Sunday, 26 October 2014
Denel NTW-20: Senapan Anti Material Taifib Korps Marinir TNI AL
Indonesia sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, sudah tentu beragam unit pasukan elitnya akrab dengan jenis senapan sniper atau senapan runduk, utamanya dari kaliber 7,62 mm. Nama-nama senjata sniper seperti Galil dari Israel, G-3 SG-1, AI Artic Warfare, Steyr SSG-69, hingga SPR-1 buatan Pindad, mungkin sudah akrab di telinga para pemerhati persenjataan nasional. Tapi senjata diatas disasar untuk membidik target berupa manusia. Lalu bagaimana dengan misi sniper yang lain, seperti menyasar target peralatan militer sekelas rantis, ranpur atau bahkan menembus ketebalan tembok? Mampukah tugas sniper yang gerak geriknya serba senyap menggasak sasaran yang tergolong high value tersebut?
Jawabannya tentu bisa, dan pola operasi tidak berubah, yang dijalankan tetap dalam kaidah sniper, senyap dan mematikan, tidak ada rudal panggul anti tank atau granat berpeluncur roket yang digunakan. Solusinya tak lain dengan menggunakan senjata anti material. Senapan jenis ini punya bentuk dan peran yang serupa dengan senapan runduk, perbedaannya lebih kepada besarnya kaliber yang berdampak pada daya hancur serta jangkauan proyektil yang pastinya lebih jauh. Menurut Wikipedia, yang masuk dalam kategori senjata anti material adalah senapa dengan kaliber mulai dari 12,7 mm, 14,5 mm, dan 20 mm.
Untuk senapan anti material pun bukan barang baru bagi TNI. Satuan elit Intai Amfibi (Taifib) Korps Marinir TNI AL adalah pengguna senjata jenis ini, tepatnya mengadopsi NTW-20 buatan Denel Mechem dari Afrika Selatan. Penampilan NTW-20 sebagai kelengkapan infanteri Marinir sudah tak asing lagi, ambil contoh saat unjuk kesiapan Yon Mekanis Kontingen pasukan PBB TNI yang akan diberangkatkan ke Lebanon pada tahun 2006 lalu, jelas tampak NTW-20 dan RPG-7 ikut digelar dihadapan media dan petinggi TNI kala itu.
Bila di Indonesia senjata ini dipopulerkan oleh Taifib Marinir TNI AL, maka senjata laras panjang multi kaliber ini juga kerap tampil di beberapa film layar lebar. Salah satunya dalam film District 9 (2009). Film yang mengambil latar di Afrika Selatan ini mengisahkan perjuangan sekelompok manusia untuk mengusir alien. Uniknya dalam film sci fiction ini juga ditampilkan rantis Casspir yang saat ini digunakan oleh Kopassus TNI AD.
NTW-20
Pengembangan awal NTW-20 jatuh di tangan perancang senjata jempolan dari Afsel, Tony Neophtou, yang terkenal dengan rancangan senapan tabur Neostead. Uniknya, pabrikan Aerotek yang menangani pengembangan senapan ini di tengah jalan diakuisisi oleh divisi Mechem dari grup pabrikan Denel, sehingga NTW-20 dirilis dengan identitas Denel Mechem di depannya. Di lingkup kesenjataan TNI, Denel juga memasok kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) kaliber 20 mm, yakni Vektor G12 yang dipasang pada korvet SIGMA class dan KCR (Kapal Cepat Rudal) 40 TNI AL. Sebelum KRI Clurit dipasangi kanon CIWS AK-630M, kapal tersebut menggunakan Vektor G12 sebagai senjata di haluan.
Filosofi pengembangannya berfokus kepada penggelaran di padang Afrika yan luas dan terbuka, sehingga tentu saja diperlukan senapan yang mampu menjangkau sasaran lawan sebelum sempat bereaksi. Hebatnya, NTW-20 punya kemampuan menembakkan dua jenis proyektil berbeda, yaitu 20 mm dan 14,5 mm Russian. Khusus amunisi 20 mm, yang digunakan adalah peluru 20 x83,5 mm eks senapan anti pesawat Jerman MG-151 pada era Perang Dunia II.
Soal kemampuan, tak perlu ditanya. Ranpur lapis baja setipe BTR dan BMP potensial untuk dirobek lapisan bajanya. Piliah pelurunya cukup beragam, mulai dari jenis HE (High Explosive), fragmentasi, sampai peluru bakar (High Explosive Incendiary). Untuk memilih di antara dua peluru ini, semuanya cukup dilakukan melalui penggantian laras, bolt, dan magasin, yang kesemuanya hanya memerlukan waktu kurang dari satu menit di tangan operator terlatih. Sebagai senapan bolt action yang menembakkan peluru berkaliber besar, wajar jika bolt pada NTW-20 sampai harus memiliki enam lug untuk membantu menahan gaya tekanan yang sangat besar dari kamar peluru. Selain itu, sistem pasok peluru pada NTW termasuk unik, karena menganut model magasin horizontal (seperti pada sten gun) yang dimasukkan dari sisi kiri. Pilihan ini juga terasa masuk akal, karena bobot peluru besar yang di atas rata-rata akan membuat pegas sulit beroperasi dengan optimal, andaikata harus beroperasi melawan gravitasi seperti halnya pada magasin konvensional yang dipasang secara vertikal dari bawah senapan.
Sebelum lebih jauh, sekedar informasi, bolt action adalah (sistem operasi) kokang senjata api yang mana bagian bolt dioperasikan secara manual dengan cara menggesernya ke belakang (menggunakan tuas kecil /handle) agar bagian belakang (breech) laras terbuka, casing peluru kosong yang sudah dipakai terlempar keluar dan peluru baru masuk kedalam breech kemudian bolt ditutup kembali (digeser ke depan secara manual).
Sebagai senapan dengan kaliber jumbo, pertanyaan yang timbul selanjutnya, bagaimana NTW-20 mampu meredam daya tolak balik yang dihasilkan peluru 20 mm sehingga bisa ditahan oleh tubuh manusia? NTW-20 rupanya punya tiga jurus jitu untuk menanganinya. Pertama, sistem yang disebut hydraulic double acting damper berupa katup dan perluasan kamar peluru untuk menahan pemuaian tekanan yang dihasilkan oleh tembakan peluru 20 mm. Tabung hidrolis ini dari luar berbentuk tabung menonjol yang ada di bawah laras. Ketika terdorong oleh gaya tolak talik ke belakang, laras dipaksa menarik piston hidrolis yang diisi pelumas, sehingga gerakannya melambat dan hentakannya berkurang.
Jurus kedua, ada pegas penahan (buffer spring) ganda pada bagian bawah-belakang receiver yang menempel ke popor belakang. Pegas penahan ini adalah benteng lapis kedua yang menangani efek tolak balik setelah batang piston hydraulic damper sudah berada di titik puncak peregangannya. Kedua benteng ini membentuk sistem kontinyu yang tidak terputus, sehingga tekanan gaya tolak balik dapat disebar dalam rentang waktu yang lebih panjang agar penembak tidak merasakan tekanan terlalu besar. Terakhir, jurus ketiga berupa muzzle brake dua tingkat yang membantu menyalurkan kilatan api penembakkan dan sebagian gaya tolak balik ke arah depan.
Bagi para pengguna NTW-20, Denel Mechem menyediakan paket lengkap, mulai dari fixed carry handle dan kaki-kali yang sudah jadi standar, laras pengganti, sampai teleskop standar dengan kemampuan 8x. Teleskop sepertinya didesain dengan model scout profile, karena memiliki eye relief (jarak mata dan lensa) yang cukup jauh. Jika tidak puas, pembeli tentu saja berhak menggunakan teleskop dengan magnifikasi lebih besar, mengingat peluru 20 mm memiliki jarak jangkau lebih jauh dibanding 14,5 mm atau 12,7 mm.
Keunggulan lain NTW-20 yakni bisa diurai menjadi bagian yang bisa diangkut menggunakan dua ransel besar yang masing-masing berbobot 15 kg. Sehingga minimal bisa dioperasikan tim sniper yang berjumlah dua orang, satu sebagai penembak dan satunya lagi berperan sebagai spotter (observer). Tidak salah bila Marinir TNI AL menjatuhkan pilihan pada NTW-20 sebagai senapan anti material pilihan. Didukung kaliber yang besar, senapan ini menjadi platform multifungsi untuk berbagai aplikasi kemiliteran. (diolah dari berbagai sumber)
Spesifikasi Denel Mechem NTW-20
Asal : Afrika Selatan
Tahun pembuatan : 1990
Kaliber : 14,5 x 114 mm/ 20 x 82 mm
Sistem operasi : bolt action
Panjang total : 2.015 mm/ 1.795 mm
Panjang laras : 1.220 mm/ 1.000 mm
Berat kosong : 33,8 kg/ 30,5 kg
Kecepatan proyektil : 1.000 meter/ 720 meter per detik
Jarak tembak efektif : 2.300 meter/ 1.500 meter
Akurasi : 1 meter
Kapasitas magasin : 5 peluru
Indomiliter