SBY tinjau alutsista di Surabaya. ©Rumgapres/Abror Rizki
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013. Salah satu yang disoroti adalah pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Ketua BPK Rizal Djalil dalam laporan di hadapan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, mengkritik kelemahan sistem pengadaan senjata Tentara Nasional Indonesia ini.
Dari temuan BPK, anggaran pertahanan tahun lalu sudah meningkat tiga kali lipat sejak 2007. Dari hanya Rp 30,7 triliun, pada 2013 menjadi Rp 92,1 triliun.
"Pada 2013 anggaran pertahanan itu direalisasikan hanya kurang lebih Rp 27,8 triliun," ujarnya di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, Selasa (10/6).
Kelemahan pengadaan tank, peluru, hingga jet tempur ini akibat lemahnya koordinasi Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Bappenas. Ketiga kementerian itu gagal memenuhi target waktu dan biaya kebijakan Minimum Essential Force (MEF).
Bahkan biaya pengadaan jadi terhitung membengkak lantaran alutsista yang dibeli bekas lantas diperbaiki di Tanah Air. Ini menimbulkan cost of borrowing. Ada pula, menurut BPK, fee kepada perantara pembelian senjata.
"Kualitas alutsista yang dibeli menjadi kurang mutakhir dan belum sepenuhnya mengikuti perkembangan teknologi," kata Rizal.
Dengan temuan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013 ini, Rizal mendesak pemerintah membenahi pola pengadaan alutsista.
"Pemerintah juga hendaknya melakukan evaluasi dan kajian terkait komposisi alokasi anggaran belanja kementerian pertahanan."
Dari target Minimum Essential Force (MEF) yang dicanangkan TNI bersama pemerintah sejak 2009, dilakukan pembelian tahun jamak untuk beberapa alutsista penting. Misalnya helikopter serbu Apache dan pesawat jet F-16.
Akan tetapi, kontrak yang sudah dibuat sejak 2009 itu sebagian melonjak nilainya, akibat pelemahan nilai tukar. Hal itu disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro ketika bertemu dengan Kementerian Keuangan di DPR awal tahun ini.
(mdk/noe)
Merdeka