Pages

Tuesday, 7 October 2014

Membahas Pesawat Tempur TNI AU F-5E Tiger II dan Calon Penggantinya (SU-35?)

 
F-5ETiger II
Pesawat Tempur F-5E Tiger II (foto : indomiliter.com)
Dari beberapa jenis pesawat tempur yang dimiliki TNI AU, salah satu yang sangat terkenal dan fenomenal sebagai unsur udara strategis adalah F-5E Tiger II. Pesawat ini kini dinilai sudah tua, berusia 34 tahun  dan mulai ketinggalan jaman dinilai dari sisi performance, khususnya avionik dan sistem persenjataan dibandingkan pesawat tempur lainnya. Dari sejarahnya, TNI AU sejak tanggal 21 April 1980  menerima beberapa pesawat F-5E/F Tiger II buatan Northrop, AS yang diangkut oleh pesawat C-5A Galaxi dalam bentuk rakitan, diterima di Lanud Iswahjudi, Madiun.
Rakitan pesawat tersebut kemudian dirakit oleh para teknisi TNI AU dibawah supervisi Northrop. Pesawat-pesawat F-5E/F selanjutnya secara resmi ditempatkan pada Skadud 14 pada tanggal 5 Mei 1980 sebagai pesawat buru sergap menggantikan pesawat-pesawat F-86 Sabre yang telah dinyatakan habis jam terbangnya. Kini TNI AU telah memiliki pesawat-pesawat tempur handal seperti F-16-C52ID asal hibah dari pemerintah AS, Sukhoi  SU-27SK dan  Sukhoi-30MK, disamping pesawat tempur T-50 Golden Eagle, F-16 A/B, juga Hawk 109/209. Oleh karena itu TNI AU menilai  sudah waktunya dilakukan penggantian  F-5E Tiger tersebut.
Sejarah Skadron Udara 14 dan Sekilas F-5E Tiger II
logo skadud 14Situs dari Pangkalan TNI AU Iswahjudi (sandi IWY) menyebutkan bahwa Skadron Udara (Skadud) 14 dibentuk pada tanggal 1 Juli 1962. Skadron ini sejak awal sudah menyandang predikat sebagai skadron tempur sergap (striker interceptor) pada jajaran Wing Operasional (Wing Ops) 300 di bawah Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Pesawat mutakhir yang saat itu digunakan adalah MIG-21 Fishbed yang ikut andil dalam operasi Trikora, Dwikora dan Tumpas. TNI AU (AURI) saat itu mempunyai alutsista sangat terkemuka selain MIG-21 juga TU-16/KS, IL-28 dan beberapa versi pesawat tempur Mig lainnya.
Dengan terjadinya perubahan suhu politik, dibekukannya hubungan diplomatik tahun 1967 dengan Rusia, menyebabkan tidak  terbangnya MIG-21 serta pesawat eks Rusia karena kekurangan suku cadang, maka  pada akhir 1970-an, memaksa pemerintah RI, Departemen Pertahanan dan Keamanan serta TNI AU menoleh ke Barat untuk mengaktifkan kembali unsur pertahanan udara ini. Sebagai pengganti MIG-21,  Skadud 14 kemudian diisi dengan pesawat F-86 Sabre hibah dari Australia pada tahun 1973 melalui proyek "Garuda Bangkit". Pada 19 Pebruari 1973   pesawat F-86 Sabre kiriman pertama  tiba di Lanud Iswahjudi. Tanggal 10 Mei 1974 Skadud 14 menjadi unsur organik Komando Satuan Buru Sergap (Kosatsergap) yang disebut dengan Satuan Buru Sergap F-86 (Satsergap-86). F-86 kemudian aktif dan berfungsi sebagai pesawat buru sergap sekitar 7 tahun.
 Tanggal 21 April 1980 TNI AU menerima beberapa pesawat F-5 Tiger II buatan Northrop dari AS menggantikan F-86 yang kemudian di-grounded. F-5 Tiger II  dibeli dari Pemerintah Amerika melalui program Foreign Military Sales (FMS) dan Military Asistance Program. Pada tanggal 5 Mei 1980 penggunaan pesawat F-5 Tiger E/F Tiger II diresmikan oleh Menhankam/Pangab Jenderal M Yusuf, sebagai pesawat buru sergap TNI Angkatan Udara menggantikan F-86 Avon Sabre. Dan pada bulan Juli 1980 Pesawat C-5 Galaxy mendarat kembali di Lanud Iswahjudi mengangkut kekurangan F-5 yang dibeli dari Northrop Co USA, sehingga Skadron Udara 14 memiliki kekuatan penuh satu Skadron Tempur F-5 E/F Tiger II dengan kekuatan 12 F-5E TigerII dan 4 F-5F (kursi ganda).
Dengan kedatangan pesawat-pesawat F-5E/F yang mampu terbang dengan kecepatan 1,6 Mach (kecepatan suara) tersebut membawa TNI AU kembali  ke era supersonik seperti pada masa MIG-21. Dengan dilengkapi rudal udara ke udara side winder menjadikan F-5 Tiger satu-satunya pesawat buru sergap milik Angkatan Udara pada saat itu. Northrop memberi nama awal penempur mungil yang lincah ini F-5A Freedom Fighter, si Pejuang Kebebasan. Freedom Fighter pada awalnya bisa melesat dengan kecepatan 1,4 Mach di ketinggian 36 ribu kaki, berkat dorongan sepasang mesin J85-GE-13 Turbo Jet, buatan General Electric. Mampu mencapai ketinggian terbang hingga  50.500 kaki.
Dengan kapasitas tanki penuh, F-5 mampu menjangkau jarak 1.387 mil, sementara radius tempur dengan perlengkapan penuh, mencapai 195 mil. Atau dengan tanki penuh plus dua bom, mencapai 558 mil. Lima cantelan di sayap dan badan, mampu menggendong beban seberat 6.200 pounds. Bisa berupa tangki cadangan, bom, misil udara ke darat, serta 20 roket. Di moncongnya yang mancung, dipasangi sepasang kanon 20 mm jenis M39 dengan 280 putaran. Northrop kemudian melakukan modifikasi airframe dan fuselage, kemampuan Tiger  tanki serta dua rudal side winder di wingtip-nya, meningkat radius tempurnya menjadi  656 mil. Jarak jangkau maksimalnya menjadi 1.543 mil. Dengan modifikasi engine  J85-GE-21 Turbojet, kecepatan maksimumnya terakhir tercatat 1,6 Mach.
Dengan dilakukannya beberapa modifikasi, air frame, fuselage, engine, avionic dan fire control system, tercipta Tiger baru yang lebih hebat, pantas digunakan untuk misi dalam meraih keunggulan udara (air superiority). Northrop mengganti kode dan seri penempur mungil ini   dengan kode F-5E Tiger II. Versi tempat duduk gandanya diberi kode F-5F, versi terakhir inilah yang kini masih dipergunakan di TNI AU dan yang akan diganti. Tahun 1995 pernah dilakukan peningkatan program elektronik dan senjata, dalam program MACAN (Modernize of Avionics Capabilities for Armament & Navigation), yang dikerjakan perusahaan Belgia SABCA. Program yang  meningkatkan kemampuan elektronik dan persenjataan, agar  kemampuan F-5E Tiger II bisa setara dengan kemampuan F-16 Fighting Falcon.
Operasi Udara yang sering dilaksanakan adalah operasi pertahanan Udara. Latihan bersama yang pernah diikuti adalah Elang Malindo, Elang Indopura, Elang Thainesia, Elang Ausindo dan Cope West. Penulis mempunyai pengalaman menjadi bagian sebagai air intelligence officer pada saat para penerbang F-5E melaksanakan latihan di Pangkalan AU Thailand Korat.
 Beberapa tokoh TNI AU pernah menjabat sebagai Komandan Skadron 14 (hari jadi 1 Juli 1962), diantaranya, sebagai  komandan pertama adalah Mayor Udara Roesman (marsda Pur) yang mengawaki MIG-21F. Sementara penerbang Skadron Udara 14 lainnya yang penulis ketahui dan ingat diantaranya Letkol Pnb Rudy Taran (Marsda Pur), Letkol Pnb Suyitno (Marsda Pur), Letkol Pnb Holki Alm (Marsda), Mayor Pnb Budihardjo Alm, Letkol Pnb Lambert Silooy (Marsda Pur), Mayor Pnb Zeky Ambadar (Marsda Pur), Mayor Pnb Suryadarma (Marsda Pur), Letkol Pnb Suprihadi (Marsdya Pur), Letkol Pnb Djoko Suyanto (Marsekal Pur), Mayor Pnb Toto Riyanto (Marsdya Pur), Mayor Pnb IB Sanibari (Marsdya Pur), Letkol  Pnb Basri Sidehabi (Marsdya Pur), Letkol Pnb Eris Herryanto (Marsdya Pur), Kapten Pnb Syaugi (Marsda), Letkol Pnb Ismono (Marsdya), Letkol Pnb Yuyu Sutisna (Marsda).
Masing-masing penerbang Skadud 14 yang lulus dalam konversi pesawat F-5Tiger kemudian mendapat Eagle Number yang jumlahnya sudah diatas 100 buah, khusus Eagle zero-zero untuk call sign Komandan Skadron 14. Skadron Udara 14 telah melahirkan para penerbang F-5E Tiger II yang kemudian menjadi pejabat tinggi di TNI dan negara. Diantaranya yang paling menonjol adalah Marsekal (Pur) Djoko Suyanto menjadi Kasau, Panglima TNI dan terakhir sebagai Menko Polhukkam. Marsekal (Pur) Imam Sufaat terakhir sebagai Kasau. Marsdya (Pur) Suprihadi dan Marsdya Eris Herriyanto terakhir sebagai Sekjen Dephan. Marsdya Dede Rusyamsi, Wagub Lemhannas, Marsdya (Pur) Ismono sebagai Dansesko TNI.
Menurut Marsdya (Pur) Suprihadi yang juga adik ipar penulis, kemampuan para penerbang tempur TNI AU lebih terasah setelah menerbangkan F-5E Tiger II, dimana para penerbang dilatih dalam operasi tempur udara. Pemerintah AS pernah mengundang tiga penerbang tempur TNI AU mengikuti pendidikan Instructor Weapon System Course di Arizona yang setara dengan pendidikan Top Gun. Mereka adalah Marsekal (Pur) Djoko Suyanto, Masdya (Pur) Suprihadi dan Marsdya (Pur) Eris Herriyanto yang saat itu masih berpangkat perwira menengah. Itulah sejarah Skadron 14 "Macan Terbang" serta sedikit tentang F-5 E Tiger II serta mereka yang mengawakinya.
Pemilihan Calon Pesawat Pengganti
Setelah digunakan selama 33 tahun sejak tahun 1980 TNI AU menilai bahwa perlu dilakukan  pergantian pesawat tempur F-5E Tiger II dengan pesawat tempur strategis baru yang lebih modern dan handal serta mampu menjawab tantangan tugas operasi udara modern sesuai dengan tugas Skadron Udara 14. Pertimbangan perlunya penggantian karena tingkat operasional menurun disebabkan karena usia, terbatasnya sumber pasokan  suku cadang yang mengakibatkan sulit dan mahalnya perawatan pesawat tersebut.
su_35_large
Sukhoi SU-35 Lengkap dengan Senjata (sumber foto : almogaz.com)
Menurut sumber dari Dispenau, pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai dengan menilai berbagai jenis pesawat  tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI,  F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon, F-16 E/F Block 60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet,  Sukhoi SU-35 Flanker dan JAS-39 Gripen NG. Semuanya adalah pesawat tempur modern  generasi terbaru generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi  kriteria pesawat tempur strategis TNI AU.
Karakteristik Umum pesawat, Performance, Persenjataan, dan Avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa mendalam terkait dengan  aspek operasi,  tehnis dan non tehnis. Kemudian dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya calon diukur, apakah memenuhi  kriteria penilaian yaitu,  pesawat  jenis multi roleminimal generasi 4.5, mampu menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh, baik sasaran permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang dan malam hari  segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan jauh, mampu melaksanakan network centric warfare, perawatan mudah, peralatan avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi, peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran udara jarak sedang atau beyond visual range.
F-16e_block60
Ilustrasi Pesawat Tempur F-16 Block 60 UEA (Sumber foto : en.wikipedia.com)
Kemudian dibandingkan kemampuan  kandidat dalam hal kecepatan, ketinggian operasional, kemampuan tinggal landas, kemampuan jangkauan radar, kemampuan combat radius of action dan  kemampuan agility pesawat. Kemampuan agility bisa diartikan tingkat  kelincahan manuver dan kecepatan reaksi pesawat untuk bertindak menyerang dan bertahan terhadap situasi baru tanpa penundaan waktu.
Juga dilakukan analisa  aspek bidang aeronautic yang meliputi enam katagori yaitu ; usia perawatan air frame,  engine, biaya perawatan, biaya operasi, dan perbandingan usia pakai. Dalam bidang avionic, konfigurasi yang human machine interface, ketersediaan dukungan suku cadang, tingkat kegagalan, publikasi pemeliharaan dan operasional, kehandalan, teknologi, populasi dan kemudahan pemeliharaan.
Dari sisi aspek non tehnis meliputi : tinjauan politis terkait kebijakan pemerintah, transfer teknologi, tingkat ekonomis, perbandingan dengan kemampuan pesawat yang berpotensi menjadi calon lawan,  perkiraan biaya operasional nyata, kesulitan dan kemudahan pengadaan serta yang terpenting kemampuan menghasilkan efek detterent atau penggentar.
TNI AU mengajukan ke Mabes TNI dan kemudian pembahasan selanjutnya serta keputusan penentuan tentang pesawat yang dipilih  masih berada di pihak pemerintah yang diwakili  Kementerian Pertahanan. Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, "Ada beberapa usulan pesawat tempur yang saat ini masih dikaji untuk memilih yang paling tepat. Apakah pesawat tempur dari Rusia, Amerika, Eropa atau dari negara lain," katanya.
Gripen
SAAB JAS 39 Grippen (Sumber foto : military-today.com)
Menhan berharap agar keputusan untuk memilih pesawat tempur pengganti itu segera diputuskan agar pada rencana strategis (Renstra) II 2015-2020 dapat dilakukan pembelian sehingga datang tepat pada waktunya "Saya berharap pesawat tempur yang canggih tersebut mampu membawa peluru kendali jarak jauh," katanya. Sementara Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, TNI AU telah membuat kajian untuk pesawat tempur pengganti F-5 Tiger, yaitu Sukhoi SU-35, F-15, F-16 dan pesawat tempur buatan Swedia. "Kajian itu sedang kami pelajari, tergantung dari kemampuan keuangan negara," kata Panglima.
Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menambahkan, TNI AU menginginkan satu skuadron (16 unit) dalam pengajuan pesawat tempur pengganti F-5 Tiger. Dikatakannya, "Kami ikuti renstra yang ada. Selanjutnya kami masih revisi sesuai arahan Panglima TNI dan Kemhan sesuai kemampuan negara untuk membuat masterlist."
Dari informasi yang disampaikan para pejabat, serta informasi lainnya, penulis perkirakan kini tersisa ada empat  pesawat tempur canggih yang memenuhi kriteria penilaian awal. Menurut Panglima TNI, F-15 Strike Eagle masih disebut sebagai salah satu kandidat. Pesawat-pesawat yang penulis rekam  tersebut adalah  SAAB Gripen E/F, Dassault Rafale, Su-35BM,serta F-16 Blok 60.  Secara umum harga perkiraan Su-35BM  adalah US$ 75 juta hingga 85 juta dollar perbuah, tergantung spesifikasinya, F-16 Blok 60  sekitar US$ 85 juta, Gripen E/F, US$  110 juta dan Rafale dengan harga US$ 125 juta.
rafale air strike
Pesawat Tempur Dassault Rafale (sumber : military-today.com)
Melihat dan memperkirakan pemilihan ke empat jenis pesawat tempur tersebut, nampaknya tidak perlu diragukan hasil penilaian team evaluasi TNI AU, dipastikan ke-empatnya telah lolos dan memenuhi kriteria esensial maupun tambahan. jenispesawat itu tak usah diragukan lagikecanggihannya. Semuanya penulis perkirakan akan mampu menjalani multi misi, daya jangkau juga mumpuni, kelengkapan avionik dan sistem canggih dan lain sebagainya.
Dari beberapa jenis pesawat, apabila dinilai dari sisi penyederhanaan jenis, maka para pelaku tehnis dan sistem manajemen penerbangan serta alih tehnologi, maka pesawat Sukhoi SU-35BM serta F-16 Block 60 yang akan lebih kuat sebagai kandidat pengganti si Macan Terbang F-5E. Apabila Sukhoi-35BM yang akan dipilih, maka Australia sebagai tetangga terdekat Indonesia kembali akan gundah, walaupun pemerintahnya sudah memutuskan akan membeli pesawat F-35 JSF (Joint Strike Fighter).
The Business Spectator di Australia pernah  menyatakan, "Indonesia merencanakan akan membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia/India yaitu PAK-FA T-50 atau Su-35S. Jadi pertanyaannya lebih baik (Australia) dipilih F-35 daripada Hornet. Apabila Indonesia kemudian dimasa depan ikut memperkuat Angkatan Udaranya dengan SU-35S atau T-50, maka AU Australia akan menjumpai masalah besar, demikian kesimpulannya.
Lebih jauh analis Bisnis Spectator menyatakan, "Sebagai contoh, JSF (Joint Srike Fighter) dapat beroperasi secara efektif hanya untuk ketinggian maksimal sekitar 40.000 kaki (walau masih bisa beroperasi lebih tinggi tetapi kalah di tingkat yang lebih tinggi). Sebaliknya, Sukhoi dapat beroperasi pada kapasitas penuh di tingkat yang jauh lebih tinggi dan dengan kelebihan dan keuntungan, mereka memiliki sistem dan senjata yang bisa meruntuhkan sebuah JSF Australia sebelum mereka (RAAF) memiliki kesempatan menerapkan slogannya  (first look, first shoot, first kill’). Ditegaskan oleh BS bahwa tidak ada pertempuran udara yang diperlukan. Pesawat Australia sudah runtuh sebelum bertempur, karena disergap jauh sebelum dia menyadarinya.
Sukhoi dinilai jauh lebih unggul dibandingkan JSF. SU-35 memiliki jangkauan efektif sekitar 4.000 km dibandingkan dengan hanya 2.200 km untuk F-35. Ini berarti JSF membutuhkan dukungan pesawat tanker untuk menutup ruang (wilayah Australia) yang lebarnya 4.000km. Selain itu, kecepatan Su-35 adalah Mach 2,4 (hampir dua setengah kali kecepatan suara), sedangkan F-35 terbatas pada Mach 1.6. Menurut Victor M. Chepkin, wakil direktur umum NPO Saturn, mesin AL-41f yang baru akan memungkinkan jet Rusia untuk supercruise (terbang pada kecepatan supersonik untuk jarak jauh.) Dengan tidak harus beralih ke afterburner. Dengan demikian, pesawat dapat mengirit  bahan bakarnya. Kesimpulannya baik F-35 maupun F-18 performance-nya berada dibawah SU-35.
Khusus untuk F-16 Block 60, perbedaan utama dari blok sebelumnya adalah dilakukannya modifikasi avionik dan radar dengan Northrop Grumman AN / APG-80 Active elektronik Scanned Array (AESA) radar, yang membuat pesawat mampu secara bersamaan melacak dan menghancurkan ancaman darat dan udara. Sistem Electronic Warfare cukup maju dan termasuk sistem terpadu antara Elektronik Warfare Suite RWR bersama AN / ALQ-165 Self-Protection Jammer.
Pesawat F-16 Block 60 memungkinkan mengangkut semua persenjataan F-16 Blokck 50/52 yang kompatibel serta AIM-132, Advance Short Range Air-to-Air Missile (ASRAAM) dan AGM-84E Standoff Land Attack Missile (SLAM). Khusus untuk block 60 ini, UEA mendanai seluruh pengembangan dengan biaya sebesar US$ 3.000.000.000, dimana UAE  akan menerima royalti jika ada pesawat F-16 block 60 yang dijual  ke negara-negara lainnya.
Kesimpulan
Rencana penggantian pesawat tempur F-5E Tiger II kini terus dalam penjajakan baik pejabat di Mabes TNI AU, Mabes TNI maupun Kementerian Pertahanan. Sebagai pengguna yang faham dengan kebutuhan sebuah pesawat pengganti, dipastikan TNI AU sudah menyimpulkan akan kebutuhan akan peran pesawat,  multirole combat aircraft atau air superiority. Pertimbangan kedua jelas pertimbangan dari sisi commonality/ penyederhanaan. Yaitu pesawat baru sebaiknya tidak terlalu jauh dalam transfer teknologi dikaitkan dengan keberadaan pesawat tempur yang sudah dimiliki. Disinilah nilai tambah baik Sukhoi-35BM ataupun F-16 Block 60, dua jenis yang sudah akrab dengan personil TNI AU.
Hal lain menurut penulis yang juga patut dipertimbangkan yaitu perbandingan dengan kekuatan tempur udara negara-negara tetangga. Australia terutama sudah memutuskan akan membeli pesawat F-35 Joint Strike Fighter, oleh karena itu apabila SU-35 BM yang dipilih, penulis setuju dengan pendapat akan ada peningkatan signifikan pada unsur tempur TNI AU. Australia akan tetap khawatir dengan kemampuan alutsista TNI AU.
Sebagai penutup, pembelian alutsista yang jelas harganya sangat mahal dan memakan waktu cukup lama akan sangat tergantung kepada political will pemerintah yang baru dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Di negara manapun, keputusan pembelian sebuah alutsista akan sangat dipengaruhi dengan kondisi dan kepentingan politik sebuah pemerintah. Karena itu TNI AU jangan terlalu berharap F-5E Tiger II dalam waktu dekat akan cepat  proses keputusan dan pengadaan karena keputusannya belum tentu juga bisa dilaksanakan pada renstra 2015-2020. Dinamika politik diperkirakan masih akan mewarnai dan mempengaruhi  hubungan antara pemerintah dengan DPR.
Berdoa dan memberikan alasan yang tepat kepada pemerintahan yang baru  tentang perkembangan situasi kawasan, akan sangat pentingnya pertahanan negara, khususnya mempertahankan sumber daya alam dan energi yang sebentar lagi dimungkinkan terancam oleh kekuatan militer negara agresor. Itulah kira-kira kesimpulan penulis.