Pesawat Amfibi Aron M50.
Dicky mencontohkan, kapal-kapal asing pelaku tindakan ilegal sering berada di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif atau berjarak 200 mil laut dari garis pantai Indonesia. Dengan begitu, mereka mudah melarikan diri ketika aparat keamanan Indonesia menyergap mereka. Kapal-kapal asing itu cukup bergerak sedikit menuju laut internasional, sehingga tak bisa ditangkap petugas.
"Padahal untuk mengerahkan kapal patroli dari pantai ke Zona Ekonomi Eksklusif bisa makan waktu delapan jam. Kalau pakai pesawat amfibi, waktu tempuh lebih singkat," kata Dicky di kantor Bakamla, Jakarta, Rabu, 20 Mei 2015.
Sesuai dengan rencana, pesawat amfibi tersebut bisa dinaiki minimal tiga orang, yang terdiri atas pilot, navigator, dan penyidik Bakamla. Penyidik Bakamla menjadi awak terpenting dalam pesawat itu. Sebab kejahatan di laut harus ditangani pada saat itu juga oleh petugas Bakamla.
Dicky menjelaskan, saat satelit pusat Bakamla menemukan kejanggalan aktivitas kapal di laut, pesawat amfibi akan dikerahkan ke lokasi kapal itu. Pesawat akan mendarat di dekat kapal yang dicurigai. Penyidik selanjutnya menaiki rakit untuk menuju kapal guna melakukan pemeriksaan. "Jadi penyidikannya bisa dilakukan di laut langsung," katanya.
Bakamla belum tahu persis rupa pesawat amfibi yang bakal dibeli dari ITB itu. Sebab sampai sekarang Mulyo Widodo, profesor dari ITB, masih berupaya menyelesaikan riset pesawat itu. Meski hasil rise itu belum jelas, Dicky mengatakan, Bakamla siap membeli enam pesawat amfibi dari ITB. Pesawat-pesawat itu akan disebar ke sejumlah pangkalan Bakamla di Batam, Manado, dan Ambon. "Kami belum buka tender, tapi kami minta ITB segera menyelesaikan produknya," kata Dicky.
Sebelumnya, Bakamla membeli sepuluh robot bawah air dari ITB. Robot tersebut akan digunakan dalam misi search and rescue dan pemberantasan kejahatan bawah laut. Robot ITB mampu menyelam hingga kedalaman 100 meter dan dilengkapi dua kamera, di depan dan belakang badan, yang bisa langsung menampilkan video di bawah laut kepada operator yang berada di atas kapal. Robot bawah laut ITB dihargai Rp 1,7 miliar per unit.(TEMPO.CO)