Leon Jungschlager menghadapi persidangan, 1955-1956. Foto: maastrichtsegevelstenen.nl.
Leon Jungschlager menyediakan
berbagai keperluan untuk gerakan bawah tanah menentang pemerintah
Indonesia. Dia mendukung Westerling sampai Kartosoewirjo.
PADA
6 Juli 1955, Hakim Maengkom dan Jaksa Tinggi R. Soenario meninjau rumah
dan perkebunan milik Pieter Reinier van Motman (1773-1821), tuan tanah
pertama di kawasan Dramaga, Bogor. Rumah itu kemudian menjadi Wisma Tamu
IPB Landhuis di Jalan Tanjung No. 4 Kampus IPB Dramaga. Karena dari
situ keluar-masuk senjata dan peluru, makanan, pakaian, dan lain-lain
untuk kepentingan gerombolan bersenjata yang hendak melakukan aksi
subversi terhadap pemerintahan Republik Indonesia.
Menurut R. Soenario dalam Proses Jungschlager,
markas besar dari pergerakan gelap tersebut, yang bermula APRA
(Angkatan Perang Ratu Adil), kemudian menjadi NIGO (Nederlandsch
Indische Guerilla Organisatie), berada di RO (rubber onderneming)
atau perkebunan karet Dramaga, di bawah Motman sebagai
administraturnya. “Menurut Motman pemimpin organisasi NIGO adalah
Jungschlager,” tulis Soenario. Pada waktu Bandung diserang (APRA)
terlihat kesibukan di Darmaga, tentara Belanda datang dan pergi keluar
masuk, penjagaan diperketat dan lain-lain.
Jungschlager membantu
Kapten Raymond Westerling dalam menyediakan dana yang digalang dari
sejumlah perkebunan di Jawa Barat. Selain itu, menurut Petrik Matanasi
dalam Westerling, Kudeta yang Gagal, keterlibatan Jungschlager
dalam gerakan Westerling setidaknya menjadi penghubung antara gerakan
Westerling dengan perusahaan besar milik Belanda, seperti BPM
(Bataafsche Petroleum Maatschappij) dan KPM (Koninklijke Paketvaart
Maatschappij). Setelah APRA bubar pasca serangan di Bandung, “sisa-sisa
pendukung APRA kemudian bergabung dengan organisasi NIGO,” tulis Petrik.
Leon Nicolaas Hubert
Jungschlager lahir di Maastricht (Limburg), Belanda. Pada 1924, dia
datang di Indonesia sebagai Jurumudi Kelas IV pada Koninklijke
Paketvaart Maatschappij (KPM) atau Perusahaan Pelayaran Kerajaan
Belanda. Usai menjalani pendidikan di Koninklijk Marine (Angkatan Laut
Belanda) di Surabaya selama sembilan bulan, dia diperbantukan sebagai
perwira cadangan pada Marine Luchtvaart Dienst (MLD) atau Dinas
Penerbangan Angkatan Laut Belanda pada 1927.
Pada 1930 Jungschlager
menjadi Jurumudi Kelas I KPM di Makassar dan pada 1934 di Surabaya. Pada
1935, dia cuti ke Belanda selama 15 bulan dan kembali ke Indonesia pada
1936. Setahun kemudian dia kembali lagi ke Belanda untuk membawa kapal
baru KPM “de Tegelberg” ke Indonesia, yang tiba Maret 1938. Akhir 1941,
dia bekerja pada MLD di Surabaya.
Ketika Jepang menduduki
Indonesia, Jungschlager menyingkir ke Australia pada Februari 1942.
Setelah tinggal selama kurang lebih tujuh minggu, dia lalu pergi ke
Amerika bersama serombongan calon penerbang Angkatan Udara Hindia
Belanda yang akan belajar. Pada 1944, dia meninggalkan Amerika dan
ditempatkan pada skuadron Belanda di Darwin, Australia, selama enam
minggu. Lalu dipindahkan ke Skuadron pemburu 121 di Canberra. Dan pada
April-Mei 1944 dipindahkan lagi ke Merauke, Irian Barat.
Tidak lama kemudian,
pada Oktober 1944 sebagai Letnan Laut Kelas I, Jungschlager ditempatkan
ke NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service) atau Dinas Intelijen
Belanda di Camp Columbia, Brisbane, Australia. Di KPM dia diangkat
sebagai Chef Nautische Dienst pada Januari 1949.
Setelah penyerangan
APRA di Jawa Barat gagal, pada Februari 1950 Jungschlager mengadakan
rapat gelap di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 33 Jakarta (kini
Jl. Proklamasi No. 33), dengan Westerling, Da Lima, Nikijuluw, dan Dr.
Somoukil.
Menurut Saleh A. Djamhari dalam Ichtisar Sedjarah Perdjuangan ABRI (1945-sekarang),
rapat tersebut menghasilkan rencana antara lain memberikan bantuan
kepada gerakan bahwa tanah, mendirikan Republik Maluku Selatan, dan
mengadakan hubungan dengan pemimpin pemberontakan Kapten Andi Azis di
Makassar. Selain itu, Jungchlager juga menyuplai uang, senjata, mesiu
dan perlengkapan militer lainnya melalui dropping udara membantu gerakan DI/TII Kartosoewirjo.
Pada 30 Januari 1954,
Jungschlager ditangkap di Jakarta. Sebelum hakim memutuskan perkaranya
pada 27 April 1956, Jungschlager meninggal pada 19 April 1956. Tuntutan
pidana terhadapnya pun dengan sendirinya gugur.