Pages

Monday, 20 January 2014

PEMBANGUNAN PERTAHANAN UDARA INDONESIA DIGODA RAYUAN HIBAH F-16 AMERIKA

Ketika Indonesia mulai serius membangun armada pesawat tempur Sukhoi, datanglah godaan dari Amerika Serikat yang menawarkan pesawat tempur F-16 eks USAF dengan harga miring. Indonesia ditawarkan “hibah” 30 unit F-16 Blok 32++/52 dengan hanya membayar biaya retrofitnya. Ditambah dengan pesawat F-16 RI yang sudah ada, total F-16 yang akan dimiliki TNI sebanyak 40 unit atau 2 skuadron plus.

Tentu senanglah Indonesia mendengar kabar ini dan akhirnya menyetujui penawaran dari Amerika Serikat tersebut. Kini pesawat-pesawat itu sedang diretrofit di AS, untuk kemudian dikirim ke Indonesia.

Tidak itu saja, persenjataan F-16 juga akan dipercanggih dengan hadirnya rudal AIM-120 Advanced Medium-Range Air-to-Air Missile, AMRAAM.
Kehadiran F-16 ini adalah untuk mengganti F-5 tiger yang akan dipensiunkan pada tahun 2020 nanti.

Pembelian F-16 eks USAF ini menarik, karena mulai mengubah arah pembelian alutsista Indonesia. Indonesia yang tadinya meninggalkan pembelian alutsista ke AS karena trauma diembargo, mulai masuk “pelukan” AS kembali.

Apakah ini menguntungkan ??

Tergantung negara mana yang dianggap berpotensi sebagai ancaman oleh Indonesia. Jika Australia dan Malaysia, mungkin tidak banyak manfaatnya bahkan bisa dikatakan negatif.

Kedua negara tersebut memiliki F/A-18 Hornet/Super Hornet. Australia yang merupakan sekutu AS, akan tertawa lebar. Australia akan mudah memetakan kelemahan F-16 Indonesia dengan pasokan data dari AS. Lebih parah lagi Australia sedang memesan 72 jet tempur F-35 Lightning II.

Bisa jadi F-16 itu nantinya tidak dianggap ancaman oleh Australia, karena secara hitungan di atas kertas, bisa netralisir.
Belum lagi jika terjadi konflik antara Indonesia dan Australia.

Kira kira negara mana yang akan didukung oleh AS ??

Australia merupakan Sekutu abadi AS dalam setiap peperangan dan juga sama-sama Anglo Saxon.

Apakah Indonesia tidak kapok dan jera dengan embargo yang dilakukan AS ??
Dengan demikian apa keuntungan Indonesia yang mulai bergeser membeli pesawat dari AS ??

Proyeksi Indonesia yang membangun kekuatan udara dengan berkiblat ke Rusia sebenarnya mulai disegani oleh negara lain. Sampai-sampai Australia bolak-balik mengajak TNI AU berlatih perang udara, demi mengetahui karakter pesawat SU-27 dan SU-30.

Jika pesawat tempur Indonesia berkiblat ke AS, tentu tidak akan bisa menyaingi Australia dari sisi jumlah pesawat, maupun kualitas. Bisa jadi hal yang sama terjadi dengan Malaysia.

Di sisi lain, Australia tidak mungkin membeli pesawat tempur dari Rusia, karena kedekatannya yang amat sangat dengan AS.

Kelemahan posisi politis Australia itulah yang seharusnya dieksplor oleh Indonesia untuk menjadi keuntungan bagi TNI AU.

Sebelum adanya tawaran “hibah” F-16 dari AS, para petinggi TNI berencana memiliki SU-35 BM. Semoga proyeksi pembelian SU-35 BM tidak berubah karena tawaran “hibah” pesawat usang dari AS, sehingga Indonesia terancam berada dibalik ketiak Australia.

Ada satu hal yang mencengangkan dari latihan tempur Pitch Black 2012 di Australia.
Selama ini militer dan pakar militer Australia terus memantau pesawat tempur Sukhoi dengan berbagai variannya. hasilnya secara overall, mereka menilai F/A 18 Hornet dan Super Hornet Australia tidak bisa mengimbangi kemampuan Sukhoi dari seluruh varian yang ada.

Untuk itu militer Australia mengatur agar pensiun F/A-18 dipercepat, dengan alasan boros secara operasional.
Para pakar militer Australia mencoba berpikir bagaimana meng-upgrade kemampuan F/A -18 sebelum datangnya 72 jet tempur F-35 Lightning II yang dipesan ke AS.

Hasilnya cukup menggembirakan buat RAAF (Royal Australian Air Force). Untuk pertarungan jarak jauh F/A-18 Australia memenangkan peperangan karena dibantu AWACS dalam melacak posisi Sukhoi Indonesia. Namun dalam pertarungan jarak pendek/dog fight, Sukhoi Indonesia mengungguli F/A 18.
Hal ini merupakan sukses tersendiri bagi F/A-18 Australia. Biarpun pesawat lawas, namun masih bisa memenangkan pertempuran jarak jauh dengan Sukhoi Indonesia. Apalagi dalam dunia modern saat ini, akan sulit dijumpai peperangan dog fight antar pesawat. Radar dan rudal pesawat sudah jauh lebih canggih. Pesawat mana yang lebih dahulu mendeteksi posisi lawan, kemungkinan besar menjadi pemenang.

Latihan ini juga menunjukkan perang adalah sebuah teater yang membutuhkan kerjasama dari unit-unit lain. F/A–18 RAAF yang tua dibandingkan SU 27/30, menjadi bergigi karena dibantu AWACS. Pesawat AWACS RAAF membimbing pesawat tempur mereka dalam menemukan posisi Sukhoi Indonesia, sekaligus mencari titik lemahnya.

Hal ini juga menunjukkan, radar Sukhoi Indonesia masih versi standar dan perlu di-upgrade dengan radar terbaru. Akibatnya pesawat Sukhoi kalah dalam Beyond-visual-Range (BVR).

Akankah Indonesia membiarkan pesawat modern Sukhoi, bertempur sendiri-sendiri tanpa ada battale of management lewat AWACS ??

Pesawat tempur handal seperti Sukhoi akan menunjukkan kesaktiannya jika digabungkan dengan pesawat AWACS. Pesawat AEW&C atau AWACS berfungsi sebagai pembimbing bagi misil untuk menembak sasaran di luar batas cakrawala (BVR), Electronic Warfare (EW) dan Reconnaissance. Ia menjadi mata dan backbone informasi bagi armada tempur sebuah negara.

Saat ini Indonesia sedang memesan 18 pesawat CN-295 dan TNI pun tertarik memesan CN-295 versi AEW&C/ AWACS menggunakan budget 2014.
Persoalannya adalah, apakah sistem komunikasi yang ada di pesawat Sukhoi Rusia bisa terhubung dengan CN-295 Airbus Military ??
Jika ada tantangan, maka akan ada jawaban.

Jika Indonesia percaya dengan kemampuan pesawat Sukhoi, maka bangunlah kemampuan Skuadron pesawat itu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai, ganti haluan politik, maka berganti haluan alutsista pula. Kita masih ingat ketika haluan politik berubah dari Presiden Soekarno ke Soeharto, maka haluan alutsista juga berubah. Hasilnya….??
Kita tidak mendapatkan apa-apa, selain muter-muter gak jelas. Negara ini membutuhkan visi yang jelas agar tidak tersesat.

.facebook