Kalau tahun 2013, diperkirakan F-16 blok 15 OCU lawas TNI AU
tidak bisa berperang melawan fighter paling lemah yang mungkin di
proyeksikan ke nusantara, bagaimana dengan tahun 2015, dimana 24 F-16
blok 32+ eks USANG
sudah datang ? Apakah meningkatkan kemampuan tempur TNI AU ? Serta
diakhiri satu pertanyaan penting, apa dampak mengabaikan kapabilitas
tempur modern TNI AU ?
- 24 F-16 blok 32+ ex USANG
- C-295 AEW&C, dengan radar IAI ELTA AESA, SAR (radar darat), dan radar maritim. Konfigurasi optimal untuk mendukung F-16 (berarti tidak optimal untuk Su-27/30 yang jumlahnya hanya sedikit).
Jika sebelumnya simulasi lawan menggunakan kapabilitas RTAF, kali ini kita menggunakan kapabilitas Singapore Armed Forces (SAF), dalam hal ini tentunya RSAF (Republic of Singapore Air Force).
Untuk lebih menunjukkan lemahnya TNI AU tahun 2015, pada simulasi serangan kali ini, F-15 RSAF tidak ikut serta. Para pilot F-15 RSAF diliburkan ke Hawaii, karena 86 F-16 RSAF dianggap sudah lebih dari cukup untuk serangan.
Tipikal pertempuran terjadi antara 4 AURI F-16 melawan 2 RSAF F-16, sebagaimana Stage 1 dibawah ini.
Sekalipun jangkauan radar AEW kita asumsikan sama, namun BVRAAM RSAF lebih jauh jaraknya, lebih cepat mengunci dan menembak lebih dulu (AIM-120-C7), dengan dukungan G-550. TNI maksimal diberikan kongres AS izin untuk membawa AIM-120-B yang lebih jadul, sesuai doktrin militer AS yang tidak mau mempersenjatai negara non-sekutu lebih daripada negara sekutu (suatu hal yang wajar).
Pada kenyataanya, sangat mungkin ke-4 AURI F-16 sudah hancur pada tahap
ini. Namun untuk membuat skenario lebih seru, kita asumsikan 3 AURI F-16
berhasi lolos.
Disini pun sebenarnya AURI F-16 tidak mungkin lolos. Dilema yang
dihadapi oleh pilot F-16 adalah melakukan manuver g-force tinggi, yang
beresiko rusaknya air frame F-16 tua (produks 1984), dengan kemungkinan
lolos dari rudal Mach 4 sangat kecil. Atau memilih tombol eject.
Namun demi skenario, kita asumsikan 2 AURI F-16 atas doa masyarakat Indonesia, berhasil lolos, bahkan menembakkan rudal AIM-120B-nya.
Hanya saja kemampuan counter measure RSAF F-16 sudah jauh diatas, sehingga besar kemungkinan AMRAAM AURI tersebut dipatahkan oleh SPS-3000, jamming dari AEW, serta manuver lincah F-16 blok 52.
Tibalah di penghujung acara: dogfight. RSAF memiliki rudal dengan
kemampuan tembak lebih dulu (AIM-9X dan Phyton 5). Rudal tersebut juga
lebih mudah melakukan locking, karena mampu melacak pesawat musuh pada
sudut yang sulit.
Paling kejam Phyton-5 buatan Israel, bisa mengunci dan menembah sekalipun pesawat musuh berada di belakang. Sehingga pilot RSAF tidak perlu repot-repot melakukan manuver mengejar F-16 AURI.
Disini tidak ada nasib lain, F-16 AURI dihancurkan dengan sukses.
Sesuai skema 4 lawan 2 ini, demikian juga berlangsung antara 24 AURI F-16 blok 32 eks USANG (Ogdon upgrade), melawan 86 (baca yang keras: DELAPAN PULUH ENAM) RSAF F-16 blok 52+ brand-new state-of-the-art (Israeli upgrade).
Nasib yang tidak jauh beda untuk 4 Su-27 dan 6 Su-30, dimana efektif yang mampu melawan hanyalah 2 AURI Su-27 SKM/SMK dan 3 unit AURI Su-30 MK2. Namun dengan jumlah pesawat sangat sedikit (5 lawan 86), tidak ada dukungan AEW (C-295 di set untuk dukungan F-16 / AIM-120, tidak optimal mendukung Sukhoi / R-77 RVV), nasib burung besar itu dapat dipastikan.
Tanpa perlu RSAF menurunkan F-15-nya, karena pilotnya masih berlibur di Hawaii.
Lagi-lagi tidak ada perlawanan berarti. TNI AD maksimal memiliki SAM
jarak menengah Hawk yang sudah udzur, bau tanah. Teknologi tertinggal
jauh. Juga Rapier yang cukup tua. Yang muda dan baru hanyalah Grom, yang
jangkauan pendek (5.5 km).
Demikianlah seluruh hanud modern TNI AD dihancur leburkan dengan peluru kendali jarak jauh. Menyisakan segelintir Manpad yang tidak akan pernah melihat fighter modern.
Hasilnya sama, seluruh kapal TNI AL tidak ada SATUPUN yang memiliki
kemampuan hanud memadai. Mulai dari kapal perang kuno yang besar-besar,
sampai kapal perang terbaru. Dari jarak jauh, hujan AGM-84 dan AGM-88
mengejar fregat TNI. AK-230 menyalak, mungkin bisa menembak jatuh satu
atau dua rudal, sebelum kapal Parchim-nya dihajar rudal.
Kapal-kapak selam TNI AL di buru oleh S-70B Seahawk, dengan bantuan intai dari AEW yang memiliki kemampuan radar maritim.
Dengan dikuasainya laut, maka RSN (Republic of Singapore Navy) dapat mempersiapkan operasi pendaratan lintas laut. Para pelaut TNI AL terpaksa mendarat, bergabung bersama Marinir, untuk melakukan PERANG GERILYA RAKYAT SEMESTA.
TNI AD pun bersiap untuk melakukan PERANG GERILYA RAKYAT SEMESTA.
Dengan santai RSN melakukan pendaratan tanpa perlawanan di kepulauan
sekitar Singapura, mulai dari Natuna, Batam, Bangka, Belitung, bahkan,
untuk menunjukkan keterbatasan kapabilitas TNI, SAF melakukan pendaratan
merebut Kalimantan Barat dan sekitarnya, membangun buffer zone.
TNI AD yang bersiap melakukan perang gerilya terhenyak, ternyata sudah tidak ada stok ranjau anti personel TNI, yang sangat vital untuk pertahanan gerilya.
Usut punya usut, ternyata ada politisi yang men-sabotase kemampuan perang gerilya rakyat semesta TNI, dengan cara mengikut sertakan Indonesia dalam rezim anti ranjau internasional, yang di ratifikasi oleh parlemen ngawur beberapa tahun silam.
Komponen cadangan pun tidak jelas mekanisme mobilisasinya. Belum keluar permen dan PP pelaksanaan UU-nya yang baru. Dibentuklah milisi-milisi kaum nasionalis dengan rantai komando tidak memadai, sehingga terjadi banyak kasus pelanggaran HAM dari para preman petualang yang bergabung.
Para Jenderal TNI pun dituntut atas tuduhan pelanggaran HAM. Segera setelah itu terjadi genjatan senjata. Pasukan perdamaian PBB diturunkan mengawasi buffer zone di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan. Dibentuk Komisi Rekonsiliasi, agar Jenderal TNI tidak perlu diseret ke Pengadilan HAM Internasional.
Tapi toh ini semua cuma dongeng dari tukang jaga warnet.
Disini Singapur hanya contoh mewakili Kemampuan Serang Tier 4 MDCI.
Artinya semua Tier 4 (Thailand, Singapura, Australia) memiliki kemampuan
setara itu, dan Tier diatasnya (RRC, India, dan AS) memiliki kemampuan
lebih tinggi.
Sejarah selalu berulang. Kegagalan Meksiko membangun kapabilitas tempur sebanding dengan AS, berakibat hilangnya lebih 1/2 wilayah Meksiko (termasuk Kalifornia, Texas, dsb). Kegagalan Prusia, Austria, Polandia, Chekoslovakia, dsb. Pada prinsipnya sama: gagal membangun kapabilitas tempur sebanding dengan militer yang dapat di proyeksikan ke wilayahnya. Hasilnyapun sama: kehilangan wilayah teritorial.
Beberapa bahkan hilang sama sekali dari peta dunia.
Jangan marah Jendral, kebenaran itu memang pahit, tapi tidak lebih pahit daripada kehilangan wilayah nusantara.
Ci vis pacem para bellum (artinya: sedia payung sebelum hujan).
kompassiana
F-16 TNI AU
Asumsi Awal
Kita asumsikan pada tahun 2015, TNI AU sudah menuntaskan akuisisi:- 24 F-16 blok 32+ ex USANG
- C-295 AEW&C, dengan radar IAI ELTA AESA, SAR (radar darat), dan radar maritim. Konfigurasi optimal untuk mendukung F-16 (berarti tidak optimal untuk Su-27/30 yang jumlahnya hanya sedikit).
Jika sebelumnya simulasi lawan menggunakan kapabilitas RTAF, kali ini kita menggunakan kapabilitas Singapore Armed Forces (SAF), dalam hal ini tentunya RSAF (Republic of Singapore Air Force).
Untuk lebih menunjukkan lemahnya TNI AU tahun 2015, pada simulasi serangan kali ini, F-15 RSAF tidak ikut serta. Para pilot F-15 RSAF diliburkan ke Hawaii, karena 86 F-16 RSAF dianggap sudah lebih dari cukup untuk serangan.
Stage 1
RSAF maju dengan armada F-16 ditemani G-550 CAEW.Tipikal pertempuran terjadi antara 4 AURI F-16 melawan 2 RSAF F-16, sebagaimana Stage 1 dibawah ini.
Sekalipun jangkauan radar AEW kita asumsikan sama, namun BVRAAM RSAF lebih jauh jaraknya, lebih cepat mengunci dan menembak lebih dulu (AIM-120-C7), dengan dukungan G-550. TNI maksimal diberikan kongres AS izin untuk membawa AIM-120-B yang lebih jadul, sesuai doktrin militer AS yang tidak mau mempersenjatai negara non-sekutu lebih daripada negara sekutu (suatu hal yang wajar).
Stage 2
Pada TUM-DJP (Tempur Udara Mandiri - Diluar Jarak Pandang), RSAF F-16
unggul karena radarnya 30 - 50% lebih jauh dibanding AURI F-16. Demikian
pula komputer targettingnya, jauh lebih canggih. Akibatnya, RSAF akan
lebih dahulu mengunci dan menembah AURI F-16.Namun demi skenario, kita asumsikan 2 AURI F-16 atas doa masyarakat Indonesia, berhasil lolos, bahkan menembakkan rudal AIM-120B-nya.
Hanya saja kemampuan counter measure RSAF F-16 sudah jauh diatas, sehingga besar kemungkinan AMRAAM AURI tersebut dipatahkan oleh SPS-3000, jamming dari AEW, serta manuver lincah F-16 blok 52.
Stage 3
Paling kejam Phyton-5 buatan Israel, bisa mengunci dan menembah sekalipun pesawat musuh berada di belakang. Sehingga pilot RSAF tidak perlu repot-repot melakukan manuver mengejar F-16 AURI.
Disini tidak ada nasib lain, F-16 AURI dihancurkan dengan sukses.
Sesuai skema 4 lawan 2 ini, demikian juga berlangsung antara 24 AURI F-16 blok 32 eks USANG (Ogdon upgrade), melawan 86 (baca yang keras: DELAPAN PULUH ENAM) RSAF F-16 blok 52+ brand-new state-of-the-art (Israeli upgrade).
Nasib yang tidak jauh beda untuk 4 Su-27 dan 6 Su-30, dimana efektif yang mampu melawan hanyalah 2 AURI Su-27 SKM/SMK dan 3 unit AURI Su-30 MK2. Namun dengan jumlah pesawat sangat sedikit (5 lawan 86), tidak ada dukungan AEW (C-295 di set untuk dukungan F-16 / AIM-120, tidak optimal mendukung Sukhoi / R-77 RVV), nasib burung besar itu dapat dipastikan.
Tanpa perlu RSAF menurunkan F-15-nya, karena pilotnya masih berlibur di Hawaii.
Stage 4
Setelah kekuatan udara TNI AU dihancurkan, SAF mencapai supremasi udara
total. Selanjutnya adalah meraih superioritas udara, melalui operasi
SEAD (Suppression of Enemy Air Defense).Demikianlah seluruh hanud modern TNI AD dihancur leburkan dengan peluru kendali jarak jauh. Menyisakan segelintir Manpad yang tidak akan pernah melihat fighter modern.
Stage 5
Setelah meraih supremasi udara, kini RSAF beralih ke laut, mengejar dan
menghancurkan kapal-kapal TNI AL yang memiliki armada terkuat di seluruh
Asia Tenggara.Kapal-kapak selam TNI AL di buru oleh S-70B Seahawk, dengan bantuan intai dari AEW yang memiliki kemampuan radar maritim.
Dengan dikuasainya laut, maka RSN (Republic of Singapore Navy) dapat mempersiapkan operasi pendaratan lintas laut. Para pelaut TNI AL terpaksa mendarat, bergabung bersama Marinir, untuk melakukan PERANG GERILYA RAKYAT SEMESTA.
Stage 6
Sebelum pendaratan, sekali lagi RSAF berburu kendaraan lapis baja TNI
AD. Ke-100 Leopard 2 kebanggaan TNI AD hancur lebur dikejar Maverick dan
Hellfire dari F-16 dan Longbow Apache. Untuk menyelamatkan, sebagian
besar Leopard terpaksa harus di kubur atau di sembunyikan di dalam
hutan.TNI AD pun bersiap untuk melakukan PERANG GERILYA RAKYAT SEMESTA.
TNI AD yang bersiap melakukan perang gerilya terhenyak, ternyata sudah tidak ada stok ranjau anti personel TNI, yang sangat vital untuk pertahanan gerilya.
Usut punya usut, ternyata ada politisi yang men-sabotase kemampuan perang gerilya rakyat semesta TNI, dengan cara mengikut sertakan Indonesia dalam rezim anti ranjau internasional, yang di ratifikasi oleh parlemen ngawur beberapa tahun silam.
Komponen cadangan pun tidak jelas mekanisme mobilisasinya. Belum keluar permen dan PP pelaksanaan UU-nya yang baru. Dibentuklah milisi-milisi kaum nasionalis dengan rantai komando tidak memadai, sehingga terjadi banyak kasus pelanggaran HAM dari para preman petualang yang bergabung.
Para Jenderal TNI pun dituntut atas tuduhan pelanggaran HAM. Segera setelah itu terjadi genjatan senjata. Pasukan perdamaian PBB diturunkan mengawasi buffer zone di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan. Dibentuk Komisi Rekonsiliasi, agar Jenderal TNI tidak perlu diseret ke Pengadilan HAM Internasional.
Tapi toh ini semua cuma dongeng dari tukang jaga warnet.
Selesai.
Lalu, apa dampak mengabaikan kapabilitas tempur modern TNI AU ?Sejarah selalu berulang. Kegagalan Meksiko membangun kapabilitas tempur sebanding dengan AS, berakibat hilangnya lebih 1/2 wilayah Meksiko (termasuk Kalifornia, Texas, dsb). Kegagalan Prusia, Austria, Polandia, Chekoslovakia, dsb. Pada prinsipnya sama: gagal membangun kapabilitas tempur sebanding dengan militer yang dapat di proyeksikan ke wilayahnya. Hasilnyapun sama: kehilangan wilayah teritorial.
Beberapa bahkan hilang sama sekali dari peta dunia.
Jangan marah Jendral, kebenaran itu memang pahit, tapi tidak lebih pahit daripada kehilangan wilayah nusantara.
Ci vis pacem para bellum (artinya: sedia payung sebelum hujan).
kompassiana