Wahyu Aji/Tribunnews.com
JAKARTA - Panglima TNI Moeldoko dikabarkan meminta maaf atas penamaan Usman Harun untuk kapal perang yang dibeli Indonesia. Hal itu dikatakan Moeldoko saat diwawancarai oleh televisi Singapura NewsAsia, belum lama ini.
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana
mengatakan, dengan pernyataan ini, Indonesia seolah tunduk pada
kemarahan Singapura. "Bila dicermati pernyataan "mohon maaf" itu dapat
ditafsirkan menjadi dua," ujar Hikmahanto dalam rilis yang diterima
Tribunnews.com, Kamis (17/4/2014).
Pertama, kata Hikmahanto, tafsiran seolah atas nama Republik
Indonesia, Panglima TNI meminta maaf kepada Republik Singapura. Kata
"maaf" di sini diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai "regret"
(penyesalan--red) yang memiliki implikasi diplomatik.
Interpretasi kedua, menurut Hikmahanto, adalah sebagaimana layaknya
orang Indonesia bila hendak berbicara keras, akan didahului dengan kata
"maaf" yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "pardon me".
Saat ini, kata "mohon maaf" dari Panglima TNI oleh NewAsia
diterjemahkan sebagai 'regret' alias penyesalan. Dan ini yang kemudian
dikapitalisasi oleh para pejabat Singapura. "Tidak heran bila penyesalan
Panglima TNI direspons Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen sebagai
Singapura bisa menerima maaf Indonesia," ujar Hikmahanto.
Singapura pun bersedia bekerja sama kembali di bidang pertahanan
dengan Indonesia. Namun, di Indonesia, publik resah dengan pernyataan
Panglima TNI seolah Indonesia menyerah ke Singapura. Bahkan, publik
tidak bisa paham alasan Panglima seolah mengkhianati Usman Harun yang
menyerahkan nyawanya untuk Ibu Pertiwi.
Dalam konteks inilah Panglima TNI harus melakukan klarifikasi atas
pernyataan "mohon maaf"nya sehingga publik di Indonesia tidak merasa
dikhianati.