Pages

Wednesday, 25 September 2013

Kita beli antisadap bukan alat sadap


Kepala Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi mengatakan, peralatan intelijen yang dibeli Indonesia bukanlah alat sadap. Menurut Sisriadi, peralatan itu justru alat untuk antisadap.

"Itu alat antisadap. Alat itu akan dipasang di seluruh atase pertahanan Indonesia baik yang ada di dalam maupun luar negeri," kata Sisriadi lebih lanjut dalam di kompleks Kemhan di Gedung Urip Sumoharjo, Rabu (25/9).

Sisriadi lebih lanjut mengatakan, saat ini alat antisadap itu sudah berada di Indonesia. Dia enggan menyebut jumlah dan bentuknya.

"Saya tidak bisa jelaskan bentuknya. Saya juga tidak berapa jumlahnya. Juga tidak tau apakah sudah didistribusikan atau belum. Tapi jumlah atase pertahanan kita di luar negeri banyak," kata Sisriadi.

Menurutnya, alat itu akan digunakan untuk kepentingan pengaman data negara. Sisriadi mencontohkan, misal di atase pertahanan Indonesia di Malaysia akan menelepon ke Indonesia, alat itu akan melakukan acak, agar tidak bisa dibajak oleh orang yang bertanggung jawab.[ian]

Jangan sampai alat intelijen digunakan BAIS seperti Orde Baru


Dengan kemampuan anggaran yang dimiliki, Kementerian Pertahanan (Kemhan) memiliki kemampuan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista). Alutsista terbaru yang dibeli Kemhan adalah peralatan intelijen dari sebuah pabrikan Inggris senilai Rp 70 miliar.

Peralatan ini bakal digunakan untuk kepentingan penyadapan oleh Badan intelijen strategis (BAIS). Namun, patut diakui pembelian ini masih menimbulkan sejumlah kecurigaan dari masyarakat.

"Kita punya sejarah di mana negara cenderung mengawasi warganya untuk kepentingan penguasa. Tak heran kalau, masyarakat khawatir kalau masih ada potensi penyalahgunaan," kata Koordinator Riset Imparsial, Ghufron Mabruri saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (25/9).

Guna mengantisipasi penyalahgunaan wewenang, Ghufron menyarankan agar pemerintah membentuk prosedur tetap (protap) saat menggunakan peralatan tersebut. Apalagi, BAIS memiliki peran besar dalam konteks pertahanan yang bersifat militer.

"Intel BAIS, fungsi dan tugasnya berkaitan untuk perang. Orientasinya eksternal, makanya salah dan keliru kalau kemudian perangkat itu digunakan mengawasi keamanan dalam negeri, ini adalah area kepolisan," tandasnya.

Meski demikian, dia pun turut mendukung pembelian peralatan tersebut untuk menghadapi ancaman eksternal, seperti pembajakan, terorisme dan lain sebagainya. Sebab, ancaman yang bakal terjadi sepanjang 15-20 mendatang bukan lagi berupa agresi militer atau okupasi dari negara lain.

"Secara prinsip kalau baca buku pertahanan yang dibuat Dephan, kalau tidak salah ancaman ke depan lebih banyak yang bersifat non tradisional. Ini 15-20 tahun ke depan, ancaman militer invasi, agresi, okupasi tidak lagi akan terjadi," paparnya.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyampaikan rencana pengadaan, proses dan penganggaran pengadaan alutsista pada tahun depan di hadapan wartawan di Balai Urip Sumoharjo, Kompleks Kemhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Kemhan janji alat-alat intelijen tak akan digunakan untuk kepentingan penguasa.

Kemhan pun menjelaskan yang dibeli adalah alat antisadap. Bukan alat sadap seperti yang ramai disorot.

"Itu alat antisadap. Alat itu akan dipasang di seluruh atase pertahanan Indonesia baik yang ada di dalam maupun luar negeri," kata Sisriadi lebih lanjut dalam di kompleks Kemhan di Gedung Urip Sumoharjo, Rabu (25/9).[tyo]