Selain
terjangan gelombang besar, pelayaran KRI Banjarmasin untuk mendukung
paviliun Indonesia di World Expo Milan 2015 sempat menghadapi kawasan
paling berbahaya di Semenanjung Afrika. Yakni, saat kapal melintasi
Teluk Aden, perairan Somalia. Berikut catatan wartawan Jawa Pos ILHAM
WANCOKO yang ikut dalam pelayaran kapal perang TNI-AL itu.
JARUM jam menunjuk pukul
04.00 waktu Afrika Timur, Selasa (2/6). Kapal Perang Republik Indonesia
(KRI) Banjarmasin tengah melintasi perairan yang dianggap paling
berbahaya di dunia, yakni Teluk Aden, perairan Somalia. Gelombang laut
begitu
tenang dengan angin bertiup sepoi-sepoi. Rasanya sangat nyaman. Amat
berbeda
dengan beberapa hari sebelumnya ketika kapal menghadapi terjangan
gelombang 5
meter saat melewati Terusan Suez.
Anehnya,
dalam ketenangan itu, suasana di atas kapal justru sebaliknya. Di anjungan,
tampak seluruh anak buah kapal (ABK) bersiaga penuh. Lengkap dengan senjata
masing-masing. Komandan KRI Banjarmasin Letkol Laut (P) Rakhmat Arief Bintoro
dan Kepala Pelaksana Harian (Palaksa) KRI Banjarmasin Mayor Laut (P) Stanley
Lekahena terlihat tegang. Keringat mengucur dari dahi mereka. Nada bicara
mereka juga menunjukkan keseriusan masalah yang akan dihadapi kapal milik
TNI-AL itu.
Beberapa
kali salah seorang ABK meneropong ke kejauhan cakrawala. Sesaat kemudian, dia
melapor ke Letkol Laut Rakhmat dengan mimik cukup serius.
Teropong
lalu diambil alih Palaksa Mayor Laut Stanley. Dia juga melihat ke kejauhan laut
lepas. ’’Ya, ada tiga kapal di depan. Jaraknya sekitar 30 mil
laut. Di radar juga sudah terdeteksi,’’ ujar Stanley.
Dalam pelayaran menuju ke Italia itu,
kru KRI Banjarmasin sudah memperkirakan akan menghadapi masalah besar ketika
melintasi Teluk Aden yang selama ini memang dikenal sebagai zona merah bagi
pelayaran dunia. Sejumlah kapal, baik kargo maupun penumpang, dari berbagai
negara menjadi korban perompakan para bajak laut Somalia.
Salah satu yang menghebohkan adalah
ketika kapal tanker minyak Sirius Star berbendera Arab Saudi dibajak pada 2008.
Itulah perompakan terbesar di tengah laut. Kapal tersebut diestimasi seharga
USD 150 juta, sedangkan taksiran minyaknya senilai USD 100 juta.
Nah, dini hari itu, komandan dan ABK
KRI Banjarmasin pun bersiaga untuk berperang melawan para perompak Somalia.
’’Kami siap siaga dalam semua kondisi. Apalagi kapal tengah melewati perairan
yang terkenal banyak perompaknya,’’ kata Rakhmat.
Tiga kapal yang diidentifikasi sebagai
kapal bajak laut itu semakin lama semakin mendekati KRI Banjarmasin. Jaraknya
tinggal 10 mil laut. Suasana pun makin tegang. Rakhmat meminta stafnya
mengontak tiga kapal asing yang siap menghadang KRI Banjarmasin tersebut.
Melalui radio, ABK itu melontarkan pertanyaan kepada pimpinan ketiga kapal,
’’Anda kapal dari mana dan mau ke mana? Apakah akan memotong track kapal
kami?’’
Namun, tidak ada respons dari tiga
kapal itu. Sekali lagi mereka dihubungi melalui radio, tetapi lagi-lagi hanya
diam. Komandan KRI Banjarmasin dan palaksa pun akhirnya memerintah pasukan
khusus TNI-AL yang terdiri atas Taifib, Kopaska, dan penyelam untuk memperketat
penjagaan. Mereka mesti siap siaga untuk kondisi apa pun, termasuk bila harus
baku tembak dengan perompak.
’’Tiga meriam di KRI telah diawaki dan
pasukan khusus sudah bersiap di posisi belakang anjungan untuk menambah pos
pertahanan,’’ terang Rakhmat.
Tiga kapal itu bukannya menjauh,
melainkan terus mendekat hingga jarak tinggal 3 mil laut. Dari dek KRI
Banjarmasin, tampaklah tiga kapal itu seperti kapal nelayan. Dek kapal itu
cukup luas dan dilengkapi speedboat serta sebuah tangga untuk naik
turun. ’’Tiga kapal itu mirip karakter kapal perompak Somalia,’’ tuturnya.
Biasanya, perompak Somalia membawa speedboat
untuk mengejar kapal sasaran. Setelah kapal sasaran ’’tertangkap’’, tangga yang
mereka bawa dipasang menuju dek kapal korban. ’’Karakter kapal itulah yang
membuat kemungkinan tiga kapal tersebut memang kapal perompak.’’
Detik demi detik ketegangan itu terus
memuncak. KRI Banjarmasin sudah bersiap melawan bila sewaktu-waktu tiga kapal
tersebut berulah. Sebab, jarak mereka sudah sangat dekat. Ketika berada tepat
di haluan KRI Banjarmasin, dengan kecepatan tinggi, tiga kapal itu ternyata
melintas begitu saja. Mereka hanya show of force di depan KRI
Banjarmasin.
’’Kami sudah bersiap-siap menembak, eh
ternyata mereka mengurungkan niat untuk merompak kami,’’ tutur Rakhmat lega
sesaat setelah tiga kapal itu menghilang dari pandangan.
Perairan Somalia memang sangat
berbahaya untuk dilewati. Karena itu, sejumlah negara membentuk tim gabungan
yang bernama Combined Task Force 151. Tim tersebut akan mengawal kapal-kapal
yang melewati ’’zona merah’’ itu. ’’Biasanya, kapal pesiar mendapat pengawalan
ketat,’’ ungkapnya.
KRI Banjarmasin sama sekali tidak
memerlukan pengawalan itu. Kapal perang buatan PT PAL 2009 tersebut cukup
percaya diri untuk membelah perairan Somalia sendirian. ’’Masak kapal perang
perlu dikawal untuk menghadapi para perompak? Kami siap menghadapi semua
kondisi,’’ tegas Rakhmat.
Banyaknya perompak di perairan Somalia
diperkirakan disebabkan miskinnya kondisi ekonomi Somalia.
Pemerintah setempat
tidak bisa lagi mengontrol rakyatnya. ’’Mungkin ada masalah dalam pemerintahan
itu ditambah krisis yang membuat masyarakatnya mengalami kesulitan ekonomi.
Untuk menyelesaikan masalah perompakan itu, ya harus diperbaiki dulu pemerintahan
dan masyarakatnya,’’ paparnya.
Stanley memiliki cerita tersendiri
mengenai perompak Somalia. Mei 2011, dia tergabung dalam operasi pembebasan
kapal Indonesia yang disandera perompak Somalia, yakni KM Sinar Kudus. ’’Saya
juga dinas di KRI Banjarmasin ini. Kami diperintah ke Somalia
secara mendadak,’’ ujarnya.
Saat itu, seluruh ABK diminta masuk ke
kapal. Dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, semua pintu keluar kapal dikunci
rapat. Tidak ada ABK yang mengetahui akan ke mana kapal itu berlayar. Hanya
komandan, palaksa, dan sejumlah perwira yang mengetahui tujuan KRI Banjarmasin.
’’Kami langsung menuju Somalia,’’ ungkapnya.
Ada beberapa pasukan khusus yang dibawa
dalam misi tersebut. Ada pula beberapa KRI lain yang mengitari KRI Banjarmasin.
Pasukan khusus diterjunkan ke daratan Somalia. Dalam tempo singkat, akhirnya
perompak Somalia bisa dilumpuhkan. ’’Kalau tidak salah, ada empat perompak yang
tewas dalam operasi itu,’’ terangnya.
KRI Banjarmasin sempat sandar dan
melihat kondisi perkampungan perompak. Ternyata, ada ratusan sandera dari
berbagai negara dan puluhan kapal yang ditawan perompak. ’’Ya, biasanya mereka
meminta tebusan dari perusahaan atau negara yang kapalnya dirompak di laut,’’
jelas Stanley.
Setelah operasi selesai, KRI
Banjarmasin kembali ke tanah air. Namun, tidak berapa lama, perompakan kembali
terjadi. Sebuah kapal tanker milik pemerintah Arab Saudi hendak dibajak
perompak Somalia kelompok lain. ’’Lagi-lagi, pasukan TNI-AL berhasil
menggagalkan perompakan tersebut,’’ ujarnya.
Berkat prestasi penggagalan perompakan
kapal Saudi oleh TNI-AL itu, pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengucapkan terima
kasih kepada pemerintah Indonesia. ’’Kami bangga bisa menjadi bagian dalam
operasi yang sukses itu,’’ ungkapnya.
Pelayaran KRI Banjarmasin kali ini bertujuan
mendukung paviliun Indonesia di World Milan Expo 2015. Setelah sandar di
Alexandria, Mesir, pada 29 Mei, pelayaran dilanjutkan selama lima hari menuju
Genoa, Italia. Kapal sandar pada 6 Juni.