Pages

Thursday, 24 July 2014

Pergantian KSAD Efek dari Manuver Politik Selama Pilpres?


KOMPAS.COM/Sandro Gatra Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letjen Budiman (kiri) dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko sesaat setelah dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, 

JAKARTA
— Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman direncanakan diganti dalam waktu dekat ini. Pergantian Budiman ini disinyalir akibat dari politik di tubuh TNI. Pergantian itu dinilai akan memiliki efek domino pergantian perwira lainnya.
"Pergantian mendadak Jenderal Budiman yang baru akan memasuki pensiun pada akhir September 2014 mendatang di tengah proses klimaks tahun politik menyisakan tanda tanya besar di masyarakat," sebut pakar politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi, dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (21/7/2014).
Muradi menduga pergantian ini adalah buntut dari perbedaan prinsip Panglima TNI Jenderal Moeldoko dengan KSAD Jenderal Budiman dalam melihat adanya anggota babinsa yang dianggap tidak netral dalam pemilu dan hal itu terbuka di masyarakat.

Adapun Muradi menceritakan, budaya pergantian dalam tubuh TNI selama ini biasanya dilakukan karena empat hal, yakni pertama, karena dianggap berhasil menjalankan tugas sehingga naik jabatan atau kepangkatan. Kedua, karena dianggap gagal dan diberhentikan di tengah jalan. Ketiga, karena alasan tour of duty sehingga pergantian adalah keniscayaan dan, yang keempat, karena alasan penyegaran dan kaderisasi.

"Pada kasus pergantian Budiman dapat dilihat pada dua alasan, yakni karena dianggap gagal dan alasan penyegaran. Kegagalan Budiman dianggap karena manuver tentang babinsa yang menggalang dukungan untuk salah satu calon. Budiman juga dianggap condong ke salah satu calon pasangan," kata Muradi.
Muradi mengakui, meski sulit membuktikan dugaan itu, tetapi sudah menjadi isu yang berkembang di internal TNI. Apalagi, lanjut Muradi, kedekatan Budiman pada pasangan calon tidak seirama dengan visi politik Panglima TNI dan juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Diingatkan Muradi, alasan penguat terkait kaderisasi disebabkan Budiman merupakan salah satu perwira tinggi era 70-an yang tersisa di pucuk pimpinan TNI. "Sehingga penting untuk adanya penyegaran," papar Muradi.

Lebih jauh, Muradi menilai hampir tidak ditemukan efek negatif bagi pemerintahan Yudhoyono untuk menuntaskan kurang dari tiga bulan pemerintahannya, kecuali diuntungkan karena TNI diasumsikan solid.
Muradi menekankan, problem psikologis Panglima TNI pada Budiman adalah karena masalah senioritas yang derajat tertentu menghambat proses tali komando yang lebih efektif.

Meski begitu, Muradi mengingatkan, harus juga dicermati bahwa pergantian Budiman juga akan berefek domino dengan melakukan pergantian pada sejumlah posisi strategis yang diduduki oleh perwira yang dekat dengan Budiman dan atau yang memiliki visi politik berbeda dengan Panglima TNI dan Presiden Yudhoyono.
"Beberapa jabatan yang berpotensi diganti adalah Pangkostrad, kepala dinas penerangan TNI AD, serta sejumlah pangdam yang dianggap tidak mampu menjaga suara pemenangan capres yang disinyalir disokong oleh Presiden Yudhoyono," tutup Muradi.

Kompas