Mengapa Vladimir Putin begitu marah merah darah dan
melakukan ekspansi “sukarelawan beralutsista” ke Ukraina, tak lain karena
kehausan hegemoni Barat yang hendak mengucilkan Rusia dari sekutu emosionalnya
dalam bingkai Uni Sovyet dulu. Sudah banyak negara pecahan Uni Sovyet dan
sekutunya yang tergabung dalam Pakta Warsawa ditarik Barat untuk bergabung atau
setidaknya tidak berkawan secara militer dengan Rusia. Ukraina ini adalah klimaks birahi hegemoni Barat yang dilawan
secara marah merah darah oleh Rusia. Marah maksimal ini karena tidak tertutup
kemungkinan senjata berhulu ledak nuklir menjadi pamungkas segala cerita
kesombongan hegemoni dan keterkucilan itu.
Sebelumnya Barat juga mau mengobrak abrik Suriah dengan
lagu fitnahnya, biasalah konteks perang informasi memang diperlukan saat ini
untuk penggiringan opini publik.
Dibilang rezim barbar, punya senjata kimia, terlalu lama berkuasa dst
dst, dilempar ke kantor berita dunia.
Bashar Al Assad tidak goyah. Lalu Barat beralih ke model proxy war dengan
membentuk laskar gabungan internasional yang kemudian dikenal bernama ISIS
untuk gempur Assad. Kucuran dana dari beberapa negara termasuk Arab Saudi mengalir
bersama aliran alutsista gurun pasir untuk menggempur Damaskus.
Latgab TNI AD dan US Army melibatkan Apache di Mi35 |
Sementara itu rombongan kapal perang AS termasuk kapal
induknya dibantu oleh sepupunya Inggris bermanuver di pantai Suriah untuk
menakut-nakuti. Putin merasa sahabatnya
itu ingin dihabisi seperti model gempuran ke Khadafy sebelumnya. Tanpa banyak
koar, dia luncurkan armada kapal perang dan kapal selam nuklir ke laut Tengah
termasuk penasihat militer ke Suriah. Saling gertak terjadi dan gertak yang
mendirikan bulu roma dilakukan Putin : Jika ente menghabisi Assad maka kami
akan memulai perang besar berwajah nuklir di Timur Tengah.
Obama mengambil sikap mengalah, takut juga kayaknya, lalu
seperti biasa agar tidak kehilangan muka dibilanglah agar persyaratan
pemusnahan senjata kimia disegerakan dengan melibatkan PBB. Biarin aja yang penting salah satu krisis
terbesar sejak insiden Teluk Babi di Kuba berhasil diredakan. Putin tampil
sebagai Man of The Year tentu versi warga dunia yang benci Barat. Dampaknya puluhan ribu laskar di timur Suriah
yang sudah berada pada puncak birahi menghancurkan, tiba-tiba libidonya
dipadamkan begitu saja. Tentu tak
terima, lalu terjadilah senjata berbalik arah, menghancurkan apa yang ada di
sekitarnya, kepalang tanggung: ayo dirikan khilafah dan daulah.
Giliran di Asia Pasifik, gelora Cina yang dipastikan akan
menjadi kekuatan ekonomi nomor wahid di dunia setelah tahun 2018 sedang giat-giatnya
membangun kekuatan militer dengan doktrin serbu dan kuasai. Berbagai klaim teritori di Astim dan Asteng
mulai dibarakan, diapikan, didemamkan. AS
pun kelabakan lalu menggandeng “bule Asia” Australia untuk siap tampung dan
siap bantu. Maka mengalirlah Marinir AS
ke Darwin termasuk mengisi alat pandang dengar dan alat pukul di Cocos dan
Christmas. Jepang pun disuruh perkuat
angkatan bela dirinya. Negara-negara
ASEAN didekati dengan intensif termasuk musuh yang pernah mempermalukannya,
Vietnam.
Klaim Teritori LCS |
Negara-negara di Asia Tenggara diajaknya untuk memperkuat
militernya dan sekaligus melakukan latihan gabungan. AS seperti sedang mencari pijakan untuk
mencari kawan lebih banyak. Soalnya
negara ini dalam setiap “peristiwa militer dunia” selalu pakai model keroyokan
seperti di Irak seri satu dan seri dua.
Bisa kita lihat hari-hari terakhir ini.
Dengan Malaysia baru-baru ini dilakukan latihan bersama melibatkan jet
siluman F22 Raptor AS bersama Mig 29, Sukhoi, F18 Malaysia. Marinir AS juga
melakukan latgab serbu pantai di Sabah melibatkan beberapa kapal perang kedua
negara.
Kemudian saat ini di Indonesia sedang berlangsung latihan
bersama antara TNI AD (Penerbad) dengan US Army melibatkan jenis helikopter paling
canggih di dunia, Apache. Berikutnya di
Jepang akan dilakukan latihan gabungan berskala besar dengan AS. Dengan
Filipina sudah ditempatkan penasehat militer AS termasuk penggunaan Clark dan
Subis untuk jalur hilir mudik armada laut AS.
Strategi bulan sabit diterapkan AS untuk mengurung Cina,
mulai dari Malaysia, Indonesia, Filipina, Taiwan, Jepang dan Korsel. Meski Indonesia tidak terlibat dalam konflik
di Laut Cina Selatan namun posisi geografi Indonesia termasuk jalur ALKInya
tentu akan berimbas dalam “mekanisme” pertempuran terbuka jika terjadi. Lagak gaya AS bersama Australia
yang selalu mengedepankan kesombongan militer sesungguhnya menimbulkan antipati
di kamar hati seluruh umat manusia yang menempatkan nurani sebagai wajah diri.
Itulah sebabnya, sesuai hukum Allah, Sunatullah, segala
sesuatu diciptakan secara berpasangan.
Ada siang ada malam, ada pria ada wanita, ada hak ada kewajiban, ada
barat ada timur. Maka menjaga
keseimbangan itu sangat diperlukan sebelum semuanya menjadi berat sebelah. Kondisi dunia saat ini memang sedang berat
sebelah, semuanya di hegemoni oleh Barat.
Sikap sangar Rusia tentu dalam rangka menghardik ketidakseimbangan itu,
demikian juga Cina yang mulai menampakkan api naganya dan memanaskan suhu di
sekitarnya.
Sama juga dengan peristiwa politik di Indonesia. Berbagai manuver dilakukan untuk menggoyahkan
lawan dan memperkuat barisan. Pemenang
Pilpres ingin menambah pasukan koalisinya dengan strategi devide et
impera. Sementara koalisi merah putih
merapatkan barisan dengan komando SBY untuk menjadi kekuatan penyeimbang. Memang harus ada keseimbangan untuk melawan
hegemoni. Sebab kalau itu tidak dilakukan maka jalan demokrasi akan berubah menjadi
demo jual asset, demo beli drone, demo umbar omongan di media, demo berlagak
miskin, demo menjadi makelar. Sekali lagi
perlu kekuatan penyeimbang dalam ruang demokrasi sembari berdoa :
Ihdinassirotol mustakim.
AnalisAlutista