Pages

Thursday, 20 March 2014

Indonesia pernah sampaikan keberatan atas peta Natuna


  Kita harus betul-betul jernih untuk menyikapi masalah ini. Pertama antara Indonesia dan Tiongkok, tidak ada sengketa wilayah, tidak ada," 

Jakarta:- Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan pemerintah Indonesia pernah menyampaikan keberatan atas peta Natuna yang dikeluarkan oleh pemerintah China terkait pencantuman nine dash line atau sembilan titik yang ditetapkan China.

"Ada satu masalah yang disebut nine dash line, sembilan titik yang ditetapkan oleh Tiongkok (China, red). Mengenai masalah ini, kita juga sudah menolaknya, tapi ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah persengketaan wilayah Indonesia dan Tiongkok. Kita permasalahkannya secara resmi tahun 2010, kita ajukan di PBB menyampaikan... minta agar pihak Tiongkok memberikan penjelasan apa latar belakang, hukum apa yang mereka gunakan. Bahkan ketika mereka menampilkannya di paspor mereka, kita sampaikan bahwa kita tidak menerima adanya di paspor ini sebagai wujud pengakuan, tidak mengakui nine dash line," kata Marty di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.

Menlu mengatakan antara Indonesia dan China tidak ada persengketaan wilayah, termasuk dalam skema Laut China Selatan.


"Kita harus betul-betul jernih untuk menyikapi masalah ini. Pertama antara Indonesia dan Tiongkok, tidak ada sengketa wilayah, tidak ada. Bahkan misalnya di pulau Natuna, kita dan Tiongkok, saat ini melalui maritime forum, kerja sama kelautan antara Indonesia dan Tiongkok, dan dilakukan pada tingkat wakil menlu antara lain dibahas tentang kerja sama Tiongkok dalam bidang penanaman modal asing Tiongkok di Pulau Natuna untuk proses pengalengan ikan," katanya.

"Ada tiga masalah yang saling terkait tapi sebenarnya terpisah. Satu, tidak ada sengketa wilayah Indonesia dan Tiongkok apalagi masalah Natuna. Kalau harus memperjuangkan mempertahankan wilayah NKRI ini termasuk Natuna tentu akan kita lakukan setiap jengkal. Tapi mengenai Natuna, tidak ada persengketaan dengan Tiongkok, justru sedang bekerja sama dengan Indonesia untuk mencoba penanaman modal asing Tiongkok di Natuna. Kedua, kita bukan salah satu pihak yang bersengketa di Laut China Selatan. Ketiga, adalah masalah nine dash line, memang kita tidak menerima. Karena itu, kita minta penjelasan Tiongkok latar belakang dan dasar hukumnya," katanya.

Atas keberatan pemerintah Indonesia terhadap pencatuman nine dash line tersebut, Marty mengatakan pemerintah China belum memberikan jawaban.

"Tidak memberikan jawab apa-apa. Karena kita sampaikan lewat PBB secara resmi, bahwa untuk secara hukum, kita sampaikan sikap kita bahwa kita tidak menerima nine dash line, ini beda masalah dengan pulau Natuna," kata Marty.

Pada pekan lalu, Antara mengutip Asisten Deputi I Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Bidang Dokrin Strategi Pertahanan, Marsekal Pertama TNI Fahru Zaini.

Fahru mengungkapkan bahwa China memasukkan sebagian wilayah perairan laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, ke dalam peta wilayah mereka.

"Pemerintah Republik Rakyat China telah mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka. Klaim sepihak ini terkait sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel antara negara China dan Filipina. Sengketa ini, akan berdampak besar terhadap keamanan laut Natuna," ungkap Fahru Zaini saat berkunjung ke Natuna, Rabu pekan lalu.

Ia menjelaskan, China telah menggambar peta laut Natuna di Laut China Selatan masuk peta wilayahnya dengan sembilan dash line atau garis terputus, bahkan dalam paspor terbaru milik warga China juga sudah dicantumkan.

ANTARA News