akibat G 30S. Madiun saat itu selalu diidentikan dengan daerah 'kiri', mengingat revolusi yang gagal pada 1948.

Karena tuduhan itu, Omar diadili dalam Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dan divonis hukuman mati pada bulan Desember 1966. Namun setelah itu, bersama dengan Soebandrio, ia mendapat grasi yang dikeluarkan pada 2 Juni 1995. Akhirnya, suami dari Sri Wuryanti ini dapat menghirup udara bebas pada 15 Agustus 1995. Omar Dhani bukanlah komunis, dia hanya pengagum Soekarno. Tapi saat itu, siapa pun yang mendukung Soekarno selalu diidentifikasi sebagai PKI.

Sebenarnya banyak juga anggota TNI AD yang terlibat petualangan G 30S. Pemimpin gerakan itu, Letkol Untung adalah perwira TNI AD. Begitu juga Brigjen Soepardjo, dia adalah perwira tinggi TNI AD. Para tokoh kunci gerakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pun para perwira menengah TNI AD.

Omar Dhani kini telah tiada. Namun, tindakannya pada masa-masa gelap 1965 ikut merembet ke AURI. Sudah menjadi rahasia umum, setelah tahun itu TNI AU selalu menjadi 'anak tiri' dari tiga matra TNI. Hal ini bisa dilihat oleh pengadaan alutsista TNI AU yang jauh tertinggal dari matra AD.

Namun masa-masa sulit TNI AU itu akhirnya berubah seiring bergulirnya reformasi. Sejak era Presiden KH Abdurrahman Wahid, Panglima TNI tidak lagi harus dari matra AD. Adalah Marsekal Djoko Suyanto yang pertama kali menjadi Panglima TNI dari AU pada 2006.

Sebelumnya, untuk pertama kali pula seorang perwira TNI AL bisa menjadi Panglima TNI. Laksamana Widodo AS diangkat Gus Dur menjadi Panglima TNI menggantikan Wiranto.

Sejak saat itu, perlakuan terhadap tiga matra itu relatif sama. Bahkan kini, posisi Panglima TNI dijabat secara bergiliran dari tiga matra.
(mdk/ren)

Sumber merdeka