Pages

Saturday, 6 September 2014

Penasehat Pusat Kajian Trisakti: Efisiensi Bukan Menjual Pesawat Kepresidenan

Penasehat Pusat Kajian Trisakti: Efisiensi Bukan Menjual Pesawat Kepresidenan
Warta Kota/henry lopulalan
Foto pesawat Kepresidenan Republik Indonesia saat mendarat perdana di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (10/4/2014)lalu. Pesawat RI 1 jenis Boeing Bussiness Jet 2 (BBJ2) varian dari Boeing 737 seri 800 yang memiliki spesifikasi dan desain interior khusus untuk penerbangan VVIP dan baru pertama kali dimiliki oleh Indonesia tersebut dibeli pemerintah seharga US$89,6 juta atau sekitar Rp. 847 miliar. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 
JAKARTA - Pernyataan Mauarar Sirait yang menyarankan kepada Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi, menjual pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2 disikapi berbeda oleh  Pusat Kajian Trisakti .
"Usul menjual pesawat kepresidenan tidak beralasan dikarenakan logika politis dan keamanan tidak menjadi pertimbangan, " ujar Penasehat Pusat Kajian Trisakti Tubagus Hasanuddin, Rabu (3/9/2014).
Sebelumnya politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait atau yang akrab dipanggil Ara dalam sebuah wawancara menyampaikan gagasannya soal penjualan pesawat kepresidenan. Menurutnya hal itu bisa memangkas biaya perjalanan presiden, sehingga uangnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat.
Presiden kata dia akan mengurangi rencana perjalanannya ke luar negeri, dan dapat menunjukan komitmen kerakyatannya dengan tidak menggunakan pesawat kepresidenan.
Tubagus Hasanuddin kemudian mengungkapkan empat  alasan bahwa solusi efisiensi dengan menjual pesawat kepresidenan menjadi 'pincang'. Pertama, menjual pesawat bekas berbeda harganya dengan pesawat baru, dan tidak sebanding dengan harga pembeliannya.
Yang kedua, pesawat kepresidenan ini dilengkapi segala perangkat teknologi yang berbeda dengan lainnya, yang khusus diterapkan bagi perlindungan dan keamanan presiden.
Ketiga, secara politis pembelian pesawat kepresidenan sudah disetujui oleh parlemen dan panitia anggaran termasuk PDIP dan tidak ada walk out atas pembelian tersebut.
Keempat, alasan membeli pesawat untuk penghematan karena selama ini biaya carter pesawat cukup besar karena sudah termasuk komponen keuntungan perusahaan penyewaan carter.
"Aneh jika ada pernyataan menggunakan pesawat kepresidenan dianggap foya-foya. Selama saya interaksi dengan Jokowi tidak pernah tercermin pola hidup foya-foya beliau. Dia pribadi yang sederhana tapi apa yang sudah ada harus digunakan dengan baik dan efektif," ujarnya.
Jokowi, kata Tubagus Hasanuddin, tidak merasa besar atau merasa rendah dengan naik Kijang atau Alphard.
"Efisiensi itu melihat urgensi dan utilitasnya. Kita menunggu gebrakan, ide Bung Ara untuk Jokowi-JK bagaimana solusi hadapi mafia anggaran dan pajak yang jelas menggerogoti  pemasukan dan pengeluaran APBN.  Jika hanya logika efisiensi semata, sekalian aja usulkan atas nama efisiensi,  tank dan peralatan perang dijual semua. Dengan alasan, toh kita tidak sedang perang," pungkas Tubagus Hasanuddin yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR.

TRIBUN