Sejarah awal :
Sejarah keberadaan jet tempur sukhoi Indonesia dimulai dengan gagalnya pembelian 12 Sukhoi KI (Su-30 KI) pada Tahun 1997 oleh mantan Presiden Soeharto, akibat krisis moneter yang melanda dunia. Indonesia ketika itu ingin meningkatkan kemampuan Angkatan Udaranya dan menaruh minat besar akan pesawat tempur baru, namun Presiden Indonesia Soeharto, merasa gerah dengan tudingan Amerika Serikat mengenai permasalahan HAM di Indonesia.
Akhirnya Indonesia melakukan langkah ‘membelot’ ke Rusia dengan memesan 12 Sukhoi KI (SU-30KI). Sukhoi KI ini merupakan satu-satunya Su-30 yang berkursi tunggal. Ketertarikan Indonesia terhadap pesawat Sukhoi ini dikarenakan Indonesia sudah melihat kehebatan pesawat ini ketika Sukhoi tampil di ajang Indonesia Air Show pada Juni 1996.
Ditindaklanjuti dengan kunjungan salah satu Menteri RI ke pusat pembuatan Sukhoi di Rusia, maka dari kunjungan tersebut dibuat keputusan untuk membeli 12 unit dari yang direncanakan.
Langkah membeli Sukhoi ini bisa dikatakan sebuah perlawanan Indonesia terhadap hegemoni AS yang terus menekan Indonesia melalui isu-isu HAM dan sejenisnya. Indonesia sangat berharap pembelian Sukhoi ini akan menaikkan martabat Indonesia di mata dunia. Namun, pembelian Sukhoi ini tidak bisa lepas dari tekanan Amerika dan sekutunya yang tidak ingin Indonesia berhasil memiliki pesawat tempur Sukhoi. Hal ini bisa dipahami, karena pembelian Sukhoi akan mendekatkan Indonesia ke Rusia seperti ketika jaman pemerintahan Presiden Soekarno yang membuat Indonesia begitu ditakuti oleh Belanda dan sekutunya.
Mungkin Anda masih ingat, kita punya pesawat tempur Mig-15. Mig-21 fresco, Bomber Tupolev, kapal selam Whiskey, Kapal Rudal Cepat Komar class, dan sang fenomenal KRI Irian. Entah ada kaitan langsung atau tidak, krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997-1998 memaksa Indonesia membatalkan pembelian Sukhoi dari Rusia ini.
Gagalnya pembelian ini membuat kekuatan Angakatan Udara Indonesia mengalami stagnasi dan semakin parah ketika tahun 1999 sampai dengan 2005, Amerika dan sekutunya memberlakukan embargo Militer terhadap Indonesia, terutama produk pesawat tempur f16, f-5 tiger, Hercules 130, boleh dibilang hidup enggan mati tak mau. Kelangkaan suku cadang saat itu berakibat fatal dengan banyaknya kecelakaan yang menimpa pesawat tempur TNI AU. Sebut saja jatuhnya F-16 elang biru yang menewaskan 2 pilotnya. tergelincirnya F-16 di runway Halim Perdana Kusuma yang menewaskan pilot handal almarhum Kapten penerbang DWI SASONGKO.
Hasil penyelidikan menunjukkan, dasar kecelakaan itu akibat tidak adanya suku cadang dan dipaksakannya pengunaan suku cadang kanibal yang tidak sesuai. Beberapa kecelakaan yang menimpa armada Pesawat hawk dan sky hawk 209 akibat tindakan serupa oleh Inggris dengan “ikut-ikutan” melakukan embargo terhadap pesawat tempur SkyHawk – Hawk 209, yang berujung grounded-nya armada tempur TNI AU. Akibatnya untuk sekedar terbang pun dilakukan dengan keterpaksaan terhadap sesama armada pesawat. Boleh dibilang saat itu kemampuan TNI AU hanya 20% dari seluruh armada tempurnya akibat terkena embargo.
Era Sukhoi
Pembelian Sukhoi Batch Pertama di Era Presiden Megawati Sukarno Putri pun dirintis, dengan bekal melanjutkan pemesanan tahun 1997 yang tertunda. Saat itu saking mendesaknya kebutuhan akan alusista handal, maka didapatlah kesepakatan pembelian batch sukhoi pertama tanpa persenjataan lengkap yang dikirim ke Indonesia.
Hal inilah yang kemudian mendorong kita untuk berpaling ke produk-produk buatan Timur (Rusia), sebagai salah satu cara untuk meminimalkan ketergantungan akan produk-produk Barat yang sarat dengan kepentingan politik negara penjual dan syarat syarat yang meremehkan kedaulatan negara.
Kontrak pembelian pesawat Sukhoi ini akhirnya ditanda tangani pada tahun 2003 pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Namun, kontrak pembelian Sukhoi ini mengalami banyak penolakan dari berbagai pihak di Indonesia sendiri, termasuk kalangan Legeslatif. Sampai pernah kita mendengar istilah Sukhoi Gate yang berencana mengusik kontrak pembelian Sukhoi ini.
Entah apa yang menjadi dasarnya, namun tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak asing yang menekan untuk menggagalkan kembali pembelian Sukhoi ini, agar Indonesia tidak mendekat ke Rusia dan terus berada di bawah kendali Amerika dan Sekutunya. Anjing menggonggong, Kafilah berlalu, TNI AU tetap berjalan. Indonesia berhasil membeli 4 pesawat Sukhoi dari Rusia. 4 pesawat ini terdiri dari 2 Su-27 SK (kursi tunggal) dan 2 SU-30MK (kursi ganda). Kedaatangannya di sanggup hangat oleh pejabat TNI AU.
Pembelian Sukhoi Batch Dua di Era Presiden SBY
Proses pembelian Sukhoi Batch Pertama yang mengandung banyak kontroversi awalnya, banyak disebabkan keraguan dari berbagai pihak akan kemampuan pesawat Sukhoi itu sendiri. Namun setelah Indonesia mengopreasikan Su-27/30, keraguan akan kemampuan Sukhoi ini menjadi sirna. Malah menjadi terbalik, semakin banyak pihak-pihak terkait yang mendorong agar Indonesia kembali membeli Sukhoi untuk melengkapi Sukhoi yang sudah ada.
Keinginan ini semakin menguat ketika Malaysia melakukan klaim sepihak terhadap wilayah Indonesia yaitu perairan Ambalat yang kaya minyak pada tahun 2005. Klaim ini dijawab Indonesia dengan melakukan Modernisasi Militer Indonesia termasuk Angkatan Udara agar Malaysia tidak lagi memandang Indonesia dengan sebelah mata. Sampai akirnya Indonesia menandatangani kontrak pembelian 6 Sukhoi yang terdiri dari 3 Su-30MK2 dan 3 unit Su-27SKM.
Pembelian Sukhoi Batch Tiga di Era dan Misteri di sekitarnya
Saat pembelian batch ke 3, Indonesia sudah memiliki 10 SU-27/30 sebagai penjaga kedaulatan Indonesia. Namun jumlah ini masih belum bisa menandingi 18 Su-30MKM milik Malaysia dan 24 unit F15SG milik Singapura. Oleh karena itu TNI AU meminta tambahan pembelian 6 pesawat sukhoi Su-30MK2 untuk melengkapi Sukhoi Indonesia menjadi satu skuadron penuh yaitu 16 Su-27/30.
Kontrak
Pembelian sudah datang dan lengkap 16 unit, beberapa waktu lalu, namun menimbulkan misteri. Ada yang bilang dari 6 unit psawat terakhir, terdapat 2 unit sukhoi S-30MK2 yang telah upgrade setara SU-35. Hal ini buktikan dengan adanya tambahan 8 mesin sukhoi yang dibeli untuk alasan mesin ‘cadangan’, lalu keunggulan TNI AU dalam pitch black dengan super hornet RAAF Australia. Selain itu, adanya misteri penomoran angka kembar pada Sukhoi dengan format angka 2, terdapat pada 2 pesawat dan angka 4 pada 2 pesawat lainya. (gambar terlampir).
Misteri
Pada pembelian Batch kedua ini banyak terdapat misteri dibaliknya. Salah satunya adalah ketika penerimaan pertama, tiga unit Su-30MK2 di Makassar. 2 Su-30MK2 yang baru tiba di Makasar, sedang dalam tahap uji terbang, dan ketika sedang terbang, pesawat tersebut di Lock oleh pesawat musuh yang tidak dikenal. Kejadian ini sangat menghebohkan dunia militer Indonesia. Pertanyaan muncul, siapa, kenapa, dan bagaimana hal itu terjadi ?.
Ada yang bilang pesawat itu dilock oleh S-300 punya TNI AU yang sedang latihan. Ada juga bilang TNI AU lagi menguji ‘sesuatu” dengan uji tandingnya sukhoi, tes radar khusus dengan jangkauan jarak yang jauh.
Tidak hanya itu, ketika pengiriman tahap kedua yaitu 3 unit Su-27SKM ada kejadian yang sangat mengejutkan yaitu tewasnya 3 orang ahli teknisi Sukhoi yang turut mendampingi kedatangan Sukhoi ini ke Indonesia. Tewasnya ketika teknisi ini menandakan ada sesuatu yang tidak beres dan tidak kemungkinan ada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Sukhoi Indonesia sehingga hal ini bisa terjadi. Misteri tetaplah misteri sampai akhir jaman.
Kontroversi
Pembelian Sukhoi tahap ketiga tidak terlepas dari Kontroversi. Banyak sekali pihak yang mempertanyakan pembelian ini. Bahkan ada tuduhan pembelian ini mengalami mark up harga dan terindikasi korupsi. Namun, Kementerian Pertahanan telah membantah keras tuduhan ini. Beberapa LSM di Indonesia bahkaan melaporkan Kemenhan ke KPK terkait pembelian Sukhoi ini.
Kita sebagai warga Negara Indonesia yang baik tentunya mendukung transparansi pembelian Sukhoi ini, agar kemungkinan terjadinya mark up dan korupsi bisa dihindarkan. Memang benar bahwa dugaan mark up harus dituntaskan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah kenapa pembelian Sukhoi begitu heboh, sampai Kemenhan dilaporkan ke KPK. Sementara ada juga proses Hibah 24 F-16 yang juga menelan biaya yang sangat besar dan tidak ada pihak pihak yang memverifikasi harganya. Penolakan terhadap Sukhoi ini sepertinya jauh lebih besar dari penolakan hibah F-16. Rencana penambahan armada baru selalu dikaitkan dengan politik ekonomi dan militer global di sekitar kawasan. Masih ingat ketika Jepang dan Australia protes rencana pembelian kapal selam Kilo oleh TNI AL ?.
Semoga kedepannya rencana pembelian penganti F-5 Tiger akan terwujud dengan cepat sehingga MEF II menjadi kilas balik kejayaan TNI AU seperti tahun 1960-an.
JKGR