Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa (kanan) menerima Menteri
Luar Negeri Singapura, K. Shanmugam dalam pertemuan Joint Commission for
Bilateral Cooperation antara Republik Indonesia dan Singapura di Hotel
Grand Hyatt, Yogyakarta, Rabu (24/10). TEMPO/Suryo Wibowo
Jakarta: Sikap Singapura yang mempersoalkan penamaan kapal perang RI Usman Harun dinilai tak pantas. Pemerintah Indonesia harus tetap pada keputusan. Sersan Usman dan Kopral Harun adalah pahlawan nasional.
"Tidak sepantasnya Singapura sebagai negara mempermasalahkan urusan dalam negeri Indonesia. Ini bertentangan dengan prinsip non-intervensi yang termaktub dalam Piagam PBB dan Piagam ASEAN," jelas ahli hukum internasional UI, Hikmahanto Juwana dalam surat elektronik, Kamis (6/2/2014).
Hikmahanto menjelaskan, sikap Singapura itu justru akan merusak hubungan dengan Indonesia yang telah berjalan dengan baik.
"Pengungkapan keprihatinan Singapura justru berpotensi merusak hubungan baik antar kedua negara," tambahnya.
Menurut Hikmahanto, dalam suatu peperangan, termasuk ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia, tentu setiap negara yang menganggap prajuritnya meninggal secara heroik atas nama negara sebagai pahlawan.
Para prajurit ini ketika melakukan aksinya tidak bertindak atas namanya sendiri atau kelompok melainkan membawa nama negaranya.
"Ketika para prajurit ini meninggal di medan pertempuran atau dikenai hukuman sebagai tawanan perang, termasuk hukuman mati, adalah hak dari negara si prajurit untuk menetukan apakah ia pahlawan atau tidak," jelas Hikmahanto.
Para prajurit mengangkat senjata dan terkadang harus melakukan "pembunuhan" karena negaranya sedang berperang. Memang bisa saja pihak yang menang perang akan menganggap prajurit yang kalah perang sebagai pecundang atau pelaku kejahatan internasional.
Di Jepang, PM Shinzo Abe dikritik oleh China dan Korea Selatan karena mengunjungi Yasukuni Shrine sebagai tempat para tokoh militer Perang Dunia II. Ini karena China dan Korsel melabel para petinggi militer tersebut sebagai penjahat perang, namun PM Abe menganggap mereka sebagai pahlawan.
"Kalau saja keprihatinan Singapura didengar dan pemerintah Indonesia mengubah kebijakannya, maka nama-nama seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, I Gusti Ngurah Rai dan banyak lagi tidak boleh digunakan sebagai nama Universitas atau Bandara di Indonesia. Ini karena mungkin Belanda akan tersinggung dan memiliki keprihatinan," sindir Hikmahanto.
detik