Jika
Amerika Serikat memiliki artileri howitzer swagerak 155mm andalan M109
Paladin, Korea Selatan punya K9, kendaraan artileri swagerak yang tak
kalah bagusnya. Pada K9 lah korps Artileri TNI AD melirik dan
mempersiapkan akuisisinya. Masa-masa realisasi pembangunan kekuatan TNI
yang mengacu kepada MEF (Minimum Essential Force) Renstra I memang sudah
hampir paripurna, dengan sebagian besar alutsista yang dipesan sudah
mulai berdatangan. Korps Artileri TNI AD sendiri kebagian 37 unit
howitzer berbasis truk CAESAR dari Perancis senilai USD 141 juta dan 36
unit sistem artileri roket ASTROS senilai USD 405 juta dari Brasil. Ini
berarti Korps Artileri TNI AD bisa memodernisasi dan membentuk 4
batalyon artileri swagerak, diluar sejumlah meriam tarik 105mm Kh-178
dan 155mm Kh-179 yang dibelinya dari Korea Selatan.
Di luar perkiraan, di tengah masa transisi pemerintahan hasil Pemilu 2014, TNI ternyata tak lantas berhenti dan mengambil napas. MEF Renstra 2 yang sudah di ambang pintu perlahan-lahan mulai mengemuka. Alutsista pilihan dan berkualitas kembali disasar untuk menjaga kedaulatan dan meningkatkan wibawa di antara Negara kawasan. Satu yang dilirik untuk semakin memperkuat Korps Artileri TNI AD adalah sistem artileri swagerak berpenggerak roda rantai (tracked). Sistem semacam ini hanya dimiliki oleh sedikit Negara. Yang paling mendominasi, tentu saja adalah M109 Paladin yang begitu laku dan dipergunakan hampir sebagian besar Negara NATO. Inggris memiliki AS90, dan Jerman Barat menggunakan Panzer Haubitze (PzH) 2000.
Korps Artileri TNI AD memang sangat butuh penyegaran untuk urusan artileri swagerak berbasis roda rantai. Pasalnya, AMX-13 AUF1 105mm yang dimiliki sudah amat terlalu uzur, pabriknya sudah bangkrut, dan suku cadangnya sudah tak lagi tersedia di pasaran. Untuk mendukung manuver gabungan dengan Kavaleri yang sudah dilengkapi MBT Leopard 2A4 dan Infantri mekanis yang sudah menggunakan Marder 1A3 dan Anoa sudah pasti kepayahan. Apalagi jarak jangkau meriamnya semakin terbatas.
Namun begitu, pemilihan kandidat sistem artileri swagerak harus dilakukan dengan sejumlah pertimbangan yang benar-benar matang. Soal pertama, apalagi kalau bukan hantu embargo di medio 1990an dan awal millennium baru. Jangan sampai alutsista berharga mahal harus mangkrak karena kelangkaan suku cadang, atau tidak bisa digunakan karena larangan Negara produsennya. Kedua, sistem yang dibeli tentu saja harus kompatibel dengan segala jenis munisi yang dipergunakan Korps Artileri TNI AD sendiri, mengingat TNI AD menggunakan amunisi yang berbeda-beda Negara produsennya walaupun kalibernya sama.
Yang terakhir, TNI AD tentu mengutamakan keseimbangan. Walaupun pemerintahan lalu percaya pada jargon kosong diplomasi zero enemy thousand friends, kenyataannya situasi geopolitik seringkali memaksa keberpihakan karena keadaan. Apabila kemudian keberpihakan tersebut dapat menimbulkan implikasi negatif bagi postur pertahanan Indonesia, TNI harus siap. Pengadaan alutsista dari multi Negara dianggap mampu menjadi solusi, walaupun berdampak kepada logistik dan suku cadang yang harus disiapkan untuk mendukung penggelaran alutsista.
Nah, dari sejumlah kandidat yang dievaluasi, K9 Thunder buatan Korea Selatan kemudian menyeruak sebagai kandidat yang memiliki kans terbesar untuk dieksekusi pembeliannya. Sistem artileri swagerak terbaru ini menawarkan keganasan meriam 155mm dalam sasis yang sepenuhnya dibuat oleh perusahaan Korea Selatan, Samsung Techwin. Dengan sejarah mesra dimana meriam howitzer TNI AD sebagian besar memang diakuisisi dari Korea Selatan, K9 bak melengkapi kebahagiaan. Apalagi K9 Thunder sudah pula menyandang predikat battle proven. Korps Artileri sendiri menargetkan akuisisi 2 yon tambahan sistem artileri berpenggerak rantai untuk memperkuat batalyon artileri medan TNI AD.
In Action: Battle Proven!
Walaupun Korea Selatan dan Utara secara resmi berada dalam status gencatan senjata, bukan berarti K9 Thunder hanya duduk diam dan digunakan pada saat latihan saja. Pada 23 November 2010, Korea Utara melakukan provokasi dengan menembakkan ratusan proyektil artileri berupa roket dan Howitzer ke pulau Yeonpyeong yang ada di Yurisdiksi Korea Selatan. Korea Selatan, yang saat itu sedang melaksanakan latihan bersandi Hoguk di pulau Yeonpyeong dan Baengnyeong dianggap memprovokasi Korea Utara dan menantang perang. Puluhan munisi hidup berdaya ledak tinggi terbang melintasi lautan, memotong garis demarkasi Northern Limit Line dan menuju Yeonpyeong.
Kegilaan Korea Utara berujung pada kehancuran berbagai sarana sipil dan juga korban jiwa. Dua orang sipil dan dua prajurit tewas, puluhan lainnya terluka. Dalam dua gelombang serangan yang dilancarkan dari propinsi Hwanghae, proyektil artileri dan roket 122mm dari Kaemori berjatuhan di kamp militer Korea Selatan, dan lebih banyak lagi menghantam pemukiman, pertokoan, dan kantor pemerintah, menimbulkan kepanikan dan kebakaran hebat.
Korea Selatan sendiri secara organik menggelar satu batalion K9 yang terdiri dari tiga baterai, masing-masing berkekuatan 6 unit K9. Yeonpyeong dijaga oleh satu kompi yang berkekuatan satu baterai K9. Serangan dadakan dan bertubi-tubi dari Korea Utara yang begitu masif berhasil melumpuhkan dua unit K9. Empat yang tersisa dengan segera diperintahkan menembak balik, tetapi satu dengan segera menghadapi kendala karena satu proyektil macet dan berhenti di tengah laras, menyebabkannya tidak mampu beraksi.
Dengan hanya tiga K9, tembakan balasan dilancarkan ke area Mudo, tempat posisi meriam, barak dan markas pasukan Korea Utara berada. Setelah menembakkan puluhan proyektil, sasaran bergeser ke Kaemori, lokasi baterai roket 122mm Korea Utara melancarkan serangannya. Secara total, Korea Selatan menembakkan 80 butir munisi 155mm, dalam adu artileri terhebat dan paling dahsyat setelah gencatan senjata yang menandai berakhirnya Perang Korea pada 1953. Sayangnya, karena sukar melakukan BDA (Battle Damage Assesment), sulit bagi Korea Selatan untuk mengetahui kehancuran yang diderita oleh Korea Utara. Begitupun, Korea Selatan mengklaim 5-10 prajurit Korea Utara tewas dan 30 lainnya terluka, berdasarkan informasi pembelot Korea Utara yang merupakan mantan prajurit artileri di Kaemori.
Yang jelas, pasca balas-membalas artileri di Yeonpyeong tersebut, para kru K9 benar-benar disiagakan untuk menghadapi pertempuran berikutnya. Setiap prajurit artileri dibagi dalam tiga kali giliran jaga di dalam kabin K9 mereka, walaupun barak sebenarnya hanya 100-200 meter jauhnya. Pokoknya begitu proyektil pertama Korut mendarat, K9 sudah harus bisa membalas tembakan. Satu instalasi radar ARTHUR (Artillery Hunting Radar) juga dipasang, untuk mendeteksi sumber dan azimuth datangnya serangan. Sampai serangan berikutnya datang, gelegar K9 akan siap sedia melindungi Yeonpyeong dan seluruh Korea Selatan dari ancaman Korea Utara.
K9 Thunder, sang primadona baru
Korea Selatan sendiri sejak lama merupakan pengguna setia M109 Paladin. Tidak mau membeli mentah-mentah, Korea Selatan melisensi M109A2 sebagai K55 dan K55A1. Namun semakin berkembangnya teknologi, Korea Selatan semakin merasa ketinggalan. M109 Paladin sudah mencapai iterasi A6 dengan jarak jangkauan yang semakin jauh, sementara K55A1 sudah jelas kalah jarak. Rival beratnya Korea Utara sudah diketahui memiliki sistem artileri swagerak berbasis sasis tank Type-59 berkode M-1978 Koksan dengan meriam kaliber 170mm.
Untuk mempersempit selisih tersebut, Korea Selatan menugaskan Samsung Techwin (sebelumnya bernama Samsung Defense Aerospace) untuk mengembangkan sistem artileri swagerak sebagai komplemen, dan kelak pengganti, K55 pada 1989. Purwarupa pertama sudah ditampilkan pada 1994, dan pengujian lanjutan dilakukan sampai akhirnya dapat diterima oleh AD Korea Selatan pada 1998. Dengan kendaraan serial pertama masuk dinas aktif pada 2000an, boleh dikatakan usia K9 masihlah cukup muda.
K9 Thunder sendiri memiliki bobot nyaris dua kali lipat dibandingkan dengan K55. Namun soal mobilitas, boleh saja diadu. Dengan penambahan bobot tersebut, K9 dijanjikan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh K55. K9 diawaki oleh lima orang kru: komandan, pengemudi, penembak, dan dua pengisi. Tugas pengisi dimudahkan dengan keberadaan sistem pengisi otomatis (autoloader) yang cukup kompleks. Diluar pengemudi yang memiliki palka tersendiri, keempat awak lainnya bisa keluar dari palka di atas kubah. Kalau ini dianggap terlalu tinggi, masih ada pintu rampa belakang, yang dibuka ke arah kanan dengan engsel.
K9 sendiri didesain untuk mampu membawa 48 butir peluru howitzer 155mm dan propelannya. Apabila kendaraan sudah kehabisan peluru, sudah menjadi tugas kendaraan K10 ARV untuk mengisinya. Berbeda dengan K9, K10 tidak dilengkapi dengan laras meriam. Sebagai gantinya, ada ‘belalai’ yang bertugas mengantarkan peluru yang akan diisi ke K9. K10 tinggal melakukan aksi docking dengan lubang pengisian yang ada di belakang kubah K9, dan peluru dihantarkan dari dalam kubah K10 ke dalam kompartemen peluru K9. Saat menerima proyektil isian dari K10, sistem rel pengisian otomatis akan membawa dan menyusun proyektil-proyektil tersebut ke tempatnya.
Soal wahana pengusung, K9 menggunakan sasis dengan penggerak roda rantai, dengan mesin diletakkan di sebelah kanan depan. Kombinasi ini memungkinkan kompartemen tempur sepenuhnya dapat dihuni oleh kubah dengan sistem pengisian amunisinya yang kompleks. K9 menggunakan mesin MTU 881 buatan Jerman, yang dipadukan dengan sistem transmisi otomatis Allison ATDX 1100-5A3 dengan empat gigi maju dan dua gigi mundur. Paduan mesin dan transmisi pada K9 tersebut mampu menyemburkan daya 1.000hp (735kW), yang diterjemahkan menjadi kecepatan 67km/ jam di jalanan mulus. Dengan rasio daya berbanding beban mencapai 21,7 hp/ ton, K9 boleh dikata cukup lincah dalam bergerak melintas medan, tidak kalah dengan Main Battle Tank modern yang harus diikutinya. Sekali isi tangki penuh, K9 dapat menempuh jarak sampai 480km.
Untuk mendukung penggelarannya, K9 dilengkapi dengan suspensi torsion bar dan kombinasi hidropneumatik pada keenam roda lincirnya, sehingga awaknya tidak akan cepat lelah saat bergerak dari satu titik ke titik lainnya. Keunggulan lainnya, ketinggian kendaraan juga dapat diatur berkat penggunaan suspensi hidropneumatik tersebut, sehingga dapat disesuaikan untuk karakteristik medan yang dilewati. Apabila diperlukan, K9 juga dapat melakukan operasi mengarung (fording) sampai kedalaman 1,5 meter tanpa persiapan khusus.
Meriam howitzer 155mm pada K9 sendiri diletakkan pada struktur kubah tertutup, yang tentu saja merupakan satu keunggulan tersendiri dan tuntutan pada situasi pertempuran yang dinamis. Dibandingkan dengan aset seperti meriam howitzer 155mm CAESAR yang sudah dibeli TNI AD, K9 lebih unggul karena seluruh sekuensial penembakannya dapat dilakukan dari dalam kendaraan, terlindung kubah baja yang mampu menahan impak fragmen artileri model airburst dan hantaman peluru 12,7mm. Meriamnya sendiri dapat didongakkan mulai dari -2,5o sampai 70o, yang diatur secara sistem, dan dapat dibawa berputar 360o bersama kubahnya. Meriam 155m L52 pada K9 dilengkapi dengan muzzle brake tipe slot untuk disipasi asap dan hentakan penembakan.
Satu keunggulan yang ditawarkan K9 soal amunisi adalah kesesuaian dengan standar NATO, karena Samsung Techwin menjamin bahwa meriam K9 sudah disesuaikan dengan JBMOU (Joint Ballistic Memorandum of Understanding). JBMOU merupakan kesepakatan antar Negara NATO yang menjamin kesamaan meriam, propelan, amunisi, dan sumbu munisi artileri yang digunakan sesame Negara NATO. Kompatibel dengan berbagai munisi 155mm buatan pabrikan Negara NATO maupun bukan, K9 mampu melontarkan tembakan sampai jarak 40km dengan munisi base bleed, yang diset propelannya pada setelan enam. Untuk munisi RAP (Rocket Assisted Projectile) dengan setelan propelan lima, jarak tembaknya bisa mencapai jarak 30km. Untuk munisi HE (High Explosive) standar NATO M107, jarak tembaknya adalah 17km Pemilihan amunisi tinggal dilakukan melalui layar LCD oleh penembak, sehingga hanya charges atau propelannya yang masih perlu diatur secara manual oleh pengisi.
Penembak sendiri dimudahkan tugasnya berkat keberadaan sistem kendali penembakan otomatis dan sistem navigasi bernama MAPS (Modular Azimuth Position System), yang berisi peta digital yang dapat menerima pasokan data melalui datalink. Berbagai sensor seperti angin dan suhu udara yang dapat mempengaruhi trayektori juga diperhitungkan. Dengan dukungan komputasi otomatis tersebut, K9 sudah siap digelar dan siap menembak hanya dalam 30 detik setelah kendaraan dalam posisi berhenti, atau 60 detik dihitung dari perintah diberikan saat K9 masih berjalan. Meriam howitzer 155mm pada K9 memiliki kecepatan tembak 3-5 butir peluru setiap jeda 15 detik, atau 5-6 peluru/ menit selama tiga menit terus menerus.
Dengan kemampuannya yang setara atau melebihi M109A6 Paladin, tidak mengherankan apabila K9 banyak dilirik oleh Negara lain. Turki bahkan sudah bergerak cepat, melisensi K9 sebagai T-155 Firtina (Badai). Turki membeli 300an T-155, dengan membuat sendiri sistem kendali penembakan, modifikasi kubah, dan sistem navigasi yang dibuat sendiri oleh perusahaan lokal seperti Aselsan dan Havelsan. Sebanyak 300 unit dari pesanan T-155 tersebut akan dibuat oleh 1st Army Maintenance Center Command di Adazapari, Turki.
SPEK K9 THUNDER
Awak : 5
Bobot : 47 ton
Panjang : 12 meter
Lebar : 3,4 meter
Tinggi : 2,73 meter
Kecepatan tembak : 3 butir dalam 15 detik, 6-8 peluru/ menit (sustainable)
Mesin : Diesel MTU MT 881 Ka-500 8 silinder berpendingin air, berdaya 1.000hp
Kecepatan maksimal : 67 km/ jam
(ARC)
Di luar perkiraan, di tengah masa transisi pemerintahan hasil Pemilu 2014, TNI ternyata tak lantas berhenti dan mengambil napas. MEF Renstra 2 yang sudah di ambang pintu perlahan-lahan mulai mengemuka. Alutsista pilihan dan berkualitas kembali disasar untuk menjaga kedaulatan dan meningkatkan wibawa di antara Negara kawasan. Satu yang dilirik untuk semakin memperkuat Korps Artileri TNI AD adalah sistem artileri swagerak berpenggerak roda rantai (tracked). Sistem semacam ini hanya dimiliki oleh sedikit Negara. Yang paling mendominasi, tentu saja adalah M109 Paladin yang begitu laku dan dipergunakan hampir sebagian besar Negara NATO. Inggris memiliki AS90, dan Jerman Barat menggunakan Panzer Haubitze (PzH) 2000.
Korps Artileri TNI AD memang sangat butuh penyegaran untuk urusan artileri swagerak berbasis roda rantai. Pasalnya, AMX-13 AUF1 105mm yang dimiliki sudah amat terlalu uzur, pabriknya sudah bangkrut, dan suku cadangnya sudah tak lagi tersedia di pasaran. Untuk mendukung manuver gabungan dengan Kavaleri yang sudah dilengkapi MBT Leopard 2A4 dan Infantri mekanis yang sudah menggunakan Marder 1A3 dan Anoa sudah pasti kepayahan. Apalagi jarak jangkau meriamnya semakin terbatas.
Namun begitu, pemilihan kandidat sistem artileri swagerak harus dilakukan dengan sejumlah pertimbangan yang benar-benar matang. Soal pertama, apalagi kalau bukan hantu embargo di medio 1990an dan awal millennium baru. Jangan sampai alutsista berharga mahal harus mangkrak karena kelangkaan suku cadang, atau tidak bisa digunakan karena larangan Negara produsennya. Kedua, sistem yang dibeli tentu saja harus kompatibel dengan segala jenis munisi yang dipergunakan Korps Artileri TNI AD sendiri, mengingat TNI AD menggunakan amunisi yang berbeda-beda Negara produsennya walaupun kalibernya sama.
Yang terakhir, TNI AD tentu mengutamakan keseimbangan. Walaupun pemerintahan lalu percaya pada jargon kosong diplomasi zero enemy thousand friends, kenyataannya situasi geopolitik seringkali memaksa keberpihakan karena keadaan. Apabila kemudian keberpihakan tersebut dapat menimbulkan implikasi negatif bagi postur pertahanan Indonesia, TNI harus siap. Pengadaan alutsista dari multi Negara dianggap mampu menjadi solusi, walaupun berdampak kepada logistik dan suku cadang yang harus disiapkan untuk mendukung penggelaran alutsista.
Nah, dari sejumlah kandidat yang dievaluasi, K9 Thunder buatan Korea Selatan kemudian menyeruak sebagai kandidat yang memiliki kans terbesar untuk dieksekusi pembeliannya. Sistem artileri swagerak terbaru ini menawarkan keganasan meriam 155mm dalam sasis yang sepenuhnya dibuat oleh perusahaan Korea Selatan, Samsung Techwin. Dengan sejarah mesra dimana meriam howitzer TNI AD sebagian besar memang diakuisisi dari Korea Selatan, K9 bak melengkapi kebahagiaan. Apalagi K9 Thunder sudah pula menyandang predikat battle proven. Korps Artileri sendiri menargetkan akuisisi 2 yon tambahan sistem artileri berpenggerak rantai untuk memperkuat batalyon artileri medan TNI AD.
In Action: Battle Proven!
Walaupun Korea Selatan dan Utara secara resmi berada dalam status gencatan senjata, bukan berarti K9 Thunder hanya duduk diam dan digunakan pada saat latihan saja. Pada 23 November 2010, Korea Utara melakukan provokasi dengan menembakkan ratusan proyektil artileri berupa roket dan Howitzer ke pulau Yeonpyeong yang ada di Yurisdiksi Korea Selatan. Korea Selatan, yang saat itu sedang melaksanakan latihan bersandi Hoguk di pulau Yeonpyeong dan Baengnyeong dianggap memprovokasi Korea Utara dan menantang perang. Puluhan munisi hidup berdaya ledak tinggi terbang melintasi lautan, memotong garis demarkasi Northern Limit Line dan menuju Yeonpyeong.
Kegilaan Korea Utara berujung pada kehancuran berbagai sarana sipil dan juga korban jiwa. Dua orang sipil dan dua prajurit tewas, puluhan lainnya terluka. Dalam dua gelombang serangan yang dilancarkan dari propinsi Hwanghae, proyektil artileri dan roket 122mm dari Kaemori berjatuhan di kamp militer Korea Selatan, dan lebih banyak lagi menghantam pemukiman, pertokoan, dan kantor pemerintah, menimbulkan kepanikan dan kebakaran hebat.
Korea Selatan sendiri secara organik menggelar satu batalion K9 yang terdiri dari tiga baterai, masing-masing berkekuatan 6 unit K9. Yeonpyeong dijaga oleh satu kompi yang berkekuatan satu baterai K9. Serangan dadakan dan bertubi-tubi dari Korea Utara yang begitu masif berhasil melumpuhkan dua unit K9. Empat yang tersisa dengan segera diperintahkan menembak balik, tetapi satu dengan segera menghadapi kendala karena satu proyektil macet dan berhenti di tengah laras, menyebabkannya tidak mampu beraksi.
Dengan hanya tiga K9, tembakan balasan dilancarkan ke area Mudo, tempat posisi meriam, barak dan markas pasukan Korea Utara berada. Setelah menembakkan puluhan proyektil, sasaran bergeser ke Kaemori, lokasi baterai roket 122mm Korea Utara melancarkan serangannya. Secara total, Korea Selatan menembakkan 80 butir munisi 155mm, dalam adu artileri terhebat dan paling dahsyat setelah gencatan senjata yang menandai berakhirnya Perang Korea pada 1953. Sayangnya, karena sukar melakukan BDA (Battle Damage Assesment), sulit bagi Korea Selatan untuk mengetahui kehancuran yang diderita oleh Korea Utara. Begitupun, Korea Selatan mengklaim 5-10 prajurit Korea Utara tewas dan 30 lainnya terluka, berdasarkan informasi pembelot Korea Utara yang merupakan mantan prajurit artileri di Kaemori.
Yang jelas, pasca balas-membalas artileri di Yeonpyeong tersebut, para kru K9 benar-benar disiagakan untuk menghadapi pertempuran berikutnya. Setiap prajurit artileri dibagi dalam tiga kali giliran jaga di dalam kabin K9 mereka, walaupun barak sebenarnya hanya 100-200 meter jauhnya. Pokoknya begitu proyektil pertama Korut mendarat, K9 sudah harus bisa membalas tembakan. Satu instalasi radar ARTHUR (Artillery Hunting Radar) juga dipasang, untuk mendeteksi sumber dan azimuth datangnya serangan. Sampai serangan berikutnya datang, gelegar K9 akan siap sedia melindungi Yeonpyeong dan seluruh Korea Selatan dari ancaman Korea Utara.
K9 Thunder, sang primadona baru
Korea Selatan sendiri sejak lama merupakan pengguna setia M109 Paladin. Tidak mau membeli mentah-mentah, Korea Selatan melisensi M109A2 sebagai K55 dan K55A1. Namun semakin berkembangnya teknologi, Korea Selatan semakin merasa ketinggalan. M109 Paladin sudah mencapai iterasi A6 dengan jarak jangkauan yang semakin jauh, sementara K55A1 sudah jelas kalah jarak. Rival beratnya Korea Utara sudah diketahui memiliki sistem artileri swagerak berbasis sasis tank Type-59 berkode M-1978 Koksan dengan meriam kaliber 170mm.
Untuk mempersempit selisih tersebut, Korea Selatan menugaskan Samsung Techwin (sebelumnya bernama Samsung Defense Aerospace) untuk mengembangkan sistem artileri swagerak sebagai komplemen, dan kelak pengganti, K55 pada 1989. Purwarupa pertama sudah ditampilkan pada 1994, dan pengujian lanjutan dilakukan sampai akhirnya dapat diterima oleh AD Korea Selatan pada 1998. Dengan kendaraan serial pertama masuk dinas aktif pada 2000an, boleh dikatakan usia K9 masihlah cukup muda.
K9 Thunder sendiri memiliki bobot nyaris dua kali lipat dibandingkan dengan K55. Namun soal mobilitas, boleh saja diadu. Dengan penambahan bobot tersebut, K9 dijanjikan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh K55. K9 diawaki oleh lima orang kru: komandan, pengemudi, penembak, dan dua pengisi. Tugas pengisi dimudahkan dengan keberadaan sistem pengisi otomatis (autoloader) yang cukup kompleks. Diluar pengemudi yang memiliki palka tersendiri, keempat awak lainnya bisa keluar dari palka di atas kubah. Kalau ini dianggap terlalu tinggi, masih ada pintu rampa belakang, yang dibuka ke arah kanan dengan engsel.
K9 sendiri didesain untuk mampu membawa 48 butir peluru howitzer 155mm dan propelannya. Apabila kendaraan sudah kehabisan peluru, sudah menjadi tugas kendaraan K10 ARV untuk mengisinya. Berbeda dengan K9, K10 tidak dilengkapi dengan laras meriam. Sebagai gantinya, ada ‘belalai’ yang bertugas mengantarkan peluru yang akan diisi ke K9. K10 tinggal melakukan aksi docking dengan lubang pengisian yang ada di belakang kubah K9, dan peluru dihantarkan dari dalam kubah K10 ke dalam kompartemen peluru K9. Saat menerima proyektil isian dari K10, sistem rel pengisian otomatis akan membawa dan menyusun proyektil-proyektil tersebut ke tempatnya.
Soal wahana pengusung, K9 menggunakan sasis dengan penggerak roda rantai, dengan mesin diletakkan di sebelah kanan depan. Kombinasi ini memungkinkan kompartemen tempur sepenuhnya dapat dihuni oleh kubah dengan sistem pengisian amunisinya yang kompleks. K9 menggunakan mesin MTU 881 buatan Jerman, yang dipadukan dengan sistem transmisi otomatis Allison ATDX 1100-5A3 dengan empat gigi maju dan dua gigi mundur. Paduan mesin dan transmisi pada K9 tersebut mampu menyemburkan daya 1.000hp (735kW), yang diterjemahkan menjadi kecepatan 67km/ jam di jalanan mulus. Dengan rasio daya berbanding beban mencapai 21,7 hp/ ton, K9 boleh dikata cukup lincah dalam bergerak melintas medan, tidak kalah dengan Main Battle Tank modern yang harus diikutinya. Sekali isi tangki penuh, K9 dapat menempuh jarak sampai 480km.
Untuk mendukung penggelarannya, K9 dilengkapi dengan suspensi torsion bar dan kombinasi hidropneumatik pada keenam roda lincirnya, sehingga awaknya tidak akan cepat lelah saat bergerak dari satu titik ke titik lainnya. Keunggulan lainnya, ketinggian kendaraan juga dapat diatur berkat penggunaan suspensi hidropneumatik tersebut, sehingga dapat disesuaikan untuk karakteristik medan yang dilewati. Apabila diperlukan, K9 juga dapat melakukan operasi mengarung (fording) sampai kedalaman 1,5 meter tanpa persiapan khusus.
Meriam howitzer 155mm pada K9 sendiri diletakkan pada struktur kubah tertutup, yang tentu saja merupakan satu keunggulan tersendiri dan tuntutan pada situasi pertempuran yang dinamis. Dibandingkan dengan aset seperti meriam howitzer 155mm CAESAR yang sudah dibeli TNI AD, K9 lebih unggul karena seluruh sekuensial penembakannya dapat dilakukan dari dalam kendaraan, terlindung kubah baja yang mampu menahan impak fragmen artileri model airburst dan hantaman peluru 12,7mm. Meriamnya sendiri dapat didongakkan mulai dari -2,5o sampai 70o, yang diatur secara sistem, dan dapat dibawa berputar 360o bersama kubahnya. Meriam 155m L52 pada K9 dilengkapi dengan muzzle brake tipe slot untuk disipasi asap dan hentakan penembakan.
Satu keunggulan yang ditawarkan K9 soal amunisi adalah kesesuaian dengan standar NATO, karena Samsung Techwin menjamin bahwa meriam K9 sudah disesuaikan dengan JBMOU (Joint Ballistic Memorandum of Understanding). JBMOU merupakan kesepakatan antar Negara NATO yang menjamin kesamaan meriam, propelan, amunisi, dan sumbu munisi artileri yang digunakan sesame Negara NATO. Kompatibel dengan berbagai munisi 155mm buatan pabrikan Negara NATO maupun bukan, K9 mampu melontarkan tembakan sampai jarak 40km dengan munisi base bleed, yang diset propelannya pada setelan enam. Untuk munisi RAP (Rocket Assisted Projectile) dengan setelan propelan lima, jarak tembaknya bisa mencapai jarak 30km. Untuk munisi HE (High Explosive) standar NATO M107, jarak tembaknya adalah 17km Pemilihan amunisi tinggal dilakukan melalui layar LCD oleh penembak, sehingga hanya charges atau propelannya yang masih perlu diatur secara manual oleh pengisi.
Penembak sendiri dimudahkan tugasnya berkat keberadaan sistem kendali penembakan otomatis dan sistem navigasi bernama MAPS (Modular Azimuth Position System), yang berisi peta digital yang dapat menerima pasokan data melalui datalink. Berbagai sensor seperti angin dan suhu udara yang dapat mempengaruhi trayektori juga diperhitungkan. Dengan dukungan komputasi otomatis tersebut, K9 sudah siap digelar dan siap menembak hanya dalam 30 detik setelah kendaraan dalam posisi berhenti, atau 60 detik dihitung dari perintah diberikan saat K9 masih berjalan. Meriam howitzer 155mm pada K9 memiliki kecepatan tembak 3-5 butir peluru setiap jeda 15 detik, atau 5-6 peluru/ menit selama tiga menit terus menerus.
Dengan kemampuannya yang setara atau melebihi M109A6 Paladin, tidak mengherankan apabila K9 banyak dilirik oleh Negara lain. Turki bahkan sudah bergerak cepat, melisensi K9 sebagai T-155 Firtina (Badai). Turki membeli 300an T-155, dengan membuat sendiri sistem kendali penembakan, modifikasi kubah, dan sistem navigasi yang dibuat sendiri oleh perusahaan lokal seperti Aselsan dan Havelsan. Sebanyak 300 unit dari pesanan T-155 tersebut akan dibuat oleh 1st Army Maintenance Center Command di Adazapari, Turki.
SPEK K9 THUNDER
Awak : 5
Bobot : 47 ton
Panjang : 12 meter
Lebar : 3,4 meter
Tinggi : 2,73 meter
Kecepatan tembak : 3 butir dalam 15 detik, 6-8 peluru/ menit (sustainable)
Mesin : Diesel MTU MT 881 Ka-500 8 silinder berpendingin air, berdaya 1.000hp
Kecepatan maksimal : 67 km/ jam
(ARC)