Saya tetap melihat tidak ada sesuatu
yang benar-benar luar biasa dalam pengembangan alutsista TNI saat ini,
dibandingkan dengan potensi ancaman dan segala dinamikanya ke depan.
Karena penguatan kekuatan pertahanan NKRI tidak dimulai dari pangkal
persoalannya, tetapi dengan cara potong Kompas, pasca lepasnya
Sipadan-Ligitan & kasus Ambalat, yang berakibat dengan kurang
jelasnya arah dari pengembangan pertahanan NKRI, terutama untuk jangka
panjang.
Lalu apa yang menjadi pokok permasalahan
dari arah kebijakan NKRI saat ini dan ke depan? Sudah banyak lembaga
think tank dan maupun hasil kajian studi dari pemerhati pertahanan di
negeri ini yg menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:
- Membuat ambang batas terendah, medium & maksimum terhadap anggaran pertahanan nasional. Saat ini untuk tahun 2014 menganggarkan Rp 86,376 triliun, atau 0,8 persen dari persentase ideal GDP. Padahal sudah banyak studi pertahanan yang menjelaskan, Indonesia minimal harus menganggarkan 2% dari GDP, 5% dari GDP untuk kondisi ideal & 10% dari GDP untuk kondisi maksimum. Tetapi hingga kini untuk peningkatan 1% dari GDP untuk anggaran pertahanan pun Indonesia belum bisa menyisihkannya. Argumen klasik selalu menjadi alasan, pemerataan, pendidikan, dll. Padahal kalau RI punya platform pertahanan jangka panjang, itu semua bisa diatasi. Kita bisa belajar dari China, setelah 35 tahun secara konsisten terus meningkatkan anggaran militer mereka perlahan2, baru pada tahun 2010 lah dunia mulai memperhatikan militer mereka, padahal kondisi ekonomi mereka pada dekade 80 hingga 90 an tidak lebih baik dari negara kita, dan sekarang hasil dari kerja keras mereka berhasil, bukan hanya bisa menjadi salah satu yg terkuat secara militer, tetapi juga bisa menghasilkan uang dari hasil kerja keras tsb, atau kalau perbandingannya terlalu tinggi, kita bisa contoh India, berapa persen rakyat mereka yg miskin dan lebih miskin dari kita, tetapi negara mereka tetap konsisten untuk memperkuat negara mereka.
- Meninjau ulang dan memperbaikinya buku putih pertahanan NKRI. Buku putih pertahanan NKRIyang pasca orde lama hingga kini lebih menekankan kepada sistem bertahan, yang oleh petinggi TNI dianggap hanya membatasi ruang gerak dan mengebiri potensi maupun kemampuan TNI dalam mempertahankan NKRI. Sudah saatnya Indonesia kembali mengembangkan jangkauan pertahanan TNI kita, tidak ada salahnya TNI memukul terlebih dahulu, daripada Harus terpukul duluan. Pada zaman Orde lama, NKRI bisa membuat sebuah hegemoni dan Geopolitik, dan mampu mempengaruhi negara2 dunia, tetapi sekarang tidak, apa yg terjadi??
- Penguatan kembali sistem pertahanan semesta. Pembentukan Kogabwilhan sebenarnya adalah buah dari rencana pemekaran Komanda Armada, yang saat ini dari 2 komando Armada, yakni komando Armada timur (Koarmatim) dan komando Armada barat (Koarmabar), dengan penambahan komando Armada utara (Koarmata) dan komando Armada selatan (koarmala). Tetapi ini tidak juga terbentuk, dengan alasan anggaran, kemudian diputuskan dibentuk 3 komando Armada, yakni penambahan komando Armada tengah, tetapi tidak juga terbentuk dengan alasan lagi2 masalah anggaran pertahanan. TNI & kemenhan sudah menjelaskan, & jauh-jauh dekade mengatakan, pembentukan 4 komando Armada adalah wajib hukumnya untuk meng-cover seluruh NKRI dalam kondisi darurat perang. Tetapi hingga kini belum juga terbentuk. Pembentukan Kogabwilhan diharapkan bisa menjadi embrio dari pembentukan 4 komando Armada tersebut. Tapi Ini pun masih ada berdebatan tentang struktur dan lain sebagainya.Sekadar informasi, sebentar lagi pasukan komando Cadangan (PasKomcad), akan segera terbentuk, rencananya akan sedikit dipercepat, karena paskomcad diperuntukkan juga untuk Kogabwilhan. Saat ini Pemerintah untuk gelombang pertama menargetkan 2 juta pasukan paramiliter Paskomcad, yang akan diambil dari kalangan PNS, swasta, dll, dari usia 18 tahun hingga 45 tahun. Paskomcad adalah sistem pertahanan yang bersifat sel-sel, dari tingkat RT, RW, Kelurahan Kabupaten, kota, provinsi dan negara. Dengan sistem pergerakan/mobilisasi 3 jam, 6 jam, 12 jam, 1 x 24 jam, 3 hari dan 1 minggu, sesuai kondisi darurat perang yang terjadi.Kalangan pemerhati pertahanan & studi, meyakini kalau sistem pertahanan semesta bisa kembali diperbaiki, akan mampu membuat Indonesia menjadi negara terkuat sistem pertahanannya. Tapi apakah ini semua berjalan mulus?? Kita akan perhatikan.
- 4. Meningkatkan riset teknologi tingkat tinggi terutama untuk alutsista. Indonesia, India, China, Korea, pada tahun 60-an memulai Start yang sama dalam pengembangan riset pertahanan, tetapi kenapa hingga kini Indonesia masih jauh tertinggal dari negara2 tersebut? Saat ini, Walaupun terlambat, daripada tidak sama sekali, mulai sadarnya negara kita untuk kembali memperkuat riset pertahanan patut kita hargai, sekarang yang tinggal dipertahankan tingkat konsistensinya, apakah hanya bersifat proyek rezim, seperti selama ini sudah terjadi, atau benar2 lahir dari kesadaran Indonesia untuk membangun sistem pertahanan dari akarnya?? Dan masih ada beberapa rekomendasi hasil kajian studi lainnya terhadap sistem pertahanan negara kita. Jadi tidak ada yang perlu dieuforia-kan terhadap perkembangan TNI saat ini, selama struktur pertahanan tersebut belum menyentuh pangkal persoalannya, yakni, anggaran, riset, dll. Saat ini moncong senjata mulai mengarah ke Asia Pasifik, pastinya kita tidak mengharapkan Indonesia menjadi pecundang di kawasan sendiri. Ada yang perlu dipahami juga bahwa inspirasi pembentukan MEF adalah bertujuan mengembalikan kekuatan tempur TNI seperti pada zaman Trikora & Dwikora, dan hal ini sudah sering kali disampaikan oleh MenHan maupun TNI, bahkan Kapuspen TNI, pak Iskandar Sitompul dalam sebuah wawancara Televisi juga sudah menjelaskan hal tersebut.
Kekuatan Tempur TNI pada era tahun 60
an, adalah kekuatan ideal TNI, dan bukanlah kekuatan maksimumnya. Karena
dengan kekuatan tersebut mampu meng-cover wilayah NKRI secara baik,
dengan adanya kapal penjelajah, kapal destroyer, kapal pemburu, dan
kapal selam terbaik di eranya pada Matra laut, dan pesawat pemburu
maupun bomber pada matra udara. Kekuatan TNI pada masa itu adalah
“maksimum defensif”, belumlah lagi maksimum ofensif, oleh karena itulah
dianggap sebagai kekuatan ideal TNI, sehingga mampu membuat sekutu &
Belanda mundur teratur.
Pembentukan MEF bertujuan untuk
mengembalikan kekuatan TNI pada taraf maksimum defensif, seperti pada
era 60 an, karena ini sesuai dengan doktrin politik maupun doktrin
pertahanan NKRI. Terkait kekuatan TNI, Kan banyak selorohan dari
beberapa perwira TNI kita, “kalau belum bisa seperti jamannya pak Karno,
gak usah sok kuat deh”. Jadi ini bukanlah proyek mercusuar.
Saya juga ingin mengoreksi, diatas saya
tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa hasil yg telah dilakukan oleh
Pemerintah selama ini untuk memperkuat pertahanan NKRI sebagai omong
kosong. Tapi saya hanya mengatakan kita harus realistis. Misalkan,
anggaran pertahanan untuk 2014 ini, secara angka memang terlihat besar,
tetapi ketika dialokasikan baru diketahui bahwa sebagian besar habis
hanya untuk dana peningkatan kesejahteraan prajurit TNI, yg memang jauh
dari kata sejahtera. Lalu berapa porsinya untuk pembelian alutsista?
Berapa porsinya untuk pengembangan riset? Apa yg sudah kita miliki saat
ini? Seberapa besar kekurangan/gapnya? Dll. Kalau ini semua dibuka &
ditelaah, akan terlihat tidak ada yang terlalu istimewa disini. Padahal
ancaman terhadap keutuhan NKRI kedepannya “semakin istimewa”
Saya akan merasa lebih jumawa kalau
Pemerintah kita berani meningkatkan anggaran pertahanan hingga 2% saja
dari ideal GDP, karena dari situlah bisa menilai tingkat keseriusan
Pemerintah untuk memperkuat otot-otot pertahanan NKRI. Kalau alasannya
pendidikan, kita bisa meniru China & Korea yg mengintegrasikan Riset
dengan pendidikan bangsa mereka. Pendidikan naik, keberhasilan riset
juga naik, begitu juga sebaliknya. Itulah makanya saya katakan, langkah2
yg dilakukan Pemerintah kita untuk memperkuat TNI selama ini masih
sebatas “menebus dosa”. Umpama seorang anak yg sudah lama tidak pernah
dipakaikan baju, sering masuk angin & sakit2an, sekarang mulai
dipakaikan baju beberapa stel, yang mungkin hanya cukup untuk 2 atau 3
hari saja, habis itu telanjang lagi… Ehhhmm…..
Skandal Ambalat telah membukakan mata
Pemerintah & petinggi negara ini, bahwa betapa lemahnya sistem
pertahanan Indonesia. Bahkan baru pada era itulah Mahatir Muhammad &
Badawi, berani berbicara kata “perang”, kata yg sebelumnya begitu
mereka hindari. Kita patut berterima kasih kepada para prajurit TNI kita
pada saat konflik Ambalat terjadi, karena TNI dengan kapal perang yg
sudah berkarat disana sini, berhasil mengusir Armada laut malaysia
dengan teknologi terbaru mereka. keberhasilan tersebut terjadi karena
“nyali & aksi nekat” prajurit kita, sehingga bangsa kita tidak
sampai dipermalukan dalam kasus tersebut dimata internasional. Tapi,
realistis saja, dalam perang modern, sampai kapan nyali yg selalu
menjadi tumpuan??
Satu hal lagi yang juga perlu dipahami
adalah, awal terbentuknya Indonesia, negara ini langsung bisa memiliki
hegemoni & geopolitik yg kuat. Bagaimana mungkin Indonesia, yg masih
seumur jagung mampu mempecundangi Jagoan2 perang dunia ke II, seperti
Jepang & gerombolan Sekutu?? Mengusir mereka semua dari benua
nusantara dengan kepala tertunduk. Berapa banyak negara-negara di dunia
saat itu yang mencapai kemerdekaannya karena terinspirasi &
terbantukan oleh Indonesia. KAA, GNB, dll. Hanya Indonesia satu2nya
negara yang pernah keluar dari PBB, hanya Indonesia satu2nya negara yg
pernah menantang PBB dengan membentuk lembaga tandingan (The New
Emerging Forces). Kekuatan hegemoni Indonesia ketika itu mampu membuat
negara2 jajahan di seluruh dunia berani mengangkat kepala mereka untuk
menantang tuan-tuan penjajah mereka sebelumnya.
Oleh karena itu, mau kita berteriak2
dengan slogan “million friends, Zero enemy” sekalipun, negara2 kuat
seperti US, Sekutu/NATO, dll, hanya menganggapnya sebagai lelucon.
Karena mereka tahu apa yang bisa diperbuat oleh Indonesia dulu & di
masa depan. Itulah makanya negara kita disebut “Raksasa tidur”. Ada
beberapa kajian studi Pentagon tentang hal ini, saya harap suatu saat
nanti saya bisa mengangkatnya di blog ini.
Soekarno adalah seorang Visioner &
bukan seorang megalomaniak. Apa yg dianggap proyek mercusuar pada masa
itu, baru bisa dinikmati & dirasakan kebanggaannya pada saat ini.
Sulit kita menemukan pemimpin yang memiliki visi begitu jauh ke depan,
di saat bangsanya sendiri masih meng-olok olok nya.
Bicara kondisi ekonomi pada masa orde
lama juga harus membuka diskusi yg lebih luas. Harus dibuka juga dengan
gamblang bagaimana kondisi ekonomi dunia ketika itu? Bagaimana kondisi
geopolitik ketika itu? Salah satu senjata orde baru untuk menghantam
Soekarno adalah dengan isu ekonomi, dengan janji2 kemakmuran dan
kesejahteraan. Padahal itu semua tidak lebih dari hasil penjualan sumber
daya alam dengan harga “Obral”, pinjaman-pinjaman internasional yang
selalu membengkak setiap dekadenya, yang bahkan “dosanya” masih bisa
kita rasakan hingga era reformasi saat ini.
Berpikirlah realistis, di masa depan
musuh potensial kita bukan Malaysia, Singapura atau Australia, terlalu
kecil mereka bagi kita, tetapi musuh potensial negara kita adalah
negara-negara yang memiliki hegemoni & geopolitik yg kuat seperti
US, NATO, China & persemakmuran Rusia/Ex Eropa timur. Jadi ayo lah
berpikir ke depan.