India semakin khawatir dengan lambatnya kemajuan dari proyek Fifth Generation Fighter Aircraft (FGFA). FGFA adalah proyek bersama India dan Rusia untuk membangun pesawat tempur generasi kelima untuk Angkatan Udara India (IAF).
Salah satu yang menjadi kegundahan India adalah sikap Rusia yang tidak
menjelaskan penyebab terbakarnya prototipe pesawat tempur siluman T-50 saat uji coba bulan Juni lalu
dan juga terhadap beberapa keraguan teknis lainya yang juga tidak
dijelaskan Rusia kepada India. Bahkan, Kementerian Pertahanan India
memandang skeptis laporan Rusia yang menyatakan bahwa desain final T-50
sudah di tangan.
Dilaporkan, India sangat jengkel dengan kenyataan bahwa meskipun kedua
negara ini setara dalam proyek FGFA dalam urusan keuangan, India enggan
berbagi rincian teknis pesawat tempur siluman T-50, yang mana proyek
FGFA akan berdasarkan desain pesawat ini. Soal pendanaan, bisa dikatakan
bahwa pendanaan proyek FGFA juga menjadi sebagian dana pengembangan
untuk proyek PAK FA (proyek untuk membangun T-50).
Versi T-50 untuk India, yang disebut sebagai Prospective Multi-Role
Fighter (PMF), hampir sama persis dengan T-50, hanya terdapat sedikit
variasi. Bahkan disebutkan juga bahwa uang India merupakan kunci
keberlanjutan proyek PAK FA Rusia. Rusia dilaporkan telah membangun enam
prototipe T-50, dan pada awal tahun lalu Rusia melakukan uji coba
penerbangan untuk evaluasi teknis. Namun uji coba berakhir dengan
terbakarnya T-50.
Yang cukup mengejutkan dan menambah kejengkelan India adalah dari tim
India yang hadir pada saat uji coba, mereka tidak diperbolehkan berada
di dekat T-50. India sangat ingin tahu penyebab terbakarnya T-50
tersebut, namun Rusia tidak pernah menjelaskan. India telah membayar USD
295 juta untuk desain awal PMF, yang mana desainnya telah diselesaikan
tahun lalu, dan cukup logis jika pejabat India merasa khawatir dengan
program FGFA yang terkesan merangkak pasca diselesaikannya desain awal.
Dan satu hal, India juga dilaporkan belum puas dengan desain awal PMF
dan juga mempertanyakan masalah pemeliharaan, mesin, fitur siluman,
sistem senjata, keamanan dan keandalan. India menilai tidak akan ada
kemajuan jika masalah-masalah ini belum dituntaskan.
Apa yang ada di benak India tetap tidak terjawab bahkan setelah kedua
pihak berdialog di bulan ini. Hanya sebuah jawaban yang sangat umum
mucul dari Rusia: "Jangan emosional. Setiap dorongan lebih lanjut
mengenai masalah ini hanya akan melahirkan pembicaraan lagi untuk
menaikkan biaya proyek," menurut sumber media India. Maksudnya seperti
ini, misalnya, pada tahun lalu Angkatan Udara India telah menyatakan
ketidakpuasannya dengan mesin T-50, yang mana masih berdasarkan mesin
Su-30. Akhirnya Rusia bisa menjanjikan mesin baru namun India harus
menambah biaya proyek.
Hingga saat ini, belum ada satupun ahli penerbangan atau pilot India
yang mengenal dengan baik T-50. Menurut India, Rusia tidak mengizinkan
pilot India menerbangkan T-50, alasannya pilot negara asing dilarang
terbang di wilayah udara mereka. Tapi India menyangkal aturan pembatasan
tersebut, mengingat sebelumnya pilot India sudah menerbangkan Sukhoi
dan MiG di wilayah Rusia. India menilai posisi mereka dalam proyek FGFA
sangat tidak menguntungkan, selain hanya sebagai mitra keuangan.
Kewajiban yang harus dijalankan India dalam usaha patungan ini adalah
membayar 13 persen dari proyeksi biaya proyek yang senilai USD 10,5
miliar (disepakati pada 2011), tapi pada kenyataannya India sudah
membayar hingga 50 persen dari dana itu, hal ini dilaporkan laman India
Today. Memang India tidak hanya berkontribusi dalam proyek hanya untuk
pendanaan, BUMN pertahanan India Hindustan Aeronautics Limited (HAL)
juga berkontribusi pada pekerjaan pembangunan meskipun hanya sebatas
ban, instrumen navigasi dasar VOR-DME, pendingin radar, laser
designation pod dan head-up display.
Awalnya India menginginkan sekitar 30-40 PAK FA dua kursi pilot agar
juga bisa digunakan sebagai pesawat pelatihan. Namun karena PAK FA
adalah pesawat berkursi tunggal, Rusia meminta dana tambahan sebesar USD
8 miliar untuk mengembangkan varian kursi ganda. Niat ini kabarnya
dibatalkan India, dan India lebih memilih pelatihan dengan simulator.
Setelah penandatanganan kontrak desain akhir, setidaknya akan memakan waktu 94 bulan untuk menyelesaikan program pembangunan. Artinya Angkatan Udara India kemungkinan baru akan memiliki pesawat tempur generasi kelima pada dekade depan.
Setelah penandatanganan kontrak desain akhir, setidaknya akan memakan waktu 94 bulan untuk menyelesaikan program pembangunan. Artinya Angkatan Udara India kemungkinan baru akan memiliki pesawat tempur generasi kelima pada dekade depan.