Pages

Monday, 27 October 2014

Kisah gagahnya menteri Supeno, tak gentar ditembak mati Belanda

Kisah gagahnya menteri Supeno, tak gentar ditembak mati Belanda

supeno. 

 - Presiden Joko Widodo telah memanggil sejumlah nama untuk diseleksi menjadi menteri. Jokowi pernah menyebutkan ingin menteri-menterinya fokus mengurusi masalah negara. Karena itu dia tak mau menteri merangkap jabatan dengan ketua umum partai politik.

Ada kisah menarik tentang seorang menteri yang bekerja sampai mengorbankan nyawanya. Hingga detik terakhir dia tetap gagah walau di kepalanya sudah menempel pistol tentara Belanda.

Cerita ini dimulai 19 Desember 1948. Pasukan baret merah Belanda, Korps Speciale Troepen terjun merebut Lapangan Terbang Maguwo di Yogyakarta. Tak lama kemudian mendaratlah pesawat- pesawat Dakota menurunkan pasukan komando baret hijau Belanda.

Mereka bergerak cepat menguasai Yogyakarta. Presiden Soekarno, Perdana Menteri Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat pemerintahan ditangkap. Sementara itu Jenderal Soedirman bergerak masuk hutan, memimpin TNI untuk bergerilya.

Tak semua pejabat sipil menyerah, sebagian ikut bergerilya. Mencoba menggerakan pemerintahan dari hutan belantara. Karena itu kabinet ketujuh RI atau yang disebut Kabinet Hatta I disebut sebagai Kabinet Gerilya.

Supeno ditunjuk Hatta sebagai menteri pemuda dan pembangunan dalam kabinet tersebut. Setelah Yogyakarta jatuh, Supeno ikut bergerilya dan memberikan perlawanan.

Setelah berbulan-bulan bergerilya, Supeno dan rombongannya tertangkap Belanda di Desa Ganter, Dukuh Ngliman, Nganjuk. Ketika itu Supeno sedang berada di pancuran untuk mandi.

Tentara Belanda menyuruh Supeno jongkok dan menginterograsinya. "Sapa Kowe?" gertak Belanda.

"Penduduk sini," jawab Soepeno tanpa takut.

Belanda tak percaya. Walau Supeno berpakaian seperti penduduk desa, dia tidak tampak seperti orang desa. Belanda terus mendesak Supeno berbicara. Tapi dia tetap bungkam.

Serdadu Belanda menempelkan ujung pistolnya di pelipis Supeno. Supeno tetap bungkam, tanpa gentar.

Beberapa orang yang menjadi saksi peristiwa itu bisa melihat ketegaran Supeno. Sikapnya teguh, sama sekali tidak ada rasa takut pada pemuda itu.

"Dor!" pistol menyalak. Darah segar mengalir dari kepala Supeno. Dia tewas seketika.

Belanda kemudian mengeksekusi enam orang lainnya. Ajudan Supeno, Mayor Samudro juga ditembak mati.

Peristiwa dramatis tersebut dilukiskan Julius Pour mengutip Rosihan Anwar. Julius Pour menuliskannya dalam buku 'Doorstoot Naar Djokja, Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer' terbitan Penerbit Buku Kompas, halaman 157-158.

Saat tewas usia menteri Supeno baru 33 tahun.

Istri Supeno, Tien, mengaku karena kurangnya informasi baru mengetahui kabar suaminya tewas dieksekusi Belanda sebulan kemudian.

Tien mengingat suaminya ikut menjadi konseptor sejumlah lembaga negara seperti Komite Nasional Indonesia Pusat yang kelak menjadi DPR/MPR.

Supeno ditetapkan menjadi pahlawan Nasional. Jenazahnya dipindahkan dari Nganjuk ke Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Masyarakat mengenangnya sebagai menteri gerilya.

Merdeka