Pages

Saturday, 10 January 2015

Kawah Candradimuka Para Penerbang Militer

Kawah Candradimuka Para Penerbang Militer
Perwira Sekbang Lanud Adisutjipto mengecek pesawat latih sebelum melakukan latihan terbang malam, belum lama ini.
SLEMAN - Nama Kapten Irianto, pilot pesawat AirAsia QZ 8501 yang kecelakaan dalam penerbangan Surabaya menuju Singapura, secara tak langsung “membawa” nama Sekolah Penerbang (Sekbang) Lanud Adisutjipto Yogyakarta.

Sebab sang kapten hasil didikan dari sekolah penerbang militer itu. Sistem pendidikan di (Sekbang) Lanud Adisutjipto tak perlu diragukan lagi. Sekbang sudah ada sejak Indonesia lepas dari penjajahan Jepang. Selain itu, untuk lulus pun membutuhkan waktu panjang.

Bagi “utusan” AAU, AAL, atau Akademi Militer, membutuhkan waktu setidaknya 22 bulan. Sementara dari jalur lulusan SMA melalui program Perwira Sukarela Dinas Pendek (PSDP), seperti Kapten Irianto lebih lama lagi, yakni 3,5 tahun.

Ditemui KORAN SINDO YOGYA di rumah dinasnya kemarin sore, Komandan Lanud (Danlanud) Adisutjipto Yogyakarta, Marsma TNI Yadi Indrayadi Sutanandika mengungkapkan, para penerbang didikan Sekbang dijamin sumber daya manusianya. Terutama untuk penerbang pesawat militer, baik tempur, angkut, dan heli, khususnya TNI AU. “Sebab di tempat inilah kawah candradimuka bagi calon-calon penerbang,” ujarnya.

Sebagai institusi yang bertugas mempersiapkan penerbang militer andal dan profesional, Sekbang Lanud Adisutjipto dituntut selalu berinovasi, baik menyangkut SDM maupun peralatan untuk mendukung kegiatan tersebut. Apalagi Lanud Adisutjipto juga bertugas mendidik instruktur, navigator, dan instruktur navigator penerbang.

Termasuk membina aerobatic team atau terkenal dengan nama The Jupiter. Komponen-komponen yang terlibat di dalam pendidikan di antaranya siswa, instruktur, sarana dan prasarana, silabus, kurikulum, serta evaluasi. Khusus komponen pengajar Sekbang merupakan perwira yang lulus dan memenuhi kriteria menjadi instruktur.

Mereka berasal dari satuan skuadron tempur, angkut, dan heli, sehingga sudah mumpuni menjadi instruktur kepada perwira Sekbang. “Untuk instruktur ini, bukan hanya disesuaikan dengan satuannya, namun juga persyaratan dasar lainnya. Untuk instruktur pesawat tempur sudah berkualitas sebagai elemen leader. Sementara angkut dan heli berkualitas sebagai captain pilot di kesatuan masing-masing,” ujar alumni AAU 1986 ini.

Ada dua jalur perwira Sekbang TNI AU, yaitu dari jalur lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) dan lulusan SMA, tepatnya melalui jalur Perwira Sukarela Dinas Pendek. Tetapi jumlah angkatannya berbeda, yaitu AAU 32 siswa dan PSDP 20 siswa per angkatan dalam satu tahun, termasuk untuk penyebaran lulusannya juga berbeda.

Untuk AAU ditempatkan di kesatuan skuadron yang ada di TNI AU. Untuk PSDP di tempatkan di angkatan yang memerlukan atau tergantung dari kebutuhan tiap angkatan. “Bukan itu saja, untuk pendidikan juga tidak sama. Terutama untuk pendidikan keperwiraan. Untuk AAU karena sudah mendapatkan saat di akademi tidak lagi (diajarkan). Sedangkan PSDP harus menjalani pendidikan di Solo juga,” ujarnya.

Sementara pendidikan lainnya, seperti terjun payung, survival, dan bahasa Inggris, bisa bersamaan tempatnya. “Sehingga diharapkan bisa bersinergi, di samping pendidikan Sekbang sendiri,” katanya.

Ditanya jumlah angkatan, Danlanud menjawab, Sekbang dari jalur AAU sampai sekarang masuk angkatan ke-90, sedangkan PSDP memasuki angkatan ke-30. “Selain untuk Sekbang militer, selain dari AAU, juga menerima lulusan dari AAL dan Akmil, yang kemudian disebut melalui jalur akademik terpadu,” katanya.

Sementara sarana dan prasarana, ujar dia, selain memanfaatkan yang ada, juga sarana di sejumlah daerah. Misalnya, untuk survival di Waduk Sempor, Jateng; terjun payung di Sulaeman, Margahayu, Bandung, Jabar; dan area lainnya seperti renang dan menembak di AAU.

“Untuk pesawatnya, latih dasar menggunakan pesawat Grob dan latih lanjut, baik tempur maupun angkut dengan KT 1 Woong Bee. Sedangkan heli di Kalijati, Subang, Jabar,” kata Danlanud.

Mengenai penempatan lulusan Sekbang, baik dari jalur akademik militer terpadu maupun PSDP, akan dilihat dari berbagai aspek. Bukan hanya sisi akademik, tapi juga skill, kepribadian, keperwiraan, serta jasmani.

Beberapa faktor itu kemudian diakumulasi dengan bobot yang berbeda sehingga nanti diketahui rangking 1 sampai terakhir. Dari perangkingan diketahui bakat mereka dan cocoknya di mana. Jika tidak, akan ditempatkan sesuai dengan kebutuhan kesatuan.

“Contohnya kriteria masuk tempur 10 siswa, tapi hanya butuh 5, maka sisanya disebar ke angkut dan heli. Sebaliknya yang dibutuhkan tempur 10 tapi yang cocok hanya lima, mungkin hanya lima juga. Sebab kami tidak mau ada kegagalan di siswa tersebut jika dijuruskan di tempur,” kata jenderal bintang satu yang mengawali karier sebagai penerbang pesawat tempur F5 Tiger di Skuadron 14 Iswahyudi Madiun, Jatim ini.

Menurut Yadi, KSAU umumnya juga melanjutkan pendidikan ke Sekbang sehingga semua KSAU merupakan lulusan Sekbang. “Termasuk mantan Panglima TNI Marsekal TNI (Purn) Joko Suyanto,” kata adik angkatan dari Kapten Irianto ini.(sindo)