Pages

Monday, 22 September 2014

Leon Jungschlager Mendukung Westerling Sampai Kartosoewirjo


Leon Jungschlager menghadapi persidangan, 1955-1956. Foto: maastrichtsegevelstenen.nl.

Leon Jungschlager menyediakan berbagai keperluan untuk gerakan bawah tanah menentang pemerintah Indonesia. Dia mendukung Westerling sampai Kartosoewirjo.


PADA 6 Juli 1955, Hakim Maengkom dan Jaksa Tinggi R. Soenario meninjau rumah dan perkebunan milik Pieter Reinier van Motman (1773-1821), tuan tanah pertama di kawasan Dramaga, Bogor. Rumah itu kemudian menjadi Wisma Tamu IPB Landhuis di Jalan Tanjung No. 4 Kampus IPB Dramaga. Karena dari situ keluar-masuk senjata dan peluru, makanan, pakaian, dan lain-lain untuk kepentingan gerombolan bersenjata yang hendak melakukan aksi subversi terhadap pemerintahan Republik Indonesia.
Menurut R. Soenario dalam Proses Jungschlager, markas besar dari pergerakan gelap tersebut, yang bermula APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), kemudian menjadi NIGO (Nederlandsch Indische Guerilla Organisatie), berada di RO (rubber onderneming) atau perkebunan karet Dramaga, di bawah Motman sebagai administraturnya. “Menurut Motman pemimpin organisasi NIGO adalah Jungschlager,” tulis Soenario. Pada waktu Bandung diserang (APRA) terlihat kesibukan di Darmaga, tentara Belanda datang dan pergi keluar masuk, penjagaan diperketat dan lain-lain.
Jungschlager membantu Kapten Raymond Westerling dalam menyediakan dana yang digalang dari sejumlah perkebunan di Jawa Barat. Selain itu, menurut Petrik Matanasi dalam Westerling, Kudeta yang Gagal, keterlibatan Jungschlager dalam gerakan Westerling setidaknya menjadi penghubung antara gerakan Westerling dengan perusahaan besar milik Belanda, seperti BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) dan KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij). Setelah APRA bubar pasca serangan di Bandung, “sisa-sisa pendukung APRA kemudian bergabung dengan organisasi NIGO,” tulis Petrik.
Leon Nicolaas Hubert Jungschlager lahir di Maastricht (Limburg), Belanda. Pada 1924, dia datang di Indonesia sebagai Jurumudi Kelas IV pada Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) atau Perusahaan Pelayaran Kerajaan Belanda. Usai menjalani pendidikan di Koninklijk Marine (Angkatan Laut Belanda) di Surabaya selama sembilan bulan, dia diperbantukan sebagai perwira cadangan pada Marine Luchtvaart Dienst (MLD) atau Dinas Penerbangan Angkatan Laut Belanda pada 1927.
Pada 1930 Jungschlager menjadi Jurumudi Kelas I KPM di Makassar dan pada 1934 di Surabaya. Pada 1935, dia cuti ke Belanda selama 15 bulan dan kembali ke Indonesia pada 1936. Setahun kemudian dia kembali lagi ke Belanda untuk membawa kapal baru KPM “de Tegelberg” ke Indonesia, yang tiba Maret 1938. Akhir 1941, dia bekerja pada MLD di Surabaya.
Ketika Jepang menduduki Indonesia, Jungschlager menyingkir ke Australia pada Februari 1942. Setelah tinggal selama kurang lebih tujuh minggu, dia lalu pergi ke Amerika bersama serombongan calon penerbang Angkatan Udara Hindia Belanda yang akan belajar. Pada 1944, dia meninggalkan Amerika dan ditempatkan pada skuadron Belanda di Darwin, Australia, selama enam minggu. Lalu dipindahkan ke Skuadron pemburu 121 di Canberra. Dan pada April-Mei 1944 dipindahkan lagi ke Merauke, Irian Barat.
Tidak lama kemudian, pada Oktober 1944 sebagai Letnan Laut Kelas I, Jungschlager ditempatkan ke NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service) atau Dinas Intelijen Belanda di Camp Columbia, Brisbane, Australia. Di KPM dia diangkat sebagai Chef Nautische Dienst pada Januari 1949.
Setelah penyerangan APRA di Jawa Barat gagal, pada Februari 1950 Jungschlager mengadakan rapat gelap di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 33 Jakarta (kini Jl. Proklamasi No. 33), dengan Westerling, Da Lima, Nikijuluw, dan Dr. Somoukil.
Menurut Saleh A. Djamhari dalam Ichtisar Sedjarah Perdjuangan ABRI (1945-sekarang), rapat tersebut menghasilkan rencana antara lain memberikan bantuan kepada gerakan bahwa tanah, mendirikan Republik Maluku Selatan, dan mengadakan hubungan dengan pemimpin pemberontakan Kapten Andi Azis di Makassar. Selain itu, Jungchlager juga menyuplai uang, senjata, mesiu dan perlengkapan militer lainnya melalui dropping udara membantu gerakan DI/TII Kartosoewirjo.
Pada 30 Januari 1954, Jungschlager ditangkap di Jakarta. Sebelum hakim memutuskan perkaranya pada 27 April 1956, Jungschlager meninggal pada 19 April 1956. Tuntutan pidana terhadapnya pun dengan sendirinya gugur.