Pages

Monday, 23 December 2013

Hubungan Militer Rusia-Indonesia Semakin Kuat

Rusia dan Indonesia memiliki sejarah kerja sama teknis militer.


Foto: Kecerdasan Jet Tempur Sukhoi Su-35S
Telah Melampaui F-22 AS

Minggu, 22-12-2013
-Praktis seluruh ideologi pesawat
tempur generasi kelima telah
diejawantahkan dalam wujud Su-35S.

Hal ini memberi Rusia potensi untuk
memulai upaya menciptakan pesawat
tempur generasi kelima dengan
mendahului semua negara lainnya.
Kompleks aviasi canggih garis depan
PAF FA (T-50) dalam proses
menyelesaikan fase tes wajibnya
dengan sukses. Pesawat tempur
generasi kelima hasil produksi
tersebut diharapkan mulai dapat
digunakan oleh militer pada tahun
2017. Namun demikian di saat yang
sama, unit garis depan sudah
dilengkapi dengan produk imbangan
yang hampir serupa dengan pesawat
ini – pesawat tempur multiperan
Su-35S.

Pendeknya, bersamaan dengan
pembuatan konsep virtual pesawat
tempur generasi kelima sedari awal
pesawat ini didesain dalam wujud
digital saja komponen yang siap
digunakan untuk pesawat tempur
masa depan ini diimplementasikan
dan dikembangkan pada platform
Su-35S. Maka Su-35S generasi 4++
pun praktis menjadi setara dengan
pesawat tempur generasi kelima di
semua karakteristiknya kecuali apa
yang disebut teknologi siluman,
sampai jenis ini masuk produksi
massal.

Lebih lanjut lagi dalam hal
karakteristik tertentu, Su-35S sudah
melampaui satu-satunya pesawat
tempur generasi kelima yang telah
digunakan hingga sekarang, yaitu
F-22 Raptor buatan Amerika. Oleh
karena itu, sistem kendali radar
‘Irbis’ yang dipasang di Su-35S
mampu mendeteksi sasaran di udara
pada jarak hingga 400 km yang
merupakan rekor saat ini, dan
melacak hingga 30 sasaran serta
menyerang 8 di antaranya secara
simultan.

Sistem radar di F-22 lebih lemah:
jangkauan deteksi maksimumnya
hanya 300 km. Di samping itu, ‘Irbis’
memungkinkan pendeteksian dan
pelacakan aktif terhadap hingga
empat sasaran di darat secara
simultan. Su-35S juga dilengkapi
dengan sistem navigasi yang mampu
menunjukkan lokasinya sendiri dan
parameter pergerakannya secara
mandiri tanpa harus melalui navigasi
satelit atau komunikasi dengan
stasiun di darat. Dengan kata lain,
jika GPS atau GLONASS dimatikan,
pesawat ini tidak akan menjadi
‘buta’.

Angkatan Udara Rusia dijadwalkan
menerima 48 pesawat Su-35S
sebelum akhir 2015. Itu praktis sama
dengan 50 buah pesawat generasi
kelima karena Su35S hampir identik
dengan PAK FA dalam hal perangkat
elektronik onboard, sistem kendali,
dan persenjataan. Oleh sebab itu,
tidak akan sulit bagi pilot untuk
beralih ke pesawat tempur generasi
kelima dengan teknologi silumannya
yang niscaya: setiap pilot yang telah
mahir mengendalikan Su-35S dapat
dengan mudah beralih ke T-50.
Artinya peralihan ke pesawat tempur
generasi kelima tidak akan dimulai
pada tahun 2017 proses itu sudah
berlangsung saat ini di Angkatan
Udara Rusia.

Ideologi pesawat yang akan
mendominasi langit di paruh kedua
abad ke-21 sedang ditentukan saat
ini. Apakah ini akan berupa robot
terbang atau pesawat tempur klasik
berawak dengan perangkat elektronik
yang semakin mutakhir dan
persenjataan yang baru tidak begitu
penting. Yang utama adalah industri
pesawat Rusia telah memulai terlebih
dahulu pengembangan pesawat
generasi keenam. Semakin cepat
Su-35S mulai digunakan dalam unit
garis depan dan semakin besar
jumlahnya, usaha menciptakan
pesawat tempur generasi baru akan
semakin sukses.
Admin : @Fn
Sumber : RBTH


Uni Soviet mulai menjual senjata kepada Indonesia segera setelah kedua negara menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1950. Pada tahun-tahun awal itu, personil angkatan laut dan udara Indonesia dikirim untuk belajar ke Uni Soviet. Namun demikian, hubungan ini memburuk pada pertengahan 1960- an karena alasan politik. Kedua pihak berusaha untuk melanjutkan hubungan pada awal 1990-an, tetapi sejumlah faktor membuat mereka tidak dapat membangun kembali hubungan yang dekat hingga tahun 2000-an. Sebagai contoh, telah dilakukan beberapa kali pembicaraan mengenai pengiriman pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-30 ke Indonesia sejak 1997, tetapi unit- unit contoh pertama tipe ini baru berhasil dikirimkan tahun 2003. Kehadiran Rusia dan AS di Indonesia Berlanjut kembalinya hubungan militer Rusia-Indonesia sangat dipengaruhi oleh hubungan antara Indonesia dan AS.


Washington memberlakukan  embargo yang berlarut-larut terhadap penjualan senjata ke Jakarta, dengan menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Timor Timur. Larangan penuh penjualan senjata, termasuk suku cadang, berlangsung sejak 1999 hingga 2005. AS kini telah memperbaiki hubungan dengan Indonesia, tetapi Jakarta sudah belajar untuk tidak menaruh semua telurnya dalam satu keranjang saja. Indonesia mendiversifikasi impor senjatanya, membeli baik dari AS maupun Rusia. Pada 2011, AS setuju mengirimkan 24 jet tempur bekas pakai National Guard produksi Lockheed Martin yaitu F-16 C/D Block 25 ke Indonesia dengan label hibah.


Pada akhir 2012, kedua negara membuka pembicaraan mengenai rencana pembelian helikopter utilitas UH-60 Black Hawk dan helikopter serbu Boeing AH-64D Apache. pendekatan pragmatik ini memungkinkan Jakarta untuk melindungi impornya, sambil menjaga kenetralanannya dalam urusan militer kawasan regional. Penjualan senjata Rusia ke Indonesia Rusia sudah mengirimkan 16 pesawat tempur Sukhoi ke Indonesia sejak 2003. Moskow juga telah menjual kepada Jakarta helikopter Mil Mi-35 dan Mi-17, kendaraan tempur infantri BMP-3F, pengangkut personil berlapis baja BTR-80A, dan senapan serbu AK-102. 


Sebuah komisi antarpemerintah untuk kerja sama teknis militer dibentuk pada 2005. Pada 2007, Moskow memberikan pinjaman sebesar $1 miliar kepada Jakarta guna membeli berbagai peranti keras militer Rusia. Dalam beberapa tahun terakhir, kerja sama militer antara Rusia dan Indonesia telah berkembang hingga ke luar perdagangan senjata. Pada 2011, angkatan laut Rusia dan Indonesia berlatih tindakan pencegahan bajak laut dalam latihan bersama mereka yang pertama sepanjang sejarah. Rusia dan Indonesia juga melanjutkan kerja sama multilateral dalam format ASEAN. Pada bulan Juli 2004, Rusia dan ASEAN menandatangani sebuah deklarasi tentang tindakan pencegahan bersama melawan terorisme. Pertemuan Menteri-Menteri Pertahanan ASEAN Plus Latihan Kontraterorisme dilakukan di Indonesia pada tanggal 9-13 September.

ASEAN dan Rusia pun menyelenggarakan pertemuan tahunan dan sesi-sesi kelompok kerja menyangkut keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana, obat-obatan militer, operasi penjagaan kedamaian, dan aksi kemanusiaan. Potensi kerja sama Dalam Indo Defence Expo & Forum yang diadakan di Indonesia pada 2012, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meminta agar Rusia melibatkan diri secara langsung dalam mengembangkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Permohonan ini membuka lebih banyak kesempatan untuk bekerja sama. Moskow pun sudah menawari Jakarta bantuan untuk mengembangkan pertahanan udaranya. Sekarang ini, pasukan pertahanan udara Indonesia hanya memiliki sistem misil surface-to-air (SAM) jarak dekat.


Viktor Komardin, wakil kepala eksportir senjata milik pemerintah Rusia, Rosoboronexport, berkata Moskow dapat menjual sistem SAM secara satuan kepada Jakarta maupun membantunya membangun
jaringan pertahanan udara yang komprehensif. Kata Edy Prasetyono, Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Indonesia: "Kerja sama militer Indonesia-Rusia belum mencapai kemajuan yang signifikan tidak hanya dalam penjualan militer, melainkan juga dalam bidang- bidang kerja sama militer lain seperti praktik, latihan, dan pendidikan militer. Terdapat banyak bidang yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh kedua negara: tindakan antiteror, operasi bantuan bencana, dan pertukaran personil. Kedua kedutaan di masing-masing ibukota perlu berinteraksi lebih intensif untuk menentukan tujuan bersama dan merumuskan kebijakan operasional untuk mencapainya. Indonesia kini memiliki anggaran industri pertahanan yang akan digunakan untuk mengembangkan industri pertahanan melalui kerja sama internasional. Maka dari itu, masih ada ruang bagi Rusia untuk bekerja sama dengan Indonesia terutama dalam mengembangkan platform senjata tertentu. Kedua negara perlu bernegosiasi tentang bidang yang satu ini."


RBTH