Indonesia
kembali mengikuti pameran tingkat dunia di Milan, Italia. Kali ini,
Indonesia menyertakan KRI Banjarmasin 592 dalam World Expo Milan (WEM)
2015. Bagaimana serunya pelayaran selama 84 hari itu?
GELOMBANG setinggi 5 meter menghantam haluan KRI Banjarmasin
pada Rabu tengah malam (27/5). Kapal buatan PT Penataran Angkatan Laut (PAL)
itu pun terguncang hebat. Kru dan anak buah kapal (ABK) merasakan kapal
limbung.
Saat
itu, kapal sepanjang 125 meter tersebut baru saja keluar dari Terusan Suez dan memasuki Laut
Mediterania. Laut Mediterania merupakan lautan bebas dengan kedalaman sekitar
2.890 meter.
Kapal
berpenumpang 317 orang tersebut bergerak menuju ke Pelabuhan Alexandria, Mesir.
Namun, karena posisi Pelabuhan Alexandria berada di sebelah barat Terusan Suez,
Komandan KRI Banjarmasin Letkol Laut (P) Rakhmat Arief Bintoro memerintahkan
agar kapal memutar haluan. ’’Keputusan itu harus diambil agar kapal bisa sandar,’’
ujarnya.
Namun, tiba-tiba gelombang setinggi 5 meter
kembali menerjang lambung kapal sisi kanan. Kapal terguncang hebat lagi. Semua
barang di kapal bergerak. Koper-koper bergeser ke kiri dan kanan. Tas-tas di
atas tempat tidur pun berjatuhan. Para ABK dan kru berusaha bertahan dengan
berbagai cara agar tidak terjatuh. Saya dan beberapa penumpang lain cepat-cepat
berpegangan tiang kuat-kuat.
Tampak sejumlah petugas kapal dengan susah payah
mengikat barang-barang agar aman. ’’Kami umumkan cuaca sedang buruk, gelombang
besar. Karena itu, barang-barang harus diikat biar tidak semburat. Tali juga
dipasang di dek agar bisa untuk pegangan,’’ kata Rakhmat.
KRI Banjarmasin kemudian bergerak zig-zag, 45
derajat ke kiri dan kanan. Teknik itu ditempuh untuk menghindari dampak yang
lebih hebat karena terjangan ombak lautan dalam tersebut. Saat itulah perut
serasa dikocok habis-habisan. Beberapa penumpang sampai muntah-muntah karena
tidak kuat. Mereka mabuk laut.
’’Teknik jalan zig-zag harus dilakukan ketika
menghadapi terjangan ombak besar seperti malam itu. Tidak mungkin kami bisa
menghindari ombak. Tapi, setidaknya, dampak hantaman ombaknya bisa dikurangi,’’
papar ayah tiga anak tersebut.
Masalahnya, saat
KRI Banjarmasin bergerak zig-zag, sebuah kapal lain melaju dengan teknik yang
sama. Posisi kapal itu dengan KRI Banjarmasin berhadap-hadapan. ABK Banjarmasin
sudah berupaya berkomunikasi menggunakan radio dan kode morse dengan lampu
sorot. Namun, kapal yang tidak diketahui kebangsaannya tersebut sama sekali
tidak merespons.
Maka, untuk
menghindari tabrakan secara frontal, KRI Banjarmasin mengalah dengan keluar
jalur. Tapi, risikonya, kapal kembali mendapat terjangan gelombang besar. Kapal
pun terguncang hebat lagi. Saking hebatnya guncangan itu, piring-piring serta alat
masak lainnya pecah dan berantakan di lantai. ”Demi
keselamatan semuanya, cara itu harus kami tempuh. Kalau tidak, bisa tabrakan
frontal,” ungkap Rakhmat.
Terjangan
gelombang besar tersebut berlangsung tidak hanya dalam hitungan
menit, tapi lebih dari enam jam terus terjadi. Anehnya, guncangan hebat itu
seolah tidak dirasakan di kamar-kamar yang ditempati pasukan khusus TNI-AL.
Kamar-kamar tersebut terletak di bagian paling belakang kapal, dekat dengan dek
helikopter.
Para anggota
pasukan khusus itu tetap tertidur lelap. Hanya beberapa yang terbangun. ”Saat
guncangan itu saya tertidur pulas. Saya tidak merasakan apa-apa,” ujar salah
seorang prajurit yang enggan namanya disebutkan.
Begitu Pelabuhan
Alexandria sudah dekat, kondisi berangsur membaik. Kapal tidak lagi terguncang
gelombang besar. Tapi, masalah kembali muncul. Kapal yang direncanakan bersandar
pada 30 Mei pukul 09.00 ternyata belum bisa merapat di pelabuhan tertua di
Mesir tersebut. Informasinya, saat itu sedang ada acara superpenting di
pelabuhan. ”Dari informasi yang kami dapat, presiden Mesir mengunjungi
pelabuhan tersebut. Kami pun harus menunggu di tengah laut beberapa jam,” jelas
Rakhmat.
Tidak ingin
hanya menunggu, Rakhmat kemudian menghubungi atase pertahanan Indonesia di
Mesir dan pihak otoritas Mesir. Akhirnya kapal bisa bersandar di Pelabuhan
Alexandria pukul 15.00. KRI Banjarmasin bersandar dua hari di Alexandria untuk
menggelar pertemuan dengan sejumlah petinggi militer dan pejabat Mesir.
Bersandar di
Mesir selesai, KRI Banjarmasin melanjutkan perjalanan menuju Genoa, Italia.
Pelayaran KRI Banjarmasin dengan tajuk Kartika Jala Krida (KJK) 2015 itu
membawa 317 kru dan ABK yang terdiri atas anggota TNI-AL, taruna Akademi
Angkatan Laut (AAL), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, taruna sekolah
perikanan, serta para
siswa SMK pelayaran dan perikanan
se-Indonesia.
Menurut Komandan
Satuan Tugas KJK 2015 Kolonel Laut (P) Benny Sukandari, taruna dari berbagai
lembaga pendidikan itu sebenarnya berlayar bukan untuk berpelesir, melainkan
untuk praktik ilmu astronomi dan pelayaran.
”Mereka bisa mendapat banyak
pengalaman sebagai pelaut dengan ikut berlayar di kapal ini,” ujar dia.
Kapal yang
bergerak dengan peranti global positioning system (GPS) dan radar
memudahkan para taruna untuk mencocokkan hasil penentuan posisi menggunakan
rasi bintang. ”Ini merupakan ilmu dasar yang harus diketahui setiap pelaut,” tutur
perwira 51 tahun tersebut.
Benny
menceritakan, saat mulai berlayar dari Surabaya pada 30 April lalu, para taruna
harus mengidentifikasi bintang orion dan gubuk penceng. Dua gugusan bintang itu
bila ditarik garis lurus akan menunjukkan arah selatan. ”Setelah arah selatan
diketahui, tentu secara otomatis arah lainnya diketahui,” kata Benny.
Teori yang
dipelajari di kelas para taruna harus dipraktikkan pada pelayaran tersebut.
Artinya, sebenarnya pelayaran KJK 2015 untuk memeriahkan WEM di Milan itu
merupakan laboratorium buat ilmu laut. ”Semua pelajaran soal ilmu pelayaran
harus diterapkan di pelayaran selama 84 hari ini,” ucap dia.
WEM merupakan
pameran kelas dunia yang diikuti 126 negara. Di antaranya, selain Indonesia,
ikut pula Malaysia, Singapura, Republik Rakyat Tiongkok, Australia, dan tuan
rumah Italia. Pameran itu digelar untuk mengenalkan pariwisata, teknologi,
hingga militer dari negara peserta. ”Kami ingin memberikan warna yang berbeda
dengan ikut serta membantu paviliun Indonesia di WEM,” ujar suami Erna Ningsih
tersebut.
Saat ini
pelayaran sudah berlangsung lebih dari sebulan. Suka dan duka kami rasakan
sepanjang perjalanan. Termasuk berita duka yang diterima anggota listrik
departemen tiga KRI Banjarmasin Kelasi Kepala Kapal (KLK) Novi Prayitno.
Pada Sabtu sore (30/5)
Novi yang sedang duduk di lambung kiri kapal mendapatkan sejumlah pesan singkat
(SMS) di layar HP-nya. Salah satunya datang dari Indi Choirotin, sang istri di
rumah. Intinya, sang istri mengabarkan bahwa ayah Novi, Slamet Rahardjo,
telah meninggal dunia. Bahkan sudah dimakamkan di Tuban. ”Saya sedih sekali
karena tidak bisa mengantar bapak hingga pemakaman,” ungkap Novi dengan mata
berkaca-kaca.