Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang akan segera berakhir masa
jabatannya, Marciano Norman, mengatakan ia berharap Indonesia tidak
ketinggalan perkembangan teknologi intelijen.
Ditemui usai menghadiri pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo di Solo, Kamis malam (11/6), Marciano mengatakan teknologi intelijen menjadi tantangan baru bagi intelijen Indonesia.
“Tantangan intelijen ke depan adalah ancaman global. Gangguan tidak hanya di satu negara saja, tetapi juga bisa terjadi di berbagai negara yang sama. Strategi kita yaitu memperkuat jaringan antar intelijen baik di dalam negeri maupun antar negara, badan intelijen dari negara-negara sahabat untuk menciptakan situasi yang aman di berbagai wilayah di dunia," ujarnya.
"Kalau masalah teknologi intelijen itu sangatlah dinamis, sehingga teknologi yang sekarang kita pakai, bulan depan bisa tertinggal. Makanya, teknologi intelijen juga (harus) selalu diperhatikan perkembangannya.”
Marciano berharap pergantian kepala BIN selanjutnya akan membuat lembaga itu semakin maju.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dalam kesempatan yang sama mengatakan pemilihan calon Kepala BIN menjadi wewenang Presiden. Menurut Tjahjo, pemerintah tinggal menunggu respon DPR terkait pengajuan calon kepala BIN.
“Pencalonan sudah disampaikan ke DPR. Bagaimana UU Intelijen dan UU TNI, saya kira apa yang sudah diputuskan oleh Presiden memiliki pertimbangan yang matang. Apapun sebagai Panglima tertinggi, Presiden memiliki kewenangan untuk memilih calon tersebut. Presiden memiliki mata, telinga untuk masukan atau laporan intelijen terkait hal ini," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengajukan nama Sutiyoso kepada DPR sebagai Kepala Badan Intelijen Negara.
Sutiyoso, purnawirawan jenderal bintang tiga di TNI, pernah menjabat Pangdam Jaya saat terjadi
peristiwa konflik PDI antara pendukung PDI Soerjadi dengan PDI Megawati yang berujung kerusuhan berdarah dengan sebutan kuda tuli, kerusuhan 27 Juli. Sutiyoso juga pernah menjabat Gubernur DKI Jakarta dan kini memimpin partai politik PKPI.(VOA)
Ditemui usai menghadiri pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo di Solo, Kamis malam (11/6), Marciano mengatakan teknologi intelijen menjadi tantangan baru bagi intelijen Indonesia.
“Tantangan intelijen ke depan adalah ancaman global. Gangguan tidak hanya di satu negara saja, tetapi juga bisa terjadi di berbagai negara yang sama. Strategi kita yaitu memperkuat jaringan antar intelijen baik di dalam negeri maupun antar negara, badan intelijen dari negara-negara sahabat untuk menciptakan situasi yang aman di berbagai wilayah di dunia," ujarnya.
"Kalau masalah teknologi intelijen itu sangatlah dinamis, sehingga teknologi yang sekarang kita pakai, bulan depan bisa tertinggal. Makanya, teknologi intelijen juga (harus) selalu diperhatikan perkembangannya.”
Marciano berharap pergantian kepala BIN selanjutnya akan membuat lembaga itu semakin maju.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dalam kesempatan yang sama mengatakan pemilihan calon Kepala BIN menjadi wewenang Presiden. Menurut Tjahjo, pemerintah tinggal menunggu respon DPR terkait pengajuan calon kepala BIN.
“Pencalonan sudah disampaikan ke DPR. Bagaimana UU Intelijen dan UU TNI, saya kira apa yang sudah diputuskan oleh Presiden memiliki pertimbangan yang matang. Apapun sebagai Panglima tertinggi, Presiden memiliki kewenangan untuk memilih calon tersebut. Presiden memiliki mata, telinga untuk masukan atau laporan intelijen terkait hal ini," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengajukan nama Sutiyoso kepada DPR sebagai Kepala Badan Intelijen Negara.
Sutiyoso, purnawirawan jenderal bintang tiga di TNI, pernah menjabat Pangdam Jaya saat terjadi
peristiwa konflik PDI antara pendukung PDI Soerjadi dengan PDI Megawati yang berujung kerusuhan berdarah dengan sebutan kuda tuli, kerusuhan 27 Juli. Sutiyoso juga pernah menjabat Gubernur DKI Jakarta dan kini memimpin partai politik PKPI.(VOA)