Pages

Sunday, 18 January 2015

Belajar dari Sultan Ageng Tirtayasa, Kembangkan Potensi Maritim Banten

RAMAI - Lukisan tentang pendaratan pertama kapal Belanda di Pelabuhan Banten pada 1596, disambut oleh penduduk setempat. Ketika itu, Banten dan Amsterdam sama-sama merupakan kota pelabuhan besar di dunia. (Foto: Perpustakaan Nasional)
RAMAI – Lukisan tentang pendaratan pertama kapal Belanda di Pelabuhan Banten pada 1596, disambut oleh penduduk setempat. Ketika itu, Banten dan Amsterdam sama-sama merupakan kota pelabuhan besar di dunia.

Kota Serang, Bukan sekadar wisata budaya, Banten yang secara geografis tidak jauh dari jalur laut internasional, memungkinkan untuk mengintegrasikan wisata sejarah-budaya, kelautan, dan kuliner hasil laut.

“Misalnya Karangantu, yang pernah menjadi bandar pelabuhan internasional dan kini menjadi pelabuhan perikanan. Itu bisa buat tempat khusus sentra wisata kuliner dari hasil tangkapan ikan nelayan langsung yang masih segar. Tentu ini akan sangat luar biasa imbasnya terhadap laju kesejahteraan masyarakat,” ujar salah satu keluarga Kesultanan Banten, Tb. Ismettullah Al-Abbas.

Untuk itu, lanjutnya, harus ada aksesibilitas yang mengintegrasikan potensi kelautan di sekitar Banten Lama, termasuk pulau-pulau yang ada, dengan potensi wisata budaya yang memang sudah menjadi peninggalan di wilayah Banten lama.

“Kita bisa belajar dari Sultan Ageng Tirtayasa. Selain concern pada pembangunan kelautan, beliau juga tidak melupakan sektor daratan yang kala itu membangun irigasi pertanian dan membuat beliau digelari Tirtayasa yang artinya air,” terang Ismet.

Ia memaparkan, hal tersebut sebagai upaya menjaga kelestarian budaya Banten dan bentuk penghargaan kepada para pejuang tanah Banten yang berjuang dan meletakkan dasar nilai kebudayaan masyarakat Banten.

“Banten Lama butuh tim kajian strategis khusus yang ahli untuk melakukan rekonstruksi pembangunan infrastruktur yang merupakan syarat utama menarik investor masuk,” katanya.
Ia berharap, ada kepedulian dari masyarakat, tokoh, akademisi, dan pihak terkait untuk membentuk tim penataan dan replika Kesultanan Banten sebagai pusat peradaban.

Jika ini dikerjakan dengan serius, sambungnya antusias, sangat memungkinkan investor datang untuk mendukung pembangunan Banten Lama sebagai pusat peradaban atau pun destinasi wisata budaya.
“Tiongkok, Inggris, India, Belanda, dan beberapa negara lain kan pernah dekat dengan kita. Tentu jika kita punya tim khusus yang kompeten dan serius (rekonstruksi Banten Lama—red), kita bisa upayakan kerja sama dengan mereka lagi. Karena Malaysia pun pernah menawarkan hal serupa,” ungkap Ismet.

Revitalisasi Banten Lama
Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Indonesia yang menjadi pusat peradaban dan peletak fondasi nilai keislaman. Kini kondisinya tidak berbanding lurus dengan apa yang pernah tergambar ketika masa keemasan di abad ke-16.

“Banten Lama pernah menjadi pusat peradaban dengan segala kemegahan dan keindahannya. Sayang, karena terbengkalai kini kondisinya seperti yang saudara lihat (tidak tertata—red),” tuturnya kepada JMOL, di kediamannya di Kawasan Kesultanan Banten Lama, Rabu (14/1/15).

Menurut Ismet, Banten Lama membutuhkan keseriusan rekonstruksi dan pembangunan infrastruktur sebagai pusat destinasi wisata budaya di Banten dan lahan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sayangnya, ayah dari tiga anak ini mengaku, sejauh ini belum ada keseriusan pemerintah setempat untuk memanfaatkan peninggalan sejarah di Banten sebagai salah satu obyek strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Bayangkan, tiap tahun ada ribuan orang berkunjung ke Banten Lama. Tentunya jika ini dikelola dengan baik akan menjadi salah satu tempat mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar yang berdagang di sekitar kawasan keraton,” pungkas Ismet.

Banten memang tengah berbenah menata potensi kemaritimannya. Bahkan Pemprov Banten mendapuk diri dengan tekad menjadikan Banten sebagai Poros Maritim Nusantara.(JMOL )