Kekurangan itu dirasakan hampir semua prajurit TNI, di antaranya kekuatan konstruksi senapan, kurang fleksibelnya senapan saat menembak, dan tidak kompatibel dengan perangkat-perangkat pendukung lainnya. Kejadian itu berlangsung karena minimnya komunikasi antara TNI sebagai pengguna dengan PT Pindad selaku produsen.
“Saya sebagai perwira staf yang bertugas membantu komandan dan memberikan saran pada pimpinan dalam mengambil keputusan. Menurut saya senapan yang cocok bagi satuan khusus adalah senapan yang memiliki spesifikasi SCAR (Special Combat Assault Rifle),” ujar Letda Ade Kusnadi seperti dikutip dari Majalah Baret Merah, Selasa (14/7).
Atas pandangan itu, dia sempat mendesain senapan dengan kode GPAR (Senapan Serbu Serbaguna) seri I. Namun karena masih memiliki sejumlah kekurangan, dia kembali menciptakan GPAR Sei II yang diklaim memiliki kelebihan dari segi konsep, filosofi maupun fungsi senapan itu sendiri.
“Senapan ini dapat ditembakkan secara satu per satu maupun otomatis dengan sistem gas operated yang terbukti cocok untuk kondisi wilayah Indonesia.”
Walau masih berupa prototipe, senapan rancangan Letda Ade Kusnadi layak diacungi jempol. Bukti seorang prajurit Kopassus tak cuma bisa menembakkan senjata, tetapi juga merancang sebuah senapan serbu. Merdeka.com