Letnan Muda Gojali - (Foto : istimewa)
Adalah Letnan Muda Gojali, anak buahnya, yang masih memiliki sejumput nurani bernama kejujuran.
Setelah baku tembak dengan perampok di Cibarusah, Bogor, pasukan AE Kawilarang beristirahat. Beberapa serdadu membawa pisang untuk makan bersama.
AE Kawilarang datang dan nimbrung. Letnan Gojali tetap berdiri di tempatnya, dan sama sekali tak tertarik menikmati pisang bersama teman-temannya.
Kawilarang menghampiri dan bertanya; "Kamu tidak lapar?
Letnan Gojali menbawab dalam Bahasa Belanda; "Neen Mayoor, die pisang is gekocht met gerampokt geld. Ik eet dat niet (Tidak, Mayor, uang itu dibeli dari hasil rampokan. Saya tidak mau makan."
Kawilarang tercengang, dan kagum pada anak buah yang satu ini. Nama Letnan Gojali tidak hanya tercatat di kepala tapi juga di hati Kawilarang.
Di kesempatan lain, Kawilarang dan pasukannya melakukan penggalian di bekas markas pasukan Jepang di Cigombong. Jepang biasanya menyembunyikan senjata, dengan cara mengubur di dalam tanah.
Setelah menggali secara bergiliran selama beberapa menit, yang ditemukan bukan senjata tapi sebuah guci. Beberapa prajurit Kawilarang membuka guci itu, dan tercengang.
Bukan senjata yang mereka temukan, tapi perhiasan emas dan permata berkilauan.
Tidak satu pun prajurit berani mencuri, meski peluang untuk itu terbuka lebar. Tidak beberapa dari mereka mencoba berkomplot, dan menunggu kesempata melarikan emas itu.
Mereka melaporkan temuan itu ke Kawilarang, dan sang komandan tahu apa yang harus dilakukan. Temuan itu harus diserahkan ke kementerian dalam negeri di Purwokerto.
Ketika harus memilih siapa yang menjalankan tugas membawa harta itu ke Kemendagari, Kawilarang hanya punya satu nama; Letnan Gojali.
Belakangan diketahui harta itu berupa tujuh kilogram empas, dan puluhan berlian dan permata. Nilainya diperkirakan mencapai Rp 6 miliar. Sedangkan gaji Letnan Gojali hanya Rp 50 pada saat itu.[tst]
INILAH