Pages

Wednesday, 8 July 2015

Pengambilalihan Pengelolaan FIR di Kep Natuna dan Kepri dari Singapura

Jakarta  –  Ruang udara Indonesia di atas Kepulauan Riau yang selama ini dikenal dengan sektor A, B dan C adalah wilayah udara Indonesia yang dikelola oleh Singapura.
Beberapa usaha pengambilaihan pernah dilakukan, namun belum belum berhasil. Sistem FIR masih dipegang oleh menara Air Traffic Control Singapura. Sehingga pesawat Indonesia yang terbang di area tersebut harus meminta ijin kepada Singapura meskipun terbang di atas wilayah Indonesia.

Demikian dikatakan Sekretaris Ditjen Pothan Kemhan Brigjen TNI Santoso mewakili Dirjen Pothan Kemhan Dr Ir Timbul Siahaan MM, Rabu (24/6/2015), saat membuka Workshop Kajian Upaya Kewenangan Pengelolaan Flight Information Region (FIR) di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2015, di Aula Abdi Negara Gedung Soeprapto, Kemhan, Jakarta.

Workshop ini bertemakan “ Melalui Sinergitas Kementerian dan Lembaga, Kita Bangun Pengelolaan Flight Information Region di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Riau Dalam Rangka Mewujudkan Kedaulatan NKRI”.

Dijelaskannya, wilayah udara Indonesia dengan batas-batas yang telah ditentukan, menjadi hak mutlak Indonesia untuk mengelolanya dalam rangka mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI. Flight Information Region atau wilayah informasi penerbangan adalah suatu wilayah ruang udara tertentu yang menyediakan pelayanan informasi penerbangan dan layanan peringatan.
Chart Sektor A
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya kewenangan pengelolaan FIR tersebut adalah;

Pertama, mempersiapkan SDM yang siap mengelola FIR tersebut.

Kedua, membangun infrastruktur baik berupa hardware maupun software yang diperlukan dalam penanganan/pengendalian navigasi penerbangan di atas Kepulauan Natuna dan Kepulauan Riau.

Ketiga, Indonesia harus dapat menjadi anggota ICAO (International Civil Aviation Organization) sebagai alat memudahkan langkah dipomasi dalam upaya pengambilalihan FIR tersebut.

Keempat, pengambilalihan FIR ini bukan merupakan tanggung jawab salah satu Kementerian/Lembaga tetapi merupakan tanggung jawab negara, yang hanya dapat diselesaikan dengan jalur diplomasi.

Dengan diadakannya workshop ini diharapkan didapatkan masukan-masukan yang konstruktif dan berkualitas sebagai bahan bagi kelompok kerja penyusun langkah-langkah kebijakan yang akan dibuat. Workshop ini diikuti oleh pejabat setingkat Eselon II dan III Mabes TNI dan Mabes Angkatan serta Kementerian/lembaga terkait. (Kemhan.go.id)