Pages

Saturday, 28 June 2014

Militer Indonesia butuh tank tempur terbaik

Militer Indonesia butuh tank tempur terbaik
Prajurit TNI menggunakan Tank Leopard (depan) saat peringatan ke-68 Hari Jadi TNI di Skuadron 2 Halim Perdana Kusumah, Jakarta. (ANTARA FOTO/Ujang Zaelani)

Jakarta  - Ketika negara-negara maju yang memiliki kekuatan militer besar beralih ke kendaraan lapis baja yang lebih ringan dan lincah, negara-negara berkembang justru tertarik menggunakan tank tempur berat (main battle tank/MBT).

Kementerian Pertahanan menyebutkan 26 tank Leopard dan 26 unit tank Marder akan tiba di Indonesia pada pekan pertama September 2014. Pengumuman itu disampaikan setelah dua calon presiden Indonesia bersikap pro atau kontra atas pembelian tank tersebut.

Sebenarnya pro-kontra pembelian tank tempur utama Leopard 2 sudah bergulir jauh hari sebelum debat calon presiden tahap ketiga digelar Komisi Pemilihan Umum pada Minggu lalu. Yang kontra menyebutkan bobot tank tersebut cukup berat dan kurang cocok dioperasikan di Tanah Air.

Pembelian Leopard kembali mengemuka ketika capres Jokowi -- dalam debat yang membahas Politik Luar Negeri dan Ketahanan Nasional-- menyatakan ketidaksetujuannya atas pembelian tersebut.

Capres Jokowi yang dibelakangnya berkumpul para pensiunan jenderal mumpuni, menyebutkan tank Leopard berbobot terlalu berat, yakni 62 ton, sehingga tak cocok dengan kondisi geografis Indonesia. Selain itu, alih teknologinya pun tak terpenuhi sebagaimana diatur dalam UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Capres Prabowo Subianto tidak sependapat dengan Jokowi. Pensiunan jenderal berbintang tiga yang banyak menghabiskan karir militernya di satuan tempur itu justru mengatakan Indonesia butuh tank tempur berat, dan pembeliannya tentu sudah dikaji cermat oleh Kementerian Pertahanan dan TNI.

Setelah debat capres itu bergulir, Kemenhan kembali menyatakan pembelian tank Leopard tidak melanggar UU dengan tetap memperhatikan kondisi geografis Indonesia dan postur tubuh prajurit TNI.

Pembelian tank tempur utama (MBT/main battle tank) juga berdasarkan kajian teknis dan taktis oleh Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI AD, dan pembahasan lanjutan digelar di Mabes TNI AD dengan mempertimbangkan faktor sistem pemeliharaan, logistik dan purnajualnya.

Kemudian, di tingkat Mabes TNI dilakukan kajian operasional dengan melakukan pengujian. Sedang kebijakan pengadaanya dilakukan oleh Kemenhan, Mabes TNI, Mabes TNI AD, Kementerian Keuangan dan Bappenas, dengan mempertimbangkan kemampuan pabrikan, ketersediaan anggaran dan aspek lainnya. Setelah itu, baru diminta persetujuan DPR.

Dengan kata lain, prosedur pembelian Leopard cukup rumit dan melibatkan banyak instansi sehingga mengesankan kebijakan pembeliannya sesuai kebutuhan Indonesia.

Sebanyak 52 kendaraan lapis baja buatan Rheinmetall akan tiba di Indonesia pada pekan pertama September 2014. Upacara pengirimannya telah dilakukan di Unterluss Jerman pada 23 Juni, dan dihadiri Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin.

Kemenhan menyebutkan pengiriman itu merupakan gelombang pertama atas 130 unit tank Leopard dan 50 unit tank Marder berdasarkan kontrak pembelian antara Kemenhan Indonesia dan Rheinmetall pada 2012.

Sisa kendaraan lapis baja pesanan itu akan tiba di Tanah Air tahun 2016. Meski tak disebutkan, namun kontrak pembelian kendaraan itu dilaporkan mencapai 290 juta dolar AS.

Menhan Purnomo Yusgiantoro kembali menyebutkan TNI AD sudah melakukan pengujian atas Leopard itu, dan spesifikasi teknisnya disesuaikan dengan kebutuhan TNI AD.

Ia menyampaikan hal itu setelah dua tank Leopard 2 dan dua panser pengangkut pasukan Marder telah dikapalkan terlebih dahulu ke Jawa Timur untuk diuji. MBT yang ditempatkan sementara di Divisi 2 Kostrad/Malang itu sudah diuji dalam perjalanan Surabaya- Situbondo dengan melewati jalanan, sungai dan jembatan.


Indonesia butuh

Banyak negara maju memang beralih ke kendaraan tempur yang lebih ringan dan lincah, namun banyak negara, termasuk di Asia, justru beralih ke tank tempur berat (MBT) karena membutuhkannya.

Negara-negara Eropa yang mengurangi atau "memensiunkan" armada tank beratnya, juga menawarkannya tanknya sehingga memicu minat negara lain untuk membelinya.

Tiongkok, India dan Pakistan bahkan diperkirakan memiliki hampir 60,38 persen dari produksi global tank hingga tahun 2017, sebagaimana dilaporkan situs defencereviewasia.com.

Di kawasan Asia Tenggara, setelah Malaysia mendapatkan MBT di tahun 2007, kemudian disusul Singapura, dan Indonesia pada September 2014. MBT Malaysia didatangkan dari Polandia, sedang Singapura menggunakan MBT buatan Jerman.

Awalnya Indonesia hendak membeli tank Leopard 2 yang digunakan Belanda, namun pembeliannya urung karena adanya penolakan dari oposisi Belanda.

Negara anggota ASEAN lainnya, Thailand, juga memiliki tank berbagai jenis, namun sudah tua. Negara itu memutuskan memilih tank Ukrania (T-84 Oplot) dengan menandatangani kontraknya pada September 2011.

Indonesia telah memutuskan membeli MBT Leopard 2 yang merupakan tank berat terbaik di kelasnya di kawasan Asia Tenggara. Kemenhan dan TNI menyebutkan pembeliannya berdasarkan kebutuhan, dan telah mendapatkan persetujuan dari DPR.

Pembelian tank Leopard yang diputuskan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendapatkan persetujuan dari calon presiden Prabowo Subianto, namun ditolak keras oleh calon presiden lainnya, Joko Widodo.

Menhan Purnomo menyebutkan Indonesia butuh tank tempur utama karena negara-negara tetangga sudah memilikinya terlebih dahulu. Meski TNI sudah memiliki tank Scorpion dan AMX-13, atau tank amfibi BMP-3, keberadaannya tidak cukup untuk menjaga kedaulatan Indonesia

Leopard 2 adalah tank tempur utama generasi ketiga setelah dioperasikan tahun 1979. Tank ini disebutkan memiliki kesamaan dengan tank tempur utama AS, M1 Abrams, dan termasuk dalam kelompok tank- tank tempur utama terbaik di dunia. Sedang Marder merupakan kendaraan tempur pengangkut pasukan setipe M2 Bradley buatan AS.

Kebijakan Indonesia memodernisasi persenjataan militernya, termasuk memperkuat industri strategis dalam negeri, berkaitan dengan peningkatan kemampuan militer negara-negara di kawasan regional, sementara potensi konflik perbatasan makin meningkat yang umumnya dipicu masalah perbatasan dan perebutan kekayaan sumber daya alam.

Sehubungan itu, anggaran militer TNI perlu terus diperkuat. Jika pertumbuhan perekonomian nasional di atas 7 persen, anggaran militer tentu akan diperbesar.

Anggaran militer Indonesia tahun 2004 hanya Rp21,42 triliun, di tahun 2013 menjadi Rp84,47 triliun. Nilai akumulatif anggaran pertahanan dari tahun 2004 hingga 2013 mencapai Rp440,94 triliun.

Peningkatan itu sesuai dengan kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membangun kekuatan nasional. Di era pemerintahannya, periode 2004-2014, alat utama sistem kesenjataan nasional yang dibelinya, di antaranya adalah pesawat Sukhoi-27SK/30 MK, korvet kelas Sigma, pesawat embraer EMB 314 Super Tucano sebagai pesawat pengganti OV-10, heli tempur AH-64D Apache, dan tank amfibi BMP-3. Selain itu, ada hibah 24 F-16 dari pemerintah AS.

Jumlah prajurit juga ditambah. Jumlah personel TNI meningkat dari 353.965 orang di tahun 2004 menjadi 415.805 orang pada 2013.


Prajurit handal
Presiden SBY saat melantik 453 perwira remaja TNI di Yogyakarta, Kamis (26/6), kembali menyebutkan komitmen Indonesia untuk memiliki militer yang kuat.

"Kita ingin TNI menjadi kekuatan negara yang andal, TNI harus terlatih bermanuver dengan taktik secara baik, terdidik informasi teknologi dan memiliki alustsista yang semakin canggih," kata Presiden.

Kepala Negara mengatakan tantangan saat ini semakin berat sehingga di masa pemerintahannya telah dilakukan peningkatan kemampuan prajurit dan alusista TNI.

"TNI yang kita banggakan harus mampu hadapi berbagai ragam ancaman baik tradisional dan nontradisional, termasuk peperangan modern yang sarat dengan teknologi. Selain itu, 10 tahun terakhir kita tingkatkan profesionalisme dan kecakapan diiringi peningkatan kesejahteraannya. Dituntut cerdas dan adaptif," katanya. 


Antara