"Sebagai wilayah yang berada pada jalur strategis; Selat Malaka, Selat Karimata, dan Laut Cina Selatan, dipastikan perairan Kepri rawan disusupi oleh militer asing dan pihak asing. Untuk itu, keberadaan Alutsista seperti kapal selam berteknologi tinggi, sangat di butuhkan untuk mengamankan perairan Kepri," ujar anggota komisi I DPR RI, Tjahjo Kumolo, belum lama ini kepada Haluan Kepri.
Keberadaan kapal selam, atau kapal bawah laut, diperlukan untuk mendukung operasional kapal permukaan yang sudah ada selama ini. Dengan kapal selam, kata Tjahjo, akan semakin memudahkan aparat TNI AL, untuk mendeteksi infiltrasi yang dilakukan negara luar.
Untuk mewujudkan hal itu, Tjahjo mengatakan, komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri serta komunikasi dan informatika tersebut, telah menyetujui anggaran yang lumayan besar dari APBN untuk pengadaan alat utama sistem persenjatan (Alutsista) TNI. Sehingga dengan anggaran tersebut, sejumlah Alutsista dari ketiga matra TNI, yang sudah diproyeksikan untuk di beli, agar segera dapat direalisasikan.
"Kita berharap, dengan besaran anggaran yang dialokasikan dari APBN, negara ini mampu merealisasikan berbagai Alutsista yang dibutuhkan untuk menjaga integritas dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar pria yang juga merupakan Sekjen DPP PDI Perjuangan tersebut.
Dikatakannya, khusus untuk penguatan TNI Angkatan Laut, Komisi I DPR RI juga mendukung upaya Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI, yang segera membagi pertahanan perairan Indonesia ke dalam tiga armada tempur. Adapun, dua armada tempur yang sudah ada saat ini, yakni Armada Kawasan Barat dan Armada Kawasan Timur, nantinya akan di tambah dengan keberadaan Armada Kawasan Tengah.
Menurut Tjahjo, untuk Armada Kawasan Barat, direncanakan pangkalan utamanya akan di pusatkan di Tanjungpinang dan Belawan. Untuk Armada Kawasan Tengah, pangkalan utamanya akan dipusatkan di Surabaya dan Jakarta. Adapun Armada Kawasan Timur, pangkalan utamanya akan dipusatkan di Ambon dan Kupang.
"Kita berharap, dengan adanya penguatan Alutsista dan skenario penambahan wilayah armada tempur, yang nantinya juga akan di barengi dengan penambahan personil dan infrastruktur lainnya, setiap jengkal perairan Kepri pada khususnya dan perairan Indonesia secara umum, dapat dijaga keutuhannya, baik dari infiltrasi militer asing, maupun dari aksi para penyelundup yang selama ini telah menimbulkan kerugian bagi negara," ujar Tjahjo.
Diakui Tjahjo, saat ini diprediksi pelanggaran teritorial, khususnya di wilayah perairan Kepri sering terjadi. Namun karena lemah dan terbatasnya Alutsista yang dimiliki TNI AL, sangat sulit untuk mendeteksi pelanggaran teritorial tersebut. Apalagi pelanggaran tersebut dilakukan di bawah air, atau melalui kapal selam yang dimiliki negara-negara asing.
"Kita memprediksi, aksi pelanggaran teritorial masih sering terjadi. Apalagi pelangaran yang dilakukan oleh kapal selam negara asing yang berada di sekitar perairan Kepri. Untuk mencegah hal ini, tentunya kita juga harus menempatkan kapal selam, yaitu kapal selam yang teknologinya tidak kalah dengan yang dimiliki negara tetangga," ujar Tjahjo lagi.
Komandan Pangkalan TNI AL Batam, Kolonel laut (P) Denih Hendra yang dikonfirmasi, terkait usulan Komisi I DPR RI yang akan menempatkan kapal selam berteknologi tinggi di perairan Kepri, menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kebijakan pimpinan.
"Penempatan Alutsista di sebuah wilayah, adalah kebijakan pimpinan, saya tidak berhak mengomentari hal tersebut," ujar Denih, disela kegiatan menembak kategori eksekutif yang digelar Pangkalan TNI AL Batam, beberapa hari lalu.
RI Disadap Karena Rencana Pembelian Kapal Selam ?
Terkait ketegangan diplomatik, yang sampai saat ini masih menyelimuti Indonesia - Australia, mantan Duta Besar RI untuk Rusia, Hamid Awaluddin, menduga rencana RI membeli kapal selam Rusia, menjadi penyebab target penyadapan tersebut.
“Teknologi kapal selam yang hendak dibeli Indonesia dari Rusia jenis Kelas Kilo sungguh dahsyat. RI berencana membeli dua kapal selam. Kalau jadi, (Australia) tentu takut sama kita,” kata Hamid akhir pekan lalu.
Sejumlah pejabat RI yang ketika itu disadap oleh Australia, diyakini Hamid ada kaitannya dengan rencana pembelian kapal selam Rusia itu. “Sofyan Djalil saat itu Menteri Negara BUMN, Sri Mulyani Indrawati saat itu Menteri Koordinator Perekonomian. Mereka terkait dengan aspek ekonomi negosiasi itu (kapal selam), yakni pembiayaan. Ada anggarannya atau tidak,” kata Hamid.
Penyadapan terhadap Sofyan Djalil juga terkait dengan dana BUMN untuk pembelian Kapal Selam dan membangun dermaga kapal selam tersebut. Sementara Dino Patti Djalal yang juga disadap ketika itu merupakan Juru Bicara Presiden Bidang Luar Negeri. Komunikasi-komunikasi dari pihak asing sangat mungkin masuk melalui Dino.
Pada akhirnya, kata Hamid, Indonesia batal membeli kapal selam Rusia karena alasan keterbatasan biaya. RI akhirnya lebih memilih membeli kapal selam Korea Selatan.
Untuk diketahui, Rusia pada tahun 2012 memiliki 60 kapal selam bertenaga nuklir dengan teknologi canggih. Meskipun pembelian kapal selam dari Rusia batal dilakukan pada tahun 2009 lalu, kini Rusia kembali menawarkan 10 unit kapal selamnya kepada Indonesia. Sejauh ini belum diketahui secara pasti, jenis kapal apa yang akan ditawarkan Rusia kepada Indonesia.
haluan kepri