Kepulauan Nias, Sumatera Utara ternyata mempunyai hubungan baik dengan Jerman. Pulau ini bahkan pernah dimerdekakan oleh 66 orang tawanan Jerman yang lolos dari hukuman Belanda.
Herwig Zahorka menuliskan sejarah merdekanya Nias. Cerita tersebut dimulai saat Pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk membawa 477 tawanan Jerman ke tangan kolonial Inggris India. Belanda menggunakan kapal yang bernama KPM 'VAN IMHOFF' dengan Kapten kapal bernama Bongvani.
Ratusan orang Jerman tersebut pada akhirnya ditawan dengan kawat berduri. Belanda pun mengawasi mereka dengan menurunkan 62 tentara bersenjata lengkap.
Penyiksaan mereka hanya berlangsung satu hari. Keesokan harinya, kapal tersebut mendapat serangan dari pesawat tempur Jepang. Kapal VAN IMHOFF diberondong tiga bom. Dua bom mendarat di laut, tetapi bom ke tiga mengenai kapal tersebut.
Para tentara Belanda pun kocar-kacir menerima serangan dari Jepang. Mereka menyelamatkan diri dengan menggunakan lima perahu kargo yang ditarik dengan perahu motor penarik. Dengan kapal kargo tersebutlah, orang-orang Belanda meninggalkan kapal dan menuju ke Sumatera.
Beberapa tawanan Jerman yang panik pun akhirnya dapat kabur dari penjara. Mereka menyadari bahwa kapal tersebut akan tenggelam akibat terkena bom dari Jepang.
Dalam upaya menyelamatkan diri, mereka menemukan sebuah sekoci yang tidak sempat dibawa Belanda. Akhirnya beberapa orang tawanan Jerman pun naik dan menyelamatkan diri. Sekitar 200an orang terjun ke laut berharap datangnya bantuan dan diduga mereka tidak selamat.
Hari-hari berlalu, mereka terombang-ambing di tengah laut menahan lapar, terjemur matahari dan bahkan ada yang bunuh diri karena sudah pasrah. Tepat pada hari ke 4 tepatnya 23 Januari 1942, mereka sampai di Pulau Nias.
Keesokan paginya, para tawanan yang sudah lemah dibantu beberapa orang Nias dan seorang pastur Belanda, Ildefons van Straalen, memberikan makanan dan minuman kepada tawanan yang selamat.
Namun sayang, keberadaan mereka di Pulau Nias diketahui oleh Belanda. Mereka akhirnya dibawa ke Ibukota Gunung Sitoli dan dipenjara dengan penjaga dari Belanda dan polisi Indonesia dari daerah Sumatra Utara.
Para tawanan Jerman yang sempat merasakan kebebasan sejenak, akhirnya berusaha mendekati polisi Indonesia. Ide itu pun berhasil. Sepertinya, nasib Jerman kala itu sedang beruntung. Jepang sebagai sekutunya sedang mendarat di Sumatera dan Jawa.
Bantuan Jepang dan kerja sama dengan polisi Indonesia membuat mereka bisa menghirup udara kebebasan kembali. Sedangkan nasib para penjaga Belanda, mereka dibawa ke pengasingan dan tersiksa.
Atas kerja sama tersebut, Jerman dengan Nias menyatakan 'Kemerdekaan Republik Nias'. Rakyat Nias pada saat itu sangat gembira menerima kemerdekaan tersebut. Dan dua orang tawanan Jerman, Herr Fischer dan Albert Vehring menjadi Perdana Menteri dan Mentri Luar Negeri.
Sorak-sorai rakyat Nias wajar, karena mereka merasa mendapatkan kekuatan atas kemerdekaannya. Beberapa minggu setelah merdeka, orang Jerman bersama dengan Nias membuat perjanjian, yang kini dikenal sebagai perjanjian Pulau Nias.
Namun Republik Nias ini tak bertahan lama. Tahun 1942, saat Jepang datang, orang-orang Jerman ini menyerahkan 'Republik Nias' ke tangan balatentara Nippon. Sebab Jepang adalah sekutu Jerman dalam Perang Dunia II. Indonesia diakui sebagai jajahan Jepang.
"Republik Nias ini umurnya hanya beberapa bulan," kata Peneliti soal Jerman dan Nazi di Indonesia, Alif Rafik Khan saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (22/11).
Warga Nias sendiri tak banyak tahu soal kiprah para orang Jerman ini. Mereka umumnya hanya mengetahui orang Jerman banyak menjadi misionaris di pulau yang terkenal dengan lompat batunya.
merdeka