Asia-Pasifik termasuk Asia Tenggara
adalah wilayah yang paling pesat mengalami perkembangan modernisasi
militer, termasuk juga Indonesia. Singapura, sebagai negara kecil
dikelilingi tetangga-tetangga yang lebih besar di kawaan Asia tenggara
mempunyai perasaan kerentanan yang kemudian mendorong pemerintah
Singapura menjadi negara dengan anggaran terbesar di kawasan Asia
Tenggara.
Namun kondisi tersebut mungkin tidak
lama lagi akan berubah. Program modernisasi TNI di Indonesia dengan
program Minimum Essential Force yang akan merubah postur dan doktrin TNI
mengancam posisi Singapura sebagai negara dengan militer terkuat dan
tercanggih di Asia Tenggara.
Pada tahun 2012, Singapura dan Indonesia
secara kolektif mencapai hampir 57% dari total anggaran pertahanan
negara-negara ASEAN. Anggaran pertahanan lima besar negara ASEAN (Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, Philipina)
diperkirakan mencapai $61.6 milyar USD pada tahun 2020 dari $29.3
milyar pada tahun 2012, atau tumbuh dengan CAGR sebesar 9,8% selama
periode proyeksi tersebut. Sebagian besar belanja ini diperkirakan akan
didorong oleh peningkatan belanja Indonesia yang meningkat sebesar 17%
CAGR selama periode tersebut. Pada tahun 2020, diprediksi Indonesia akan
memberikan kontribusi hampir 40% atau sekitar $24.6 milyar USD dari
anggaran pertahanan ASEAN diikuti oleh Singapura dengan 23% ($14 milyar
USD) dan dan Thailand 17% ($10 milyar USD).
Singapura terus menjaga peningkatan
anggaran pertahanan yang stabil. Anggaran pertahanan Singapura 2014
diumumkan senilai $12.56 miliar SGD ($9.93 miliar USD), naik 3,2 % dari
anggaran pengeluaran pada 2013. Ketika kenaikan anggaran belanja
pertahanan Indonesia banyak yang digunakan untuk pengembalian postur
yang lama diabaikan, anggaran Singapura telah lama ada pada kondisi
mengejar kualitas dan deterrence. Selain itu alokasi R&D yang besar
menyebabkan industri strategis Singapura menjadi pemimpin industri
pertahanan di Asia Tenggara, sementara di sisi lain Indonesia baru saja
akan memulai kembali mengemangkan industri strategis setelah
terbengkalai pasca krisis moneter 1997.
Alokasi Singapura tersebut sekitar 22%
dari pengeluaran total pemerintah tahunan dan sekitar 3,3 % dari PDB.
Pendekatan jangka panjang negara untuk anggaran pertahanan diarahkan
mempertahankan level kemampuan tinggi Angkatan Bersenjata Singapura
(SAF) dan mengejar SAF sebagai generasi lanjut angkatan bersenjata yang
modern.
Persentase anggaran pertahanan dari PDB
Singapura (3.3%), lebih tinggi dari rata-rata global yang ada di kisaran
2% PDB, namun angka tersebut masih jauh di bawah batas maskimal
anggaran pertahanan Singapura yang punya batas hingga 6% PDB. Namun
potensi besar Indonesia bahkan di saat sekarang yang hanya menganggarkan
1% PDB telah mampu mendekati anggaran 3.3% PDB Singapura. Pada
akhirnya, walaupun Singapura menganggarkan batas maksimal anggaran
pertahanan-pun tetap saja pada suatu saat akan terlewati dan tidak akan
bisa bersaing dengan tetang-tetangganya yang lebih besar.
Menteri Pertahanan Ng Eng Hen berbicara
depan Parlemen alasan peningkatan anggaran yang stabil adalah upaya
Singapura dalam pembangunan kemampuan pertahanannya sehingga mencapai
kemampuan pencegahan strategis, dan juga untuk menghindari kondisi tidak
siap menghadapi potensi resiko ancaman yang tidak diperkirakan dan bisa
terjadi kapan saja. Dia memberi gambaran bagaimana bentuk Angkatan
Bersenjata Singapura hingga tahun 2030.
Saat ini Singapura sedang dalam upaya
pengadaan pesawat Multi-Role Tanker Transport (MRTT), berpotensi menjadi
pengguna pertama kapal selam produksi dari prototype, mengakuisisi
pesawat generasi lima pada tahun 2020, upgrade kendaraan lapis baja
Bionix dan meluncurkan kendaraan driverless untuk membantu melindungi
kedaulatan Singapura. Sementara itu Singapura sebelumnya sudah menerima
F-15SG dan sedang dalam proses upgrade armada F-16 mereka.
Angkatan Darat Singapura juga berencana
merekrut sebanyak 1.100 prajurit karier. Menteri Pertahanan Ng Eng Hen
mengatakan bahwa memiliki tentara karir profesional yang lebih
berpengalaman dalam unit pelatihan akan membuat pelatihan peserta wamil
lebih efektif dan efisien.
Pertumbuhan ekonomi memungkinkan
Singapura terus mempertahankan “Keunggulan kuantitatif dan kualitatif
SAF” terhadap kekuatan militer tetangganya, namun, fundamental
pertumbuhan ekonomi dan proporsional ukuran dan sumber daya Singapura
berbanding Indonesia pada akhirnya akan menuju pada situasi dan kondisi
ketika kemampuan SAF tidak akan lagi mampu memberikan efek gentar bagi
TNI. Dan mengingat sejarah masa lalu, memang wajar jika mereka merasa
terancam.
Demi mengatasi keterbatasan potensi
mereka tersebut, Singapura melirik opsi bentuk perlindungan dari luar
seperti hubungan pertahanan bilateral dan juga multilateral. Seperti
misalnya dengan Amerika Serikat, Australia, Jepang dan lima negara
anggota FPDA.
Untuk Indonesia menggantikan Singapura
sebagai militer dengan anggaran terbesar hanya tinggal menunggu waktu,
sama sekali bukan tantangan berat tapi adalah proses wajar akibat
berbedaan potensi ke dua negara. Dan juga harus diingat Singapura dengan
maksimal memanfaatkan potensi-potensi yang ada dengan indeks daya saing
tinggi, sementara Indonesia terkesan masih mengabaikan berbagai potensi
ekonomi dan geografis di dalam negeri. Jika Indonesia mampu
memberdayakan potensi yang ada pada level yang sama seperti Singapura,
maka sebagai benchmark bukan mustahil akan melirik negara yang lebih
seimbang dari segi postur dan potensi seperti Brasil, India atau bahkan
China.
Bagi Indonesia, Singapura hanyalah satu
bagian kecil dari kekuatan asing yang lebih besar. Indonesia tidak bisa
melihat hanya pada satu arah sebagai sumber ancaman dan harus juga
mengandalkan kecerdikan diplomasi dalam menangkal berbagai bentuk
ancaman tersebut, baik militer, politik maupun ekonomi. Di masa
multipolar seperti saat ini, untuk kembali menjadi kekuatan regional
yang diperhitungkan Indonesia juga harus mewaspadai potensi ancaman
diluar ruang lingkup Asia Tenggara.jakarta greater