CIA berusaha menjatuhkan Sukarno dengan membuat film porno dengan pemeran mirip Sukarno.
OLEH: YUDI ANUGRAH NUGROHO
OLEH: YUDI ANUGRAH NUGROHO
Sukarno di Uni Soviet. Foto: "Indonesia Through Russian Lens" karya Kedutaan Besar RI untuk Rusia (2011)/teguhtimur.com.
MELALUI akun twitter-nya, politisi Partai Liberal, Mark Textor, menyebut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mirip bintang porno Filipina tahun 1970-an. Kicauan Textor, menyusul ketegangan Indonesia-Australia ihwal penyadapan, dikecam berbagai pihak. Bahkan Malcolm Fraser, mantan perdana menteri dari Partai Liberal, meminta partainya memecat Textor. Textor akhirnya minta maaf.
Presiden Sukarno pernah mengalami hal serupa, bahkan lebih parah. Dalam upaya menjatuhkan Sukarno, Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) membikin film porno. Rekayasa CIA ini didasarkan anggapan umum bahwa Sukarno suka main perempuan.
Dalam Potrait of a Cold Warrior, mantan agen CIA Joseph B. Smith mengungkapkan bahwa CIA berusaha menemukan pemeran film porno yang mirip dengan Sukarno. “Los Angeles sebagai pemasok film-film porno cocok dengan tujuan kami, kami pikir, karena mereka memiliki pemeran berkulit gelap ... yang mungkin dapat dibuat agar terlihat seperti Sukarno dengan sedikit sentuhan,” tulis Smith.
Ketika tak menemukannya, CIA memutuskan membuat masker wajah Sukarno. “Kami berencana mengirimkannya ke Los Angeles dan meminta polisi setempat membayar bintang film porno untuk memakainya selama beradegan dewasa,” kata Smith.
Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert Operations in Indonesia, 1957-1958, film porno itu dikerjakan di studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby dan saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar tuduhan bahwa Sukarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri dengan meniduri agen Soviet (diperankan perempuan pirang Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari maskapai penerbangan.
“Proyek ini menghasilkan setidaknya beberapa foto, meski tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum dalam Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II.
Hal senada dikemukakan Oliver Stone dan P. Kuznick dalam The Untold History of United States: “... film ini, jika dibuat, tidak pernah benar-benar dirilis.”
Selain film itu, menurut Blum, film porno lain yang diproduksi untuk CIA dibuat Robert Maheu, mantan agen FBI. “Film ini dibintangi seorang aktor yang mirip Sukarno,” tulis Blum. “Nasib akhir dari film, yang berjudul Happy Days, tak pernah dilaporkan.”
Menurut Michael Drosnin dalam Citizen Hughes, Maheu mendapatkan $500 per bulan dari CIA untuk pekerjaan-pekerjaan kotor. Salah satunya memproduksi film porno yang dibintangi mirip Sukarno. Namun, menurut Samuel Halpern, perwira senior di Divisi Timur Jauh, film itu justru menjadi bumerang karena di beberapa negara Dunia Ketiga, “mereka menyukai gagasan seorang pria berwarna berhubungan seks dengan perempuan kulit putih,” tulis Conboy dan Morrison.
MELALUI akun twitter-nya, politisi Partai Liberal, Mark Textor, menyebut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mirip bintang porno Filipina tahun 1970-an. Kicauan Textor, menyusul ketegangan Indonesia-Australia ihwal penyadapan, dikecam berbagai pihak. Bahkan Malcolm Fraser, mantan perdana menteri dari Partai Liberal, meminta partainya memecat Textor. Textor akhirnya minta maaf.
Presiden Sukarno pernah mengalami hal serupa, bahkan lebih parah. Dalam upaya menjatuhkan Sukarno, Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) membikin film porno. Rekayasa CIA ini didasarkan anggapan umum bahwa Sukarno suka main perempuan.
Dalam Potrait of a Cold Warrior, mantan agen CIA Joseph B. Smith mengungkapkan bahwa CIA berusaha menemukan pemeran film porno yang mirip dengan Sukarno. “Los Angeles sebagai pemasok film-film porno cocok dengan tujuan kami, kami pikir, karena mereka memiliki pemeran berkulit gelap ... yang mungkin dapat dibuat agar terlihat seperti Sukarno dengan sedikit sentuhan,” tulis Smith.
Ketika tak menemukannya, CIA memutuskan membuat masker wajah Sukarno. “Kami berencana mengirimkannya ke Los Angeles dan meminta polisi setempat membayar bintang film porno untuk memakainya selama beradegan dewasa,” kata Smith.
Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert Operations in Indonesia, 1957-1958, film porno itu dikerjakan di studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby dan saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar tuduhan bahwa Sukarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri dengan meniduri agen Soviet (diperankan perempuan pirang Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari maskapai penerbangan.
“Proyek ini menghasilkan setidaknya beberapa foto, meski tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum dalam Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II.
Hal senada dikemukakan Oliver Stone dan P. Kuznick dalam The Untold History of United States: “... film ini, jika dibuat, tidak pernah benar-benar dirilis.”
Selain film itu, menurut Blum, film porno lain yang diproduksi untuk CIA dibuat Robert Maheu, mantan agen FBI. “Film ini dibintangi seorang aktor yang mirip Sukarno,” tulis Blum. “Nasib akhir dari film, yang berjudul Happy Days, tak pernah dilaporkan.”
Menurut Michael Drosnin dalam Citizen Hughes, Maheu mendapatkan $500 per bulan dari CIA untuk pekerjaan-pekerjaan kotor. Salah satunya memproduksi film porno yang dibintangi mirip Sukarno. Namun, menurut Samuel Halpern, perwira senior di Divisi Timur Jauh, film itu justru menjadi bumerang karena di beberapa negara Dunia Ketiga, “mereka menyukai gagasan seorang pria berwarna berhubungan seks dengan perempuan kulit putih,” tulis Conboy dan Morrison.