Perkembangan demikian sebenarnya tidak mengejutkan, sebab dari awal sudah disadari bahwa Seoul tak berpengalaman banyak dalam urusan konstruksi kapal selam. Hanya saja pemahaman demikian kalah oleh kubu yang bermimpi indah tentang alih teknologi kapal selam.
Dihadapkan pada kondisi yang tak menggembirakan bagi Indonesia itu, Jakarta harus mempunyai exit strategy. Mengapa demikian?
Silakan hitung berapa investasi yang sudah ditanam oleh Indonesia untuk mewujudkan iming-iming alih teknologi kapal selam.
Untuk gambaran sederhana, lihat saja dana yang telah dikucurkan oleh pemerintah Indonesia untuk membangun fasilitas kapal selam di PT PAL Indonesia. Kalau saat ini masuk ke area galangan BUMN itu, tak jauh dari pintu masuk utama akan terlihat kegiatan pembangunan fasilitas kapal selam sedang berjalan.
Andaikata rencana konstruksi kapal selam di PT PAL Indonesia berdasarkan kerjasama dengan DSME gagal, lalu apa yang harus dilakukan oleh Indonesia? Sudah adakah exit strategy?
Secara jujur jawabannya belum ada, karena mayoritas pihak terkait tak menyiap skenario terburuk soal kerjasama konstruksi kapal selam tersebut.
Di antara exit strategy yang dapat dipertimbangkan adalah kembali ke jalan yang lurus dalam urusan kapal selam alias merangkul kembali TKMS.
Dengan merangkul TKMS, fasilitas kapal selam yang telah dibangun di PT PAL Indonesia tak akan sia-sia alias jadi monumen hidup kegagalan kerjasama dengan Negeri Ginseng. Tentu saja dalam merangkul TKMS tak ada makan siang gratis, termasuk alih teknologi gratis dari Jerman.
Damnthetorpedo-3.blogspot.com