Hingga saat ini rancang bangun sejati atau
final dari KFX belum pernah dirilis secara resmi oleh Korea Selatan.
Pengamat banyak mencermati perkembangan proyek KFX/IFX dari gambaran
artis.
"... untuk saat ini kami masih mengkaji kembali kelayakannya... "
Kim menyatakan hal itu di ruang kerjanya, di Jakarta, Jumat, atas kelangsungan proyek arsenal tempur taktis-strategis senilai 8 miliar dolar Amerika Serikat itu.
"Proyek (KFX/IFX) ini
tidak dihentikan. Ini proyek jangka panjang, sehingga tidak perlu
tergesa-gesa. Kami masih mengkaji kelayakannya, selain itu juga ada
upaya untuk mengadopsi teknologi-teknologi terbaru untuk
diimplementasikan ke dalamnya," ujar Kim.
Meski demikian, Kim mengaku sangat memahami ketergesaan yang mungkin muncul di Indonesia berkaitan dengan kepastian soal proyek KFX/IFX.
"Kami paham sepenuhnya betapa penting proyek IFX/KFX, namun untuk saat ini kami masih mengkaji kembali kelayakannya," ujar dia.
Meski demikian, Kim mengaku sangat memahami ketergesaan yang mungkin muncul di Indonesia berkaitan dengan kepastian soal proyek KFX/IFX.
"Kami paham sepenuhnya betapa penting proyek IFX/KFX, namun untuk saat ini kami masih mengkaji kembali kelayakannya," ujar dia.
Dari
sisi Korea Selatan, inisiasi pengembangan KFX ini telah dilakukan sejak
2001 pada saat Presiden Korea Selatan, Kim Dae-jung, memimpin negara
industri terkemuka Asia itu. Mereka sudah sangat paham bahwa proyek KFX
ini layak dikerjakan sejak masa kepemimpinan presiden itu, alias 12
tahun lalu.
Menurut sumber, Korea Selatan pada
2010 menggandeng Indonesia mengembangkan KFX/IFX itu dengan pertimbangan
Indonesia mitra tepat untuk itu. Saat itu, Korea Selatan menawarkan
banyak hal, di antaranya transfer teknologi kelas tinggi pesawat tempur
yang digadang-gadang sekelas dengan F-35 Lighting II buatan Amerika Serikat.
Indonesia
belakangan banyak membeli arsenal militer dari Korea Selatan, dimulai
dengan 12 unit KT-1B Wong Bee untuk TNI AU, perawatan total kapal selam
kelas U-209 KRI Cakra/402 hingga pembelian lima unit lagi kapal selam
serupa dengan dua di antaranya dibuat di Tanah Air.
Pula, tahap final pembelian FTA-50 Golden Eagle dari Korea Selatan untuk TNI AU telah dilakukan. TA-50 Golden Eagle ini menyisihkan pesaingnya, Yakovlev Yak-130 Mitten buatan Rusia dan Aermacchi M-346 dari Italia.
Korea Selatan sendiri, sejak lama mengincar F-22 Raptor buatan
Lockheed, Amerika Serikat, untuk memperkuat angkatan udaranya mengingat
negara itu masih dalam status perang dengan Korea Utara. Amerika
Serikat tidak mengijinkan F-22 Raptor dibeli Korea Selatan, karena mereka "lebih menyukai" mengalihkan arsenal strategis itu kepada Jepang.
"Banyak aspek yang harus diperhatikan, maka dari itu ini menjadi sebuah proyek jangka panjang. Tentunya akan menyita banyak waktu, kita bisa menjalankannya pelan-pelan," kata Kim menambahkan.
Sebelumnya, pada awal Maret, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi juga telah memastikan proyek KFX/IFX tidak dihentikan melainkan ditunda selama 1,5 tahun (hingga September 2014) melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel.
Ia mengatakan, produksi bersama pesawat KFX/IFX yang telah disetujui pada 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap pertama, yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012.
Dalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan, Indonesia dan Korea Selatan telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah mengirim sebanyak 37 tenaga ahli Indonesia guna bersama kolega Korea Selatan-nya merancang-bangun pesawat KFX/IFX.
Namun, kata dia, di dalam perjalanan mengikuti perkembangan politik dan ekonomi, pemerintah Korea Selatan melalui surat resmi yang dikirim DAPA, berinisiatif menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun (hingga September 2014).
"Banyak aspek yang harus diperhatikan, maka dari itu ini menjadi sebuah proyek jangka panjang. Tentunya akan menyita banyak waktu, kita bisa menjalankannya pelan-pelan," kata Kim menambahkan.
Sebelumnya, pada awal Maret, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi juga telah memastikan proyek KFX/IFX tidak dihentikan melainkan ditunda selama 1,5 tahun (hingga September 2014) melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel.
Ia mengatakan, produksi bersama pesawat KFX/IFX yang telah disetujui pada 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap pertama, yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012.
Dalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan, Indonesia dan Korea Selatan telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah mengirim sebanyak 37 tenaga ahli Indonesia guna bersama kolega Korea Selatan-nya merancang-bangun pesawat KFX/IFX.
Namun, kata dia, di dalam perjalanan mengikuti perkembangan politik dan ekonomi, pemerintah Korea Selatan melalui surat resmi yang dikirim DAPA, berinisiatif menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun (hingga September 2014).
Penundaan ini disebabkan
belum ada persetujuan Parlemen Korea Selatan untuk menyediakan anggaran
yang diperlukan guna mendukung tahap EMD (Engineering and Manufacturing Development Phase) Program.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, tahap pertama, pengembangan teknis, diikuti rekayasa manufaktur dan ketiga, pembuatan prototipe.
"Tahap yang ditunda itu tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah Korea Selatan akan melaksanakan studi kelayakan ekonomis terhadap program ini," kata dia.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, tahap pertama, pengembangan teknis, diikuti rekayasa manufaktur dan ketiga, pembuatan prototipe.
"Tahap yang ditunda itu tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah Korea Selatan akan melaksanakan studi kelayakan ekonomis terhadap program ini," kata dia.
Sumber Antara